Setelah berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan, dengan mengirimkan atlet dan rombongan pengisi acara seni, kini rezim Korea Utara kembali sibuk dengan penyelenggaraan lari maraton tahunan, Mangyongdae Prize International Marathon, Minggu (8/4/2018), di Pyongyang. Sebanyak 429 pelari amatir dari 43 negara ikut berpartisipasi. Untuk kategori elite, ada 13 pelari profesional dari negara-negara Afrika. Kali ini, pelari penyandang disabilitas pun boleh ambil bagian.
Lari maraton itu merupakan bagian dari acara peringatan ulang tahun bapak bangsa Korut, Kim Il Sung, yang lahir pada 1912. Rutenya dimulai dari Stadion Kim Il Sung, melewati depan Lapangan Kim Il Sung, dan Mirae Street. Ri Kang Bom, pelari tuan rumah, memenangi maraton dengan catatan waktu 2 jam 12 menit 53 detik. Untuk kategori perempuan, pemenangnya adalah Kim Hye Gyong, yang juga berasal dari Korut, dengan waktu 2 jam 27 menit 24 detik.
Ajang lari maraton, dengan mengundang pelari dari berbagai negara, ini sudah dimulai sejak 2014. Sejak itulah ajang ini mendongkrak industri pariwisata Korut. Namun, jumlah pelari tahun ini turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini karena situasi keamanan yang tegang di Semenanjung Korea gara-gara uji rudal dan nuklir Korut.
Tak hanya itu. Larangan bepergian ke Korut yang ditetapkan Amerika Serikat terhadap warga negara AS ikut menyebabkan penurunan peserta dari AS. Tahun lalu tercatat sekitar 1.000 pelari yang ikut serta. ”Industri pariwisata secara umum melemah sejak pertengahan tahun lalu. Jumlah turis sedikit sekali. Ini akibat drama politik dan krisis militer,” kata Manajer Umum Koryo Tours, Simon Cockerell.
Ketegangan situasi keamanan memuncak di akhir tahun lalu, tetapi mulai membaik pada Januari lalu setelah Pemimpin Korut Kim Jong Un mengumumkan rencana-rencana diplomatiknya dengan Korsel. Karena situasi yang membaik inilah, kata Direktur Koryo Tours, Nick Bonner, dalam dua bulan terakhir jumlah pelari asing yang ingin ikut Pyongyang Marathon bertambah.
”Mereka, tahun lalu, tak mau ikut karena situasi geopolitik sangat tegang,” ujarnya.
Bagaikan mimpi
Turis asing dari negara-negara Barat yang datang ke Korut sekitar 5.000 orang per tahun. Dari jumlah itu, 20 persen berasal dari AS. Untuk bepergian ke Korut selama satu pekan, ”hanya” dibutuhkan biaya sekitar 2.000 dollar AS. Karena harga relatif murah itu, Korut jadi magnet tersendiri.
Namun, selain harga murah itu, menurut Matt Kulesza yang berprofesi sebagai pemandu wisata, bagi sejumlah turis atau pelancong daya tarik Korut justru ada pada anggapan Korut sebagai negeri kontroversial. ”Banyaknya publikasi mengenai Korut membuat orang malah penasaran. Ada aura misteri. Sekarang, dengan rencana dialog Korut dengan Korsel dan AS, orang tidak lagi merasa ada bahaya,” ujarnya.
Salah satu pelari maraton dari Australia, Tracy Britten, mengaku berlari di seputar kota Pyongyang terasa seperti mimpi dan janggal. Ia tidak menyangka bisa berlari di jalanan dan warga di pinggir jalan memberikan dukungan. ”Rasanya aneh, tetapi luar biasa menyenangkan,” ujarnya.
Meski sudah tahu ada imbauan dari Kementerian Luar Negeri Inggris untuk tidak berkunjung ke Korut, pelari asal Inggris, Callum McCulloch (23), tetap bersikeras ikut maraton. Saat berlari, ia melihat Pyongyang seperti situasi kota-kota tua zaman dahulu yang hanya bisa dilihat dari film- film. ”Sepadan dengan risikonya,” ujarnya.(AFP/AP/LUK)