Menjadi Lebih Terbuka
Pada 18 April mendatang, bioskop bagi umum untuk pertama kali dibuka kembali di Arab Saudi setelah selama 35 tahun negara itu melarang sinema beroperasi. Pembukaan bioskop ini merupakan salah satu penanda reformasi yang tengah berlangsung di Saudi.
Reformasi besar yang dipimpin Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman juga memberi ruang lebih besar bagi perempuan dalam aktivitas di masyarakat. Mereka diperkenankan mengendarai mobil setelah bertahun-tahun kaum wanita dilarang membawa kendaraan sendiri. Reformasi yang berada dalam naungan payung besar Visi 2030 ini dinilai didesain untuk ”menyasar” kaum muda.
Berdasarkan situs www.cia.gov, penduduk berusia 25-54 tahun memang menempati porsi terbesar dalam struktur penduduk Saudi, yaitu 46,86 persen. Sebanyak 7,6 juta orang di antaranya adalah laki-laki, sedangkan perempuan berjumlah 5,8 juta orang.
Dalam masyarakat Saudi sekarang, diperkirakan pula warga berusia 15-24 tahun memiliki porsi 18,57 persen, sementara mereka yang berusia 0-14 tahun menempati porsi 26,1 persen. Sebagai perbandingan, total persentase warga berusia 55 tahun hingga lebih dari 65 tahun hanya 5,47 persen.
Dalam artikel ”The Demographics of Stagnation: Why People Matter for Economic Growth” (Foreign Affairs, Maret/April 2016), Ruchir Sharma menulis, pada dekade sekarang, hanya dua dari 20 negara terbesar dengan perekonomian yang sedang bangkit memiliki pertumbuhan warga berusia kerja di atas 2 persen. Selain Arab Saudi, negara itu adalah Nigeria. Sebagai perbandingan, pada 1980-an, ada 17 dari 20 negara terbesar dengan perekonomian yang sedang bangkit memiliki tingkat pertumbuhan warga berusia kerja lebih dari 2 persen.
Menurut Sharma, warga berusia kerja (15-64 tahun) penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, saat ini berlangsung penurunan tingkat pertumbuhan penduduk berusia kerja. Pada 1960-2005, pertumbuhan angkatan kerja global berada di tingkat rata-rata 1,8 persen per tahun. Sejak 2005, angka ini turun menjadi hanya 1,1 persen. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja global diperkirakan terus turun seiring anjloknya angka kelahiran di berbagai penjuru dunia. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi juga akan terus mengalami tekanan.
Arab Saudi tampaknya sadar harus memanfaatkan sebaik mungkin peluang yang dimilikinya berkat porsi orang muda yang besar dalam struktur penduduk. Dengan pertumbuhan angkatan kerja, termasuk di dalamnya adalah orang muda, yang juga masih cukup baik, yakni sekitar 2 persen, Arab Saudi akan mendapatkan keuntungan berlipat-lipat jika memperhatikan aspirasi kaum muda. Kegagalan memperhatikan kemauan kaum muda, antara lain cita-cita memiliki pekerjaan, bisa berdampak sangat besar. Kehidupan politik akan diwarnai ketidakpuasan kelompok terbesar masyarakat yang akhirnya berlanjut pada konflik berkepanjangan.
Untuk memberi tempat memadai bagi kaum muda, tidak ada pilihan bagi pemimpin negara untuk menciptakan institusi yang lebih terbuka bagi siapa saja dan bebas. Hanya dengan institusi yang lebih ”demokratis” dan menghargai perbedaan itulah, kelompok muda merasa dihargai karena ide-ide mereka dapat diterima. Langkah mengizinkan perempuan mengemudikan mobil, pembukaan bioskop, serta pendirian zona ekonomi terbuka dan tidak terikat aturan hukum yang berlaku di wilayah Saudi lainnya bisa dilihat sebagai bagian dari upaya menciptakan institusi yang lebih bebas dan terbuka, sehingga memikat kaum muda. Walaupun, di sisi lain, langkah pembukaan zona ekonomi memiliki tujuan pertama-tama mendatangkan sebanyak mungkin investasi sehingga Saudi tak lagi perlu bergantung pada minyak bumi.
Dalam buku Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity and Poverty (2012), Daron Acemoglu dan James A Robinson menulis, sejarah negara-negara menunjukkan, dengan memiliki institusi yang inklusif atau melibatkan banyak kalangan dan tidak elitis, sebuah negara bisa bertahan, maju, serta memakmurkan rakyatnya. Dengan kata lain, keterbukaan dan demokratis dalam jangka panjang tidak bisa dihindari lagi oleh negara yang ingin mengalami kemajuan berkelanjutan. (A Tomy Trinugroho)