Al Ula kelak mungkin akan menjadi salah satu atraksi turis baru di Kerajaan Arab Saudi. Temuan para arkeolog menunjukkan situs yang dibangun lebih dari 2.000 tahun lalu ini kaya dengan peninggalan masa lalu. Gambar-gambar yang diambil dari udara dan juga dari darat memperlihatkan banyak sekali jejak peradaban yang dimiliki kerajaan ini. Al Ula merupakan permata di padang pasir yang mulai digarap pemerintah.
”Setiap hari ditemukan sesuatu yang baru,” kata Jamie Quartermaine, pakar kelompok arkeolog yang berpusat di Oxford, Inggris. ”Potensinya tidak terbatas,” lanjutnya.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman direncanakan menandatangani kesepakatan dengan Perancis, Selasa (17/4/2018), untuk pengembangan wisata dan kebudayaan di wilayah barat daya Arab Saudi ini. Upaya besar-besaran sejak dua tahun belakangan yang dilakukan para arkeolog untuk mengungkap kebesaran sejarah ini agaknya sejalan dengan rencana pemerintah membuka Arab Saudi menjadi tujuan wisata umum.
Sebagaimana diketahui, negara kaya minyak ini mulai melakukan reformasi di berbagai bidang. Kebijakan di bidang pariwisata menjadi sesuatu yang baru yang akan diberlakukan di negara ini.
Kalau di Jordan ada Petra, barangkali kelak akan ada tempat semenarik itu di Arab Saudi. Sebagai gambaran, luas area Al Ula yang dikelilingi pohon-pohon kurma yang hijau di tengah padang pasir yang kering itu kira-kira sama luasnya dengan Belgia. Tanda-tanda peradaban terlihat dengan pahatan-pahatan pada dinding tebing yang indah.
”Al Ula merupakan museum terbuka. Sangat banyak sejarah yang masih menanti untuk ditemukan,” kata Anazi, pemandu yang membawa sejumlah wartawan melihat tempat itu.
Makam-makam berisi prasasti masa sebelum Islam dan gambar perburuan merupakan warisan yang ditinggalkan dari tradisi seni Nabataean. Salah satu makam penting di situ adalah makam Madain Saleh. Gambar dari udara juga memperlihatkan adanya patung-patung dengan warna oranye agak kemerahan.
Al Ula merupakan warisan kerajaan yang sudah diakui oleh UNESCO. Wilayah ini sangat penting bagi para pedagang yang mengambil rute Semenanjung Arab, Afrika Utara, dan India, dan juga merupakan pusat pengairan bagi suku Badui.
Kota bertembok yang dikelilingi semacam batu bata diyakini masih dihuni sampai dengan zaman modern. Namun, kota itu tampak kusam akibat sengatan matahari.
Segala yang ada di Al Ula nantinya bisa disaksikan turis dunia. Tempat bersejarah ini diperkirakan akan dibuka dalam tiga atau lima tahun mendatang. Infrastruktur hotel yang sudah tersedia belum memadai, baru ada 120 kamar. Saudi mulai meluncurkan situs ini dengan julukan ”sebuah rahmat bagi dunia”. Dengan membuka situs Al Ula, Saudi juga ingin menunjukkan kepada dunia tentang kejayaan masa lalu bangsa. ”Ini menyangkut kebanggaan nasional tentang masa lalu kami,” kata Anazi.
Sebuah museum besar nantinya akan dibangun di Al Ula. Proyek Saudi dan Perancis ini akan mengambil model museum Perancis, Louvre, yang juga pernah membangun museum di Abu Dhabi. Gerard Mestrallet, mantan CEO perlengkapan listrik Engie, diangkat menjadi utusan khusus Presiden Perancis Emmanuel Macron untuk urusan ini.
Al Ula sebenarnya hanya salah satu kekayaan arkeologi yang masih tersembunyi. Negara kerajaan yang kaya minyak ini sebenarnya masih menyimpan banyak sisa-sisa peninggalan masa lalu yang belum banyak diketahui publik. Para arkeolog pada tahun lalu misalnya menggunakan Google untuk mendapatkan ratusan batu ”gerbang” yang dibangun dari batu di padang pasir yang diperkirakan berumur 7.000 tahun.
Demikian juga para ahli telah menemukan bukti yang menunjukkan pernah ada 46 danau di Nefud, padang pasir bagian utara. Para ahli mengatakan, mereka yakin adanya teori bahwa wilayah ini mengalami perubahan antara pergurunan hingga sampai iklim yang lebih basah. (AFP/RET)