AS-Sekutu Kerahkan Diplomasi di DK PBB untuk Menekan Assad
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS -- Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Perancis hari Minggu (15/4) mulai menyampaikan keinginan kuat mereka untuk menggerakkan kembali upaya damai di Suriah. Upaya diplomatik itu dilakukan ketiga negara setelah mereka menembakkan sedikitnya 105 rudal ke arah berbagai sasaran yang ditengarai sebagai fasilitas senjata kimia di dekat kota Damaskus dan Homs, Suriah, Sabtu dini hari.
Serangan rudal AS, Inggris dan Perancis tersebut merupakan aksi balasan atas dugaan kuat rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia dalam serangan terhadap warga sipil di kota Douma, Ghouta timur, pada 7 April lalu.
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson, Minggu kemarin, menegaskan, akan melanjutkan tekanan terhadap Presiden Assad agar bersedia duduk di meja perundingan. Ia mengatakan, sejauh ini belum mengetahui bagaimana cara Assad membalas serangan rudal pada Sabtu dini hari lalu. Namun, Inggris dan negara mitra akan melanjutkan tekanan agar Assad bersedia duduk di meja perundingan.
Menlu Perancis, Jean-Yves Le Drian kepada koran Journal Du Dimanche, Minggu kemarin mengimbau, Rusia bergabung dalam upaya mencari solusi politik di Suriah. "Hendaknya bersatu upaya kita mendukung proses politik di Suriah, yang memungkinkan menemukan jalan keluar dari krisis,” ujar Le Drian.
Menlu Jerman Heiko Maas menegaskan, Jerman siap bergabung dengan Perancis dalam upaya mewujudkan gencatan senjata abadi di Suriah.
Assad ditekan
Pada Sabtu lalu, AS, Inggris, dan Perancis mengajukan draf resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terkait isu Suriah. Draf resolusi yang disusun Perancis itu akan mulai dirundingkan dalam sidang DK PBB, hari Senin ini. Draf resolusi tersebut meliputi pembentukan mekanisme baru terkait proses penyelidikan senjata kimia di Suriah, pentingnya suplai bantuan kemanusiaan tanpa syarat, dan tekanan pada pemerintah Suriah segera memasuki berunding dengan oposisi tanpa prasyarat.
Presiden Perancis Emmanuel Macron, Sabtu lalu, menelepon Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membahas tentang peluang solusi politik di Suriah. Keterangan pers kepresidenan Perancis mengungkapkan, Macron berharap ada konsultasi intensif Perancis-Turki dalam beberapa hari mendatang dalam upaya mencari solusi politik di Suriah.
Macron menelepon Erdogan setelah Menlu Le Drian dan Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly menyampaikan keterangan pers yang menegaskan, harus segera tercapai kesepakatan rencana politik yang dapat mengakhiri krisis Suriah. "Kami siap bekerja sama dengan semua negara yang bisa berandil mencapai kesepakatan rencana politik itu,” tegas Le Drian.
Mereka menyebut, Perancis ingin segera dimulai inisiatif politik yang dapat mencapai kesepakatan tentang keharusan hancurnya program kimia Suriah melalui bukti-bukti yang kuat, dan pelaksanaan resolusi DK PBB tentang gencatan senjata, serta tersalurkannya bantuan kemanusian kepada penduduk sipil.
Adapun keterangan pers kepresidenan Turki mengungkapkan, Presiden Erdogan menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin dan mereka sepakat berusaha bersama mencari solusi politik serta mengaktifkan kembali kesepakatan deeskalasi di beberapa wilayah di Suriah. Erdogan menelepon Putin setelah ia mendapat telepon Macron. Turki, Rusia dan Iran selama lebih satu tahun ini menjalin hubungan sangat kuat melalui forum Astana yang bergulir sejak Januari 2017.
Seperti diketahui, upaya solusi politik di Suriah selama ini dikenal melalui dua forum. Yakni, forum Geneva yang dimulai tahun 2012 dengan digagas PBB dan Barat, serta forum Astana di Kazakhstan yang dimulai Januari 2017 dengan digagas Rusia, Turki dan Iran. Namun, sampai saat ini forum Geneva maupun Astana belum berhasil mencapai kesepakatan politik.
Dalam pesan khususnya untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab di Dhahran, Arab Saudi, Minggu kemarin, Putin menyampaikan kesediaan Rusia bekerja sama dengan Liga Arab mewujudkan perdamaian regional.
Di Suriah, pasukan pemerintah mengklaim telah berhasil menguasai secara penuh kota Douma di Ghouta timur. Kantor berita pemerintah Suriah, SANA memberitakan, semua teroris telah meninggalkan Douma. Douma adalah kota terakhir di Ghouta timur yang dikontrol pasukan oposisi. Pemerintah Suriah menyebut, kelompok oposisi sebagai teroris.
Pasukan Suriah yang dibantu Rusia sejak Februari lalu melancarkan serangan masif ke Ghouta timur untuk mengusir kelompok oposisi bersenjata dari wilayah tersebut. Serangan senjata kimia yang dilakukan pasukan pemerintah di kota Douma pada 7 April lalu, menyebabkan AS, Inggris dan Perancis Sabtu dini hari lalu menyerang dengan rudal sasaran fasilitas senjata kimia dekat kota Damaskus dan Homs.
Setelah sekitar dua bulan melakukan serangan massif itu, pasukan pemerintah akhirnya bisa mengontrol kota Douma itu yang selama ini dikenal basis terkuat pasukan oposisi di Ghouta timur.