Alutsista Perang Dingin Beraksi Lagi
Tak disangsikan lagi, tulang punggung alat utama sistem persenjataan yang digunakan dalam serangan ke Suriah, Sabtu (14/4/2018), adalah warisan dari Perang Dingin, atau lebih kemudian, Perang Teluk 1991.
Seperti kita ikuti beritanya akhir pekan lalu, AS bersama sekutunya, Inggris dan Perancis, melancarkan serangan ke sejumlah sasaran di Suriah karena meyakini rezim Bashar al-Assad telah menggunakan senjata kimia dalam serangan terhadap warga sipil di kota Douma, Ghouta timur, pada 7 April lalu.
Secara politik serangan dimaksudkan untuk menekan Presiden Assad agar mau duduk di meja perundingan. Ini hal tidak mudah karena semua pihak tahu di belakang Assad ada Rusia yang punya pandangan berbeda dengan AS dan sekutunya.
Secara militer, serangan dilakukan menyerupai pembukaan Perang Teluk tahun 1991, invasi AS ke Irak pada Maret 2003, dan operasi yang melibatkan AS di Afghanistan pasca-serangan 11 September 2001. Serangan dilakukan dengan menembakkan lebih dari 100 rudal dari berbagai anjungan (platform).
Kekuatan AS
Tulang punggung alutsista AS yang dikerahkan untuk serangan ke Suriah adalah pengebom era Perang Dingin B-1B Lancer. Ada dua B-1B yang digunakan dalam serangan Sabtu lalu. Rudal yang ditembakkan dari pengebom bermesin empat ini adalah dari jenis JASSM. Ada 19 rudal JASSM yang ditembakkan B-1B. Rudal ini punya hulu ledak berbobot 450 kilogram dan berjelajah 370 kilometer, yang berarti B-1B juga tidak perlu memasuki wilayah udara Suriah dan menghindari ancaman sistem pertahanan udaranya.
Sebagai pendukung kekuatan utama serangan, AS tidak semata mengerahkan pesawat pengebom, tetapi juga kapal penjelajah berpeluru kendali dan kapal perusak, serta kapal selam.
Ada tiga kapal perang dan satu kapal selam ambil bagian dalam serangan ke Suriah. Jenis alutsista yang diluncurkan anjungan ini adalah rudal jelajah Tomahawk. Rudal buatan Raytheon ini per buahnya berharga 1,4 juta dollar AS (Business Insider, 14/4/2018).
Kapal penjelajah seperti USS Monterey meluncurkan 30 Tomahawk dari Laut Merah, sementara kapal perusak USS Laboon meluncurkan tujuh. Sebanyak 23 rudal Tomahawk juga diluncurkan dari kapal perusak USS Higgins dari Teluk Arab Utara dan 6 rudal lainnya diluncurkan dari kapal selam penyerang USS John Warner dari Laut Tengah (CNN, 14/4/2018).
Rudal jelajah Tomahawk memiliki jelajah hingga 2.500 kilometer. Rudal berhulu ledak seberat 400 kilogram ini juga digunakan AS setahun silam setelah rezim Suriah dilaporkan menggunakan senjata kimia. Tomahawk dirancang untuk terbang sangat rendah dan meluncur menggunakan sistem pengarah yang ada pada dirinya. Kehebatan lain rudal ini adalah rudal tersebut bisa diubah arahnya di tengah jalan melalui komunikasi dengan pengendalinya.
Dukungan Inggris
Kali ini Inggris mengerahkan empat jet penyerang Tornado GR4. Tornado GR4 adalah fase paling akhir dari pengembangan Tornado yang berkecepatan maksimum Mach 1,3 ini. Jet yang sudah beraksi di Perang Teluk, Libya, dan Afghanistan ini punya kemampuan mengangkut berbagai tipe senjata, seperti bom berpengarah laser/GPS Paveway II, III, dan IV.
Jet Inggris ini lepas landas dari Pangkalan AU Inggris di Akrotiri, Siprus. Rudal yang diluncurkan dari Tornado adalah rudal jelajah penyerang bernama Storm Shadow (Bayangan Badai) yang juga dikenal sebagai penghancur bungker (bunker busting) (CNN, 14/4/2018).
Menurut pejabat Pentagon, Tornado total meluncurkan delapan rudal Storm Shadows yang untuk jenisnya dianggap sebagai rudal yang paling canggih. Senjata yang dikategorikan sebagai ”senjata penyerang jantung lawan” ini oleh MBDA System, selaku pembuatnya, dirancang untuk memenuhi tuntutan serangan terhadap sasaran tetap bernilai tinggi.
Pada serangan kali ini, Perancis masih mengerahkan jet tempur Rafale dan Mirage 2000 yang dimiliki AU Perancis yang dikenal dengan nama L’Armee de l’Air dan memiliki 212 buah jet ini. Rafale yang merupakan jet tempur serba guna digunakan untuk pengintaian, dukungan darat dan serangan udara. (Daily Mail, 14/4/2018). Jet-jet Perancis total meluncurkan sembilan rudal ke sasaran di Suriah.
Selain Rafale dan Mirage, Perancis juga mengerahkan fregat multimisi Aquitaine yang menembakkan tiga rudal jelajah. Fregat multimisi adalah di antara jenis terbaru dalam armada AL Perancis dan dipersenjatai dengan rudal jelajah MdCN (Missile de Croisiere Naval) dengan setiap kapal memiliki 16 tabung peluncur rudal. Jelajah MdCN masih dirahasiakan, tetapi pabriknya menyebut ”sangat jauh”. Situs industri memperkirakan jelajah rudal ini sekitar 1.000 kilometer.
Pelajaran
Serangan AS dan sekutu dekatnya seperti menegaskan bahwa penggunaan senjata kimia tidak bisa ditoleransi dan untuk itu sumber daya senjata kimia Suriah harus dilumpuhkan. Serangan dilakukan secara terbatas, tetapi presisi dengan kombinasi alutsista mutakhir.
Dari sisi alutsista yang dipergunakan, pengebom B-1B dan jet Tornado yang dikonsepsikan sejak tahun 1970-an, boleh jadi terdengar datang dari era masa lalu, tetapi alutsista yang sebagian akan dipensiunkan itu tampak masih memperlihatkan efektivitasnya. Selain itu, taktik yang dipergunakan juga mengingatkan pada perang-perang modern yang dimulai dengan Perang Teluk di mana penggunaan rudal amat dominan.
Penggunaan rudal jelajah penyerang jarak jauh, selain masih efektif, juga membebaskan pilot pesawat penyerang dari ancaman sistem pertahanan udara Suriah yang boleh jadi sudah diperkuat alutsista pertahanan udara mutakhir dari Rusia.
Di luar perang mutakhir yang juga diwarnai oleh perang siber, penggunaan kekuatan konvensional terbukti masih bisa menjadi alat penghukum yang demonstratif.