Cucu Tukang Masak yang Melepaskan Rakyat dari Garis Kemiskinan
Keterbukaan (glasnost) didengungkan Presiden Mikhail Gorbachev sejak 1985 di Uni Soviet. Ini menyebabkan Tembok Berlin yang berdiri 1961 rubuh pada 9 November 1989. Rentetannya, Uni Soviet pun bubar. Vladimir Vladimirovich Putin seorang personel KGB (kini FSB) saat itu bertugas Dresden (bagian Jerman Timur). Dia salah satu yang merasa paling kehilangan Uni Soviet.
Putin kembali ke Saint Petersburg, kota asalnya. Nasibnya ada di tangannya sendiri. Di Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB-Komite Keamanan Negara), Putin membidangi urusan internasional.
Bertahun-tahun kemudian Putin melihat dirinya ada di negara yang merosot di antara bangsa-bangsa besar. Di Barat ada Jerman yang dulu pernah menginvasi, di Selatan ada China sesama komunis tetapi rival.
Glasnost berlanjut. Di permukaan ada aura reformasi dan janji kemakmuran, tetapi tidak demikian kenyataannya. Rusia, dulu bagian Uni Soviet, menyajikan kisah para ibu yang mengolah hidangan di dapur yang memprihatinkan karena kemiskinan akut. Kualitas kehidupan Rusia merosot.
Di bawah Presiden Boris Yeltsin (1991 – 1999), Rusia beranjak kian melemah.
Di bawah Presiden Boris Yeltsin (1991 – 1999), Rusia beranjak kian melemah. Kualitas angkatan bersenjata menurun drastis. Tentara pernah tidak gajian karena kas negara habis, terutama di awal glasnost.
Ekonomi merosot. Dari produksi domestik bruto (PDB) Rusia sebesar 506,5 miliar dollar AS pada 1989 turun menjadi 195,9 miliar dollar AS pada 1999, berdasarkan data Bank Dunia.
Oligarki perampok (robber barons-istilah BBC) bermunculan. Kelompok ini mengalihkan kekayaan minyak dan gas negara menjadi milik pribadi. Kepemilikan kekayaan di Rusia saat itu termasuk paling timpang di dunia.
Lebih dari 40 persen PDB dikuasai 8 orang oligarki yang memiliki hubungan dan diapresiasi Barat, termasuk Amerika Serikat. “Ketimpangan menjadi masalah,” demikian Vladimir Yakunin, mantan Wakil Menteri Perhubungan Rusia dan juga mantan staf KGB serta tetangga Putin di Saint Petersburg.
Mikhail Khodorkovsky pernah diwawancara BBC dalam siaran 2 Juni 2016. Bagaimana dia, salah satu dari oligarki, menumpuk kekayaan. Dia mengatakan ada kesempatan di era reformasi yang memberi kesempatan padanya dan para oportunis lain. “Walau hal ini tidak menjadi justifikasi yang sangat baik,” kata Khodorkovsky.
Korupsi marak
Saat bersamaan para birokrat turut memperkaya diri. Keadaan sosial ekonomi memburuk. “… Ekonomi Rusia kacau bukan karena reformasi tetapi akibat korupsi dan birokrasi,” demikian dituliskan Anders Aslund di situs Foreign Affairs edisi September/Oktober 1999. Aslund adalah ekonom Swedia yang menjadi staf peneliti di Carnegie Endowment for International Peace dan menulis buku “How Russia Became a Market Economy."
Praktik aji mumpung menyergap para oligarki dan juga birokrat seolah-olah kesempatan memperkaya diri tidak akan ada lagi esok hari. Rakyat kebanyakanlah yang menjadi korban dari semua ini.
“Mereka juga ingin memecah kita (Rusia) seperti Yugoslavia.”
Anzhelika Zabalueva, ibu tiga anak asal Sakhlain, menuturkan derita ekonomi di era Yelstin kepada Andrey Kondrashev, salah satu presenter terkenal televisi Rusia. Ini muncul dalam sebuah film dokumenter pada Maret 2018. Derita serupa mendera banyak warga Rusia. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, membenarkan keabsahan film dokumenter ini.
Kekacauan ekonomi dan sosial diperparah adanya ancaman separatisme yang juga merebak saat bersamaan. Saat itu Yugoslavia pecah di awal dekade 1990-an. “Mereka juga ingin memecah kita (Rusia) seperti Yugoslavia,” demikian Putin mengenang kisah pahit di awal dekade 1990-an. Kata “mereka” dalam ucapan Putin ini merujuk pada Barat.
Figur tak dikenal
Di tengah kekacauan segala aspek di Rusia selama 10 tahun (1989 - 1999), itu, Putin sibuk mengejar karir dengan caranya sendiri. Dia menjabat Wali Kota Saint Petersburg dan mengambil gelar doktor ekonomi. Barat menuduh disertasinya sarat plagiarisme (The Washington Post, 18 Maret 2014).
Namun dia tidak pernah lupa kehebatan KGB dan menjaga relasi dengan sesama mantan anggota KGB. Di era ini dia tidak dikenal kecuali oleh orang Jerman di Hamburg, kota kembaran Saint Petersburg.
Ketika Putin menjadi penjabat presiden menggantikan Yeltsin di tahun 2000, Barat mencari tahu siapa itu Putin. Informasi tentang dia belum banyak kala itu. “Dia tidak pernah memberi pidato dengan retorika,” demikian Sir Roderic Lyne, Duta Besar Inggris untuk Rusia periode 2000–2004.
Pria kelahiran 7 Oktober 1952 ini memang bukan dari keluarga elite serta bukan politisi terkenal pada awalnya, apalagi kaliber dunia. Ayahnya, Vladimir Spiridonovich Putin, seorang tentara komunis. Ibunya, Maria Ivanovna, kewalahan menghidupi anak-anaknya saat suami maju ke medan perang saat agresi Jerman terjadi.
Akan tetapi jiwa patriotisme tampaknya tertanam di benak Putin. Dia bangga mengenang kakek dari garis ayah, Spiridon Putin, yang pernah menjadi ahli masak untuk pemimpin Uni Soviet, Vladimir Lenin dan Joseph Stalin.
Pengaruh karirnya di KGB membuat Putin jadi kerap mengenang kebesaran Uni Soviet. Putin pun selalu was-was jika negara-negara pecahan Uni Soviet lebih mendekat ke Uni Eropa. Ini termasuk hal yang selalu mengkhawatirkannya, yakni jika Rusia akan tersungkur di bawah pengaruh Barat, dan kemudian didikte.
Dia dididik di keluarga serba kurang secara ekonomi tetapi harmonis.
Ucapan Presiden Georgia, Mikheil Saakashvili (2004 – 2013), memperlihatkan Putin yang tidak senang jika negara-negara pecahan Soviet berubah menjadi pro-Barat. Akan tetapi psikologi massa menunjukkan antusiasme negara-negara pecahan Uni Soviet yang relatif cenderung pro-Barat. “Putin menjanjikan bantuan yang pasti didapat, sementara Barat hanya janji,” demikian Saakashvili mengenang bujukan Putin.
Dalam kehidupan sehari-hari Putin menyukai atmosfer Rusia, yang menurutnya sarat kepedulian, cintai damai dan bangga sebagai warga Rusia. Dia dididik di keluarga serba kurang secara ekonomi tetapi harmonis. Ini dia tularkan pada keluarganya sendiri. Rusia yang harmonis pun menjadi bayangan kuat bagi dirinya. “Cintai ibu pertiwimu,” kata Putin.
Sayangnya Putin pada 2013 bercerai dengan istrinya, Lyudmila Putin (The Washington Post, 6 April 2017). Mereka dikaruniai dua putri, yakni Mariya Putina dan Yekaterina Putina, yang menurut Putin tidak tertarik dengan pemerintahan.
Meski demikian Putin mengemban tugas kenegaraan dengan falsafah serupa: kesatuan, harmonis dan bangsa yang punya martabat. Di era Yeltsin dia melihat karakter ini hilang atau memudar.
Menuju presiden
Dalam karir, secara perlahan Yeltsin semakin dekat dengan Putin. Ini terjadi terutama sejak dia pindah ke Moskwa pada 1996 untuk karir politik. Karirnya tergolong cepat melejit termasuk menjadi Direktur FSB (dulu KGB). Dan waktu telah matang untuknya menjadi pemimpin dengan segala langkah dan karir yang diam-diam dia tata bersama lingkaran lama KGB.
Kemunculannya agak misterius dan mengherankan karena begitu cepat. Sergei Pugachev, mantan Senator Rusia, sudah mengenal Putin sejak 1992 saat tinggal bersama di St Petersburg. Pugachev mengatakan Putin tidak siap menggantikan Yeltsin yang sakit-sakitan. Saat itu namanya telah mulai mencuat.
Singkatnya Yeltsin mengundurkan diri pada 31 Desember 1999. Pilihannya jatuh pada Putin, yang tidak dikenal khalayak, apalagi dunia. Hanya dalam tempo tiga tahun sejak pindah ke Moskwa, nama Putin membubung tinggi.
“Putin orang sederhana. Dia tidak akan bicara jika tidak diminta. Namun begitu ada kesempatan baginya berbicara, artikulasinya sangat jelas,” kata Valentin Yumashev, Ketua Kantor Eksekutif Presiden di era Yeltsin yang juga menantu Yeltsin. Energik dan berusia muda. Ini memenuhi kriteria yang diinginkan Yeltsin.
Putin juga seorang lulusan fakultas hukum dari Universitas Leningrad di St Peterburg (dulu bernama Leningrad). Sebelum menjadi Presiden pada 2000 karirnya sudah menanjak dan menjadi salah satu perdana menteri di bawah Yeltsin.
Hal ini membuatnya semakin sering bertemu Yeltsin, terutama saat rencana serangan ke Chechnya yang didukung Putin. Kemelut Chechnya yang kaya minyak di wilayah Kaukasia pada periode 1994 – 1996 menjadi salah satu yang mendekatkan Yeltsin pada Putin.
Khodorkovsky menyebutkan, Putin adalah bagian dari lingkaran kekuasaan di Kremlin, yang didominasi para mantan petinggi KGB. Khodorkovsky menyebut kelompok ini sebagai “jaringan kriminal” dalam wawancara dengan BBC pada 15 Maret 2018.
Lingkaran ini peduli pada kebesaran Rusia. Dan tentu rakyat yang membenci oligarki malah menyukai Putin, apa pun yang terjadi di balik semua perkembangan karirnya.
Kehidupan berubah
Jadilah Putin menjadi Presiden sejak 2000 berlanjut hingga 2008. Dalam wawancara saat pertama kali menjadi Presiden, Putin terlihat sangat siap menjalani tugas barunya. Tidak ada nuansa gugup di raut wajahnya. Putin bahkan mengatakan telah mengamati Rusia yang melemah di antara bangsa-bangsa. “Negara memerlukan rekonstruksi,” katanya.
Baginya dunia ini sarat dengan persaingan bangsa-bangsa. Di sisi lain dia ingin Rusia tersambung kembali dengan Barat. Sikap saling respek dan tidak menganggu dan membangun diri masing-masing lewat kolaborasi.
Mulai 2002 Putin menasionalisasi kekayaan minyak yang sempat beralih cepat ke tangan swasta dan dikuasai oligarki.
Namun, relasi baik dengan Barat ini tidak terwujud. Dia semakin paranoid pada Barat dengan makin mendekatnya Ukraina, Georgia, dan negara-negara pecahan Soviet ke Uni Eropa. “Hal ini menggelisahkan Rusia yang sejak lama selalu gelisah pada Barat. Saya bisa memahami ini dengan membayangkan perasaan Inggris seandainya Irlandia atau Wales merdeka,” kata Menteri Luar Negeri Inggris periode 2001-2006, Jack Straw.
Namun di dalam negeri, Putin berjaya. Mulai 2002 Putin menasionalisasi kekayaan minyak yang sempat beralih cepat ke tangan swasta dan dikuasai oligarki. Kisah Mikhail Khodorkovsky, dulu sempat masuk daftar orang paling kaya dunia, menjadi saksi bagaimana Putin membuat negara menguasai kembali kekayaan negara.
Bagi Putin, kaum oligarki yang akrab dengan Barat, ini, bukan saja menjadi kaya raya tetapi juga mencoba memasuki politik bahkan berniat menjadi presiden dalam pemilu 2004. Khodorkovsky kelahiran Moskwa 1963 menjadi jubir tidak resmi kaum oligarki.
Perseteruan Putin versus oligarki menjadi salah satu warna utama politik Rusia di awal kepresidenan Putin. Berkat upaya mantan senator Rusia, Sergei Pugachev, diadakanlah pertemuan mereka dengan Putin dimana Khodorkovsky mewakili oligarki.
Pertemuan bertujuan menjalin kolaborasi jaringan bisnis dengan pemerintah pimpinan Presiden Putin. Presiden Putin menyadari oligarki sudah memasuki sendi pemerintahan begitu dalam. Akan tetapi pertemuan itu menjadi titik balik pemberangusan oligarki.
“Setiap tahun ada korupsi sebesar 30 miliar dollar AS,” kata Khodokovsky yang kini menjadi warga Swiss seperti disebutkan dalam film documenter BBC tersebut. Khodorkovsky salah menebak siapa itu Putin, yang sudah lama mencurigai sepak terjang oligarki. Ucapannya itu disebutkan telah menghilangkan kepercayaan dari Putin.
Saya kira tema kita soal korupsi pada pertemuan ini seharusnya mencakup korupsi dari pihak swasta.
Khodorkovsky berlagak seperti pimpinan dan penguasa kekayaan negara. Khodorkovsky kemudian mengakui tidak paham siapa Putin dan menyesali bahwa dia kurang taktis.
Pada pertemuan itu Putin balik berkata. “Saya kira tema kita soal korupsi pada pertemuan ini seharusnya mencakup korupsi dari pihak swasta. Bagaimana Anda bisa memiliki semua kekayaan, termasuk kepemilikan minyak dan gas. Bagaimana Yukos memiliki semua ini?” demikian Putin menyinggung tentang Yukos, perusahaan migas milik Khodorkovsky, pada pertemuan itu.
Mikhail Kasyanov, Perdana Menteri Rusia (2000-2004) mengatakan, Putin tahu semua hal soal oligarki dan tahu rencana mereka, yang ingin menguasai politik Rusia.
“Orang ini kacau, dia tidak membayar apapun, mari kita sita semua miliknya,” demikian Putin kepada Pugachev tentang Khodorkovsky, yang kemudian dipenjarakan dan baru bebas pada 2014.
Saat memberangus oligarki, Dubes Inggris Sir Roderic Lyne mengatakan sempat ada kebingungan sebab tindakan itu bisa mengganggu relasi dengan Barat, yang mendukung Khodorkovsky. Akan tetap Putin bukan orang ragu. “Seperti peribahasa Rusia, ‘lakukan sesuatu yang kamu yakini dan niatkan, jangan ragu,” kata Putin kepada Vesti News.
Kemakmuran berkembang
“Warga Rusia yang tidak suka oligarki menyukai langkah Putin,” kata Lyne. Di bawah Putin situasi kehidupan berubah total. Pembangunan berjalan di hampir semua wilayah. “Reformasi ekonomi berjalan kecuali sektor gas,” kata Kasyanov. “Dia setuju mereformasi semua bidang kecuali sektor gas. … Dan dia memberikan independensi sepanjang tidak mencampuri urusan kepresidenan,” kata Kasyanov.
Menggelegarlah kekuasaan Putin hingga berlanjut ke tahun 2008. Pada 2009 berdirilah BRIC yang kemudian menjadi BRICS, beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan (masuk 2010).
BRICS menjadi simbol pergeseran kekuatan ekonomi global, yang selama ini didominasi AS dan Eropa, serta Jepang. Kekuatan ekonomi BRICS membuat tekanan Barat secara ekonomi bisa teratasi. Rusia bahkan meneken kerja sama ekonomi dengan China khususnya ekspor energi.
Saat BRICS berdiri Putin sudah tidak lagi menjabat Presiden. Dia digantikan Dmitry Medvedev, Perdana Menteri Rusia waktu itu yang sama-sama berasal dari St Petersburg. Ini karena jabatan presiden Rusia dibatasi dua kali dan setiap periode berlangsung 4 tahun.
Akan tetapi Putin punya akal. Dia tidak seperti Presiden China Xi Jinping yang mengubah batasan masa jabatan kepemimpinan China, dari dua periode menjadi tak terbatas pada dua periode saja.
Putin memilih cara lain. Dia mundur dulu dan bertukar jabatan dengan Medvedev. Putin menjadi Perdana Menteri Rusia, Medvedev menjadi Presiden.
Setelah masa jabatan Medvedev sebagai Presiden Rusia selesai pada 2012, Putin kembali menjabat Presiden pada 2012 – 2018 lewat pemilu, yang dia menangi secara mudah. Putin lalu memperpanjang masa jabatan presiden dari 4 tahun menjadi 6 tahun.
Jadilah Putin menjadi presiden hingga 2018 sejak 2012. Karena Putin menang lagi pada pemilu Maret 2018 lalu, dia pun masih akan menjabat hingga 2024.
Kritikan muncul terutama dari Barat. Hillary Clinton menyebutnya sebagai seorang KGB yang tidak punya hati. Senator AS John McCain menyebutnya sebagai “killer”. Nama Putin pun masuk dalam daftar Panama Papers, sebuah dokumen tentang penyembunyian aset.
Di dalam negeri, mantan juara catur dunia asal Rusia, Garry Kasparov, menyebut Putin sebagai diktator. Situs CNN menyebut Putin sebagai orang paling kuat di dunia dan ditakuti.
Jubir Kremlin membantah semua tuduhan Barat, termasuk membantah pembunuhan Alexander Litvinenko, eks KGB yang melarikan diri ke Inggris. Putin sendiri menyatakan bahwa dia bukan seorang yang susah memaafkan, tetapi dengan jelas dia sebutkan sangat membenci para pengkhianat bangsa.
Populer di mata rakyat
Barat tidak sepandangan dengan warga Rusia yang berulangkali memilih Putin di pemilu. “Warga menyukai tindakan Putin,” kata mantan Dubes Inggris. Putin dipercayai rakyat.
Pada 19 Maret kantor berita Reuters menuliskan artikel tentang alasan di balik popularitas Putin dan ditulis John Lloyd, salah satu pendiri dan peneliti di Reuters Institute for the Study of Journalism di University of Oxford. Lloyd adalah juga seorang editor di surat kabar The Financial Times.
Popularitas Putin adalah sebuah misteri bagi Barat.
Dituliskan, kemenangan Putin pada pemilu Maret 2018 diraih dengan 77 persen suara. Pesaing terdekatnya, Pavel Nikolayevich Grudinin, hanya meraih 11 persen suara. Pesaing berikutnya, Vladimir Volfovich Zhirinovsky, meraih 5 persen lebih. Dan Ksenia Sobchak, tokoh liberal, meraih kurang 2 persen.
“Popularitas Putin adalah sebuah misteri bagi Barat,” demikian Lloyd. Tidak terpikirkan, dari sudut pandang Barat, bagaimana Putin begitu disukai rakyat.
Seorang penyelenggara veteran jajak pendapat Rusia dan Ketua Levada Center, Lev Gudkov, juga memperlihatkan kehebatan Putin dalam popularitas di mata rakyat. Warga Rusia tampaknya tidak terlalu perduli dengan demokrasi. Mereka menghargai stabilitas, sebagaimana dikatakan komentator politik Rusia, Andrei Kolesnikov.
“Bahkan musuh Putin mengakui kalah populer dari Putin,” demikian Elena Chernenko, editor internasional Kommersant, media Rusia seperti dikutip The New York Times, 13 Maret.
Lepas dari kemiskinan
Dalam pidato kemenangannya pada Maret 2018, Putin dengan bangga menyatakan pada tahun 2000 ada 42 juta warga Rusia yang hidup di bawah garis kemiskinan, atau 30 persen dari jumlah penduduk. Pada 2012 persentase itu turun ke 10 persen. Sekarang tinggal 20 juta warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. “Namun jumlah warga di bawah garis kemiskinan itu masih banyak walau sudah menurun,” kata Putin, yang memimpin negara berpenduduk 144 juta.
Memang salah jika Rusia ditilik dari sudut pandang Barat semata. Bagi rakyatnya, Putin adalah pahlawan. Putin membuktikan dia menyayangi rakyat. Ada fakta kuat fakta soal ini dan menjadi salah satu dasar kepercayaan rakyat pada Putin.
Ketika tahun 2000 kapal selam Rusia bertenaga nuklir tenggelam di Laut Barents, dekat kota Murmansk. Keluarga putus asa dan sangat marah pada pemerintah. Putin memutuskan datang walau disambut kemarahan oleh para keluarga awak kapal yang tenggelam. Selama 160 menit dia menghadapi keluarga yang marah dan kemudian berakhir dengan baik.
“Saya akan mengangkat kapal selam itu,” demikian Putin menjanjikan, walau hampir semua pakar Rusia menyimpulkan mustahil kapal selam itu bisa diangkat. Putin tidak mundur. Dia sudah berkomitmen pada rakyatnya. Kapal selam berhasil diangkat pada 8 Oktober 2001. Putin menyajikan fakta.
Dan sejak berkuasa mulai 2000 dia memang berhasil mengangkat harkat Rusia. Kota-kota di Rusia kini bersinar dengan geliat pembangunan. PDB Rusia pada 2016 menjadi sebesar 1.283,20 miliar dollar AS.
Di tengah kritikan Barat, Putin berhasil membangkitkan Rusia setidaknya secara ekonomi. Dan pada 2017 Presiden AS Barack Obama pernah mengatakan, “Saya tidak menyepelekan Putin.”
Dan pada 2014 Putin menyebut Obama sebagai Presiden yang saksama memikirkan sesuatu.
Oliver Stone seorang penulis AS dan juga sering bertemu untuk mewawancarai Putin. “Saya tidak berpihak pada Putin tetapi saya melihat sisi kemanusiaannya. Dia memiliki respek. Kita mungkin harus memahami sudut pandang Rusia,” kata Stone kepada stasiun televisi CBS, 12 Juni 2017.
(REUTERS/AP/AFP)