Meskipun sering dikejar-kejar petugas ketertiban, pedagang kaki lima yang menjual makanan sebenarnya membantu perekonomian lokal. Penjualnya hidup dari berdagang makanan, sedangkan pembelinya yang rata-rata pegawai kantor bisa mendapatkan makan siang murah dan cukup sehat.
Di Kuala Lumpur, misalnya, terlihat sejumlah pegawai kantor mengantre untuk dilayani di warung makan Masidah Jais (58) yang dibantu lima anaknya. Warung makannya terkenal karena menjual ikan pedas dengan bumbu yang sangat kuat dan enak.
Tak hanya di warung Jais, warung-warung makan pinggir jalan lainnya di Kuala Lumpur juga dijejali ratusan pegawai yang kelaparan pada siang hari. ”Tanpa izin, kami sebenarnya takut membuka warung seperti ini. Namun, bagaimana lagi? Situasi sulit,” kata Jais.
Tanpa izin, kami sebenarnya takut membuka warung seperti ini. Namun, bagaimana lagi? Situasi sulit,
Jais yang menjadi pedagangan makanan kaki lima selama lebih dari 20 tahun adalah bagian dari ekonomi informal yang penuh semangat di Asia, dengan tradisi ekonomi dan budaya yang panjang. Kini mereka terancam karena area urban terus tumbuh dan kehidupan makin modern. Ketika kota-kota di Asia menjadi lebih internasional dan menarik investasi asing, pedagang kaki lima atau pedagang di pinggir jalan terlihat makin meningkat dan dinilai menghambat kemajuan.
Ajay Suri, penasihat dari Cities Alliance—kemitraan global untuk mengurangi kemiskinan di perkotaan yang berbasis di New Delhi—mengatakan, pedagang kaki lima sering dilihat sebagi pelaku okupasi ruang publik. Bill Vorley, dari Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan yang berbasis di Inggris menyampaikan, di area urban seperti di perempatan jalan, pedagang kaki lima dikritik karena meluber ke jalanan dan memenuhi trotoar. Mereka juga dinilai tak membayar pajak, tidak taat aturan dan apa yang dijual dinilai tak sehat.
Hanya sedikit kota di Asia yang mengatur pedagang kaki limanya. Namun, pedagang kaki lima mulai terlihat bersih di beberapa area di Bangkok (Thailand), Jakarta (Indonesia), Hanoi dan Ho Chi Minh City (Vietnam), serta Mumbai (India) sejak tahun lalu.
Seperti ada upaya agar kota-kota rapi seperti Singapura. Maka, sisi-sisi jalan harus dikosongkan
Selama berlangsung penggusuran pedagang kaki lima, perlengkapan mereka sering disita atau dirusak. Dalam beberapa kasus, pedagang kaki lima mengalami kekerasan. Dagangan mereka hancur porak poranda.
”Kami melihat ada tindakan keras terhadap pedagang kaki lima di kota-kota besar,” ujar Sarah Orleans Reed, Koordinator WIEGO, organisasi nonprofit di Bangkok yang mendampingi pekerja informal. ”Seperti ada upaya agar kota-kota rapi seperti Singapura. Maka, sisi-sisi jalan harus dikosongkan.
Sejak beberapa dekade berlalu, pedagang kaki lima memainkan peranan krusial dalam perkembangan area urban di Asia dan menjadi bagian penting dari perekonomian lokal. ”Pasukan” penjaja jalanan ini menarik wisatawan, membantu warga agar tak boros berkat barang mereka yang cukup bagus dan makanan yang murah serta cukup sehat.
Bermacam barang
Pedagang kaki lima tak hanya menjual makanan segar, tetapi juga bermacam-macam seperti rokok, kartu selular, barang elektronik, hingga kerajinan tangan. Mereka biasanya menggunakan mobil van, sepeda motor, becak, sepeda, gerobak, meja dan kursi, atau kadang-kadang menggelar kardus di atas trotoar.
Beberapa pedagang kaki lima biasanya membayar sejumlah uang kepada pejabat lokal untuk mendapatkan izin beroperasi. Namun, kebanyakan mereka beroperasi tanpa izin.
Karena berada di antara celah regulasi, mereka sering dirampok atau menjadi target pemerasan oleh petugas yang korup. Di sisi lain, para pedagang harus menghadap ancaman penyitaan dan perlakukan semena-mena.
”Tak ada seorang pun suka melihat kemiskinan yang dipertontonkan,” papar Alison Brown, profesor perencanaan urban dan pembangunan internasional di Universitas Cardiff di Wales, yang mempelajari pedagang jalanan selama hampir 20 tahun. ”Dalam sejarah urbanisasi modern, kami mendapat banyak contoh pemindahan dan pengusiran warga miskin."
”Beberapa pejabat pemerintah juga tidak mengizinkan warga berkumpul di ruang publik karena khawatir mereka menjadi pendukung kelompok oposisi,” tutur Brown.
Sejak beberapa dekade lalu, pedagang kaki lima memainkan peranan krusial dalam perkembangan area urban di Asia dan menjadi bagian penting dari perekonomian lokal. ”Pasukan” penjaja jalanan ini menarik wisatawan, membantu warga agar tak boros berkat barang mereka yang cukup bagus dan makanan yang murah serta cukup sehat.