BEIJING, KAMIS - Modal investor global cenderung keluar dari pasar surat utang dan saham di negara-negara berkembang. Lembaga Institut Keuangan Internasional mencatat modal yang keluar itu mencapai 5,6 miliar dollar Amerika Serikat sejak pertengahan April lalu.
Sejumlah bursa utama di Asia ditutup turun cukup dalam pada perdagangan Kamis (26/4/2018). Indeks Shanghai Komposit dan Indeks Hang Seng masing-masing ditutup turun 1,38 persen dan 1,06 persen.
Penurunan itu didorong oleh merosotnya harga sejumlah saham teknologi. Rencana AS menyelidiki perusahaan teknologi China, Huawei, yang diduga melanggar sanksi atas Iran dan belum jelasnya hasil negosiasi dagang AS-China, ikut memengaruhi terjadinya tekanan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia juga mencatat penurunan lima hari berturut-turut. IHSG ditutup turun 2,7 persen ke level terendahnya sejak Oktober tahun lalu. Modal asing yang keluar dari pasar surat utang dan saham memberi tekanan lebih besar atas posisi nilai tukar rupiah. Rupiah berada di level terendahnya sejak Januari 2016.
Sementara itu, pasar saham Korea Selatan mencatat kenaikan 1,1 persen. Hal ini terjadi karena didorong kinerja Samsung Electronics yang keuntungannya mencapai rekor pada kinerja triwulan I-2018. Saham Samsung melonjak 3,5 persen, sementara saham SK Hynix melesat hampir 5 persen.
Ekonomi Korsel pada tiga bulan pertama tahun ini juga cukup prospektif. Produk domestik bruto Korsel naik 1,1 persen, tertolong pertumbuhan ekspor.
Tekanan pada mayoritas pasar-pasar keuangan di negara berkembang merupakan efek dari respons investor atas kenaikan imbal hasil surat utang AS, US Treasury. Mereka memilih mengalihkan aset keuangan seiring imbal hasil US Treasury 10 tahun yang naik dan menembus level 3 persen pada Rabu lalu.
Level itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2014. Imbal hasil ini mendorong kenaikan mata uang dollar AS di level tertingginya 3,5 bulan terakhir.
”Imbal hasil surat utang AS naik cukup cepat sejak pekan lalu dan hal itu berpengaruh pada toleransi risiko di negara berkembang. Jika imbal hasil bertahan di level 3 persen, toleransi itu akan kembali seperti semula. Namun, jika kenaikan imbal hasil berlanjut dengan cepat, pasti ada pengaruhnya lagi,” kata kepala strategis pasar negara berkembang SEB, Per Hammarlund.
Setelah mengalami masa yang buruk pada pekan lalu, pasar-pasar saham di Eropa, terutama Polandia dan Rusia, kemarin, dibuka menanjak. Kondisi bervariasi terlihat atas nilai tukar mata uang-mata uang di Eropa.
Mata uang Rusia, ruble, turun 0,7 persen dan menjadi yang paling anjlok kinerjanya dibandingkan dollar AS. Menjelang pertemuan bank sentral Rusia pada Jumat ini, diperkirakan otoritas keuangan Rusia menghentikan kebijakan moneter yang longgar di tengah kemungkinan penerapan sanksi-sanksi baru AS.
Bank Sentral Eropa (ECB) menyatakan akan mengamati secara saksama setiap perubahan, sebagai petunjuk untuk sewaktu- waktu mengakhiri kebijakan pembelian aset-aset 3,16 triliun dollar AS tahun ini. Kepala ECB Mario Draghi cukup dipusingkan dengan data yang menunjukkan pelemahan perekonomian di Eropa. Data itu cukup membuat khawatir para investor.