KUALA LUMPUR, KOMPAS -- Pemilu Malaysia diprakirakan akan membuat koalisi partai penguasa dan oposisi sama-sama dalam kesulitan. Kubu penguasa kesulitan membentuk pemerintahan karena kekurangan kursi mayoritas di parlemen. Sementara oposisi tidak mendapat cukup kursi untuk memenangi pemilihan.
Direktur Program Merdeka Center Malaysia Ibrahim Suffian mengatakan, memang ada perubahan kecenderungan sejumlah pemilih tentang pilihan mereka. Walakin, jumlahnya belum cukup untuk membuat kubu oposisi memenangi pemilu. Jumlah pemilih yang diprakirakan mengalihkan dukungan ke oposisi tidak cukup melonjakkan perolehan kursi oposisi di parlemen.
"Pemilu ke-14, seperti pemilu- pemilu sebelumnya, masih tetap ditentukan pemilih Melayu. Total suara pemilih Melayu setara 120 kursi dari 222 kursi parlemen," kata Ibrahim, Jumat (27/4/2018), di Kuala Lumpur, Malaysia.
Porsi jumlah pemilih Melayu mencapai 62 persen. Dalam serangkaian survei, ditemukan 7,9 persen pemilih beralih mendukung oposisi. Padahal, kelompok oposisi Pakatan Harapan membutuhkan pengalihan dukungan minimal 34 persen dari seluruh pemilih Melayu. "Pakatan butuh 100 kursi di Malaysia Barat (wilayah semenanjung) untuk memenangi pemilu. Sekarang, paling banyak mereka mendapatkan 20 persen dari seluruh pemilih Melayu," ujar Ibrahim.
Sementara kelompok oposisi Harapan, yang dimotori Partai Islam Malaysia (PAS), ditaksir hanya mendapat maksimal 27 persen dari seluruh pemilih Melayu. Untuk bisa menjadi penentu koalisi pembentukan pemerintah, Harapan harus mendapatkan dukungan minimal dari 39,5 persen pemilih Melayu.
"Mereka hanya menggarap pemilih Melayu, tidak mengambil suara kelompok lain," kata Ibrahim.
Dengan fakta itu, diprakirakan koalisi partai pendukung pemerintah atau Barisan Nasional (BN) akan tetap berkuasa. BN harus mendapat 95 dari 166 kursi yang diperebutkan di wilayah Semenanjung Malaysia. Sisanya didapat dari Sabah dan Serawak.
Kursi minimal yang harus dikejar BN di Semenanjung setara 47,5 persen suara pemilih Melayu. Kini, BN diproyeksikan mendapat sedikitnya 53 persen suara pemilih Melayu.
Dalam konstitusi Malaysia, partai atau koalisi partai dapat membentuk pemerintahan jika menguasai minimal 112 kursi parlemen. Pimpinan koalisi mayoritas itu dapat menjadi kepala pemerintahan atau perdana menteri, seperti Najib Razak sekarang. PM harus meletakkan jabatan jika kehilangan dukungan mayoritas di parlemen atau parlemen bubar.
Skenario koalisi BN
Kepala Analis Sosial Politik Penang Institute, Wong Chin Huat, menyebutkan bahwa ada beberapa skenario hasil pemilu 2018. Pada seluruh skenario itu, BN menang. Sementara oposisi terpecah antara Harapan dan Pakatan.
Di masa lalu, Pakatan dan Harapan bergabung dalam kelompok Pakatan Rakyat. Di tengah perjalanan, PAS memisahkan diri dari Pakatan, lalu membentuk koalisi Harapan. Sementara sisa Pakatan Rakyat bergabung dengan Partai Pribumi Bersatu bentukan mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad.
Selepas berpisah dari Pakatan, PAS lebih mudah berkomunikasi dengan BN. Karena itu, BN lebih mungkin berkoalisi dengan Harapan dibandingkan dengan Pakatan.
"Ada skenario BN harus berkoalisi dengan partai lain setelah pemilu ke-14. Dalam skenario ini, pemerintahan bisa berbulan-bulan tidak terbentuk. Di negara-negara lain, keadaan ini pernah terjadi," tutur Wong Chin Huat.
Ia mengaku khawatir dengan ide itu. Sebab, kondisi itu akan membuat BN menerima syarat-syarat yang diajukan Harapan. Selama ini, PAS yang menjadi motor Harapan selalu secara terbuka menggunakan isu sektarian. "Mereka pernah mengafirkan UMNO (partai utama di BN). Mereka menyebut, memilih UMNO sama saja menjadi kafir," kata Wong Chin Huat.
PAS juga menggunakan rumah ibadah untuk tujuan politiknya. Mereka hanya menawarkan ide pemerintahan BN adalah penerus penjajah kafir. Sebab, BN masih memakai hukum warisan kolonial. "Memakai hukum kolonial sama saja dengan penjajah dan kafir," ujar Wong Chin Huat, mengutip pandangan PAS.
Pemantau
Dalam maklumat KPU Malaysia disebutkan, sedikitnya 200.000 orang akan memantau pemilu Malaysia. Mereka terdiri dari para calon dan tim suksesnya serta petugas dari lembaga pemantau. Sebagian pemantau berasal dari perwakilan internasional.
KPU Malaysia secara khusus menerjunkan lebih banyak pemantau dan pengawas di daerah pemilihan yang diprediksi akan terjadi persaingan sengit. Hal itu untuk memastikan pemilu berjalan sesuai peraturan.
Ketua KPU Malaysia Hashim Abdullah menyatakan, Komnas HAM Malaysia tidak perlu ikut mengawasi proses pemilu. Seluruh tahapan dinyatakan sudah sesuai prosedur dan peraturan. Selain itu, tidak patut pula sesama lembaga yang anggotanya ditunjuk Raja Malaysia untuk saling mencampuri pekerjaan masing-masing.
KPU mendata sedikitnya 14 juta warga Malaysia mempunyai hak pilih dalam pemilu kali ini. Untuk mempunyai hak pilih dan dipilih, warga Malaysia harus berusia minimal 21 tahun. (Dilaporkan dari Kuala Lumpur, Malaysia)