Sejak 28 April lalu, 687 politisi perseorangan serta yang dicalonkan 20 partai nonkoalisi dan tiga koalisi besar mulai berkampanye dalam Pemilu Malaysia. Mereka berusaha mendapatkan suara 14,9 juta pemilih dalam rangka memperebutkan 222 kursi di parlemen. Pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada 9 Mei.
Hanya Barisan Nasional (BN), koalisi partai penyokong pemerintah, yang memiliki calon di seluruh daerah pemilihan. Pakatan Harapan, koalisi oposisi yang dipimpin mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, mengajukan calon di 191 dari total 222 dapil. Gerakan Sejahtera, koalisi oposisi yang dimotori Partai Islam Se-Malaysia (PAS), hanya memiliki calon di 158 dapil.
Partai-partai lain malah mengajukan calon lebih sedikit lagi. Bahkan, ada partai yang hanya mempunyai calon di negara bagian tertentu.
Mereka semua, secara resmi, hanya boleh berkampanye sampai 8 Mei 2018. Masa kampanye berakhir sehari sebelum pemungutan suara utama pada 9 Mei 2018. ”Ini adalah pemilu paling sengit dalam sejarah Malaysia,” kata Direktur Program Merdeka Center Ibrahim Suffian.
Di Malaysia, partai atau koalisi partai hanya bisa mengajukan satu calon anggota parlemen di setiap dapil. Calon dengan suara terbanyak di dapil akan menjadi anggota parlemen dari dapil tersebut. Dalam sistem ini, total suara nasional partai atau koalisi partai (popular vote) bisa jadi berbeda dengan jumlah perolehan kursi mereka di parlemen.
Dalam sejumlah jajak pendapat oleh Merdeka Center, persaingan sengit terjadi di hampir semua dapil. ”Hampir tidak ada dapil mudah, termasuk bagi BN yang sudah berkuasa sejak Malaysia merdeka enam dekade lalu,” kata Ibrahim.
Dalam pemilu kali ini, Pakatan diprediksi mendapat suara total atau popular vote paling banyak, lebih tinggi dari BN. Akan tetapi, sistem distrik membuat jumlah kursi BN tetap akan lebih banyak daripada perolehan kursi kubu oposisi.
Perolehan kursi akan menentukan pihak mana yang berhak membentuk pemerintahan. Di Malaysia, partai atau koalisi partai dapat membentuk pemerintahan jika menguasai minimal 112 kursi parlemen. Pemimpin koalisi mayoritas itu dapat menjadi kepala pemerintahan atau PM seperti Mohammad Najib Razak sekarang. PM harus meletakkan jabatan jika kehilangan dukungan mayoritas di parlemen atau parlemen bubar.
Ibrahim mengakui tidak bisa memperkirakan perolehan kursi pada pemilu 2018. Alasannya, pemilu kali ini terlalu kompleks.
Tudingan
Mahathir secara terbuka menuding BN mencurangi pemilu. Ia menyebut, BN mengatur agar dapil-dapil yang berpotensi dimenangi oposisi diisi lebih banyak pemilih dan cakupan wilayahnya lebih luas.
Sebaliknya, dapil-dapil yang diperkirakan akan dimenangi BN diisi sedikit pemilih dengan cakupan wilayahnya dipersempit. Tudingan itu dilontarkan setelah KPU Malaysia menetapkan peta dapil pemilu 2018.
Koalisi gerakan Bersih 2.0 dan Engage juga mengumumkan sejumlah keanehan. Koalisi itu menyebut 2,1 juta orang dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2018 tidak memiliki alamat. Lalu, ada 500.000 kasus pemilih beralamat sama. Mereka juga menyebut, ada 3.525 kasus pensiunan tentara dan polisi yang masih terdaftar sebagai pemilih di pemungutan suara awal yang berlangsung Sabtu ini.
Wakil PM Malaysia Ahmad Zahid Hamidi berkali-kali menyangkal tudingan bahwa BN dan KPU melakukan praktik yang disebut gerrymandering itu. Ia menyatakan tidak heran dengan apa yang disampaikan Bersih. ”Gerakan itu selama ini dekat dengan oposisi,” ujarnya.
Menurut dia, pemilu Malaysia diselenggarakan secara profesional. BN tidak melakukan kesalahan dengan membuat program-program yang menguntungkan warga. ”Semua pemerintahan pasti seperti itu, berusaha memberi kepada warga,” ujarnya.
Dalam maklumat KPU Malaysia disebutkan, sedikitnya 200.000 orang akan memantau pemilu Malaysia. Mereka terdiri dari para calon dan tim suksesnya serta petugas dari lembaga pemantau.
Melayu
Salah satu penerima manfaat paling banyak dari berbagai program bantuan adalah orang Melayu. Sebagai etnis terbesar, warga etnis ini akan berperan penting dalam pemilu 2018. Total suara pemilih Melayu setara 120 kursi dari 222 kursi parlemen. Porsi jumlah pemilih Melayu mencapai 62 persen. Sisanya dari pemilih Tionghoa, keturunan Asia Selatan, dan etnis lain.
Pemilih Melayu terbagi atas beberapa kelompok. Salah satu kelompok terbesar adalah pemilih Melayu di daerah permukiman yang dikembangkan Otoritas Pengembangan Lahan Federal (Felda). Di seluruh wilayah Felda, tersebar pemilih dengan jumlah suara setara 54 kursi parlemen.
”Secara tradisional, mereka adalah pendukung BN. Mereka menilai BN banyak berjasa pada Melayu dan khususnya pemukim Felda,” ucap Ibrahim.
Dalam berbagai pemilu, Felda dan Melayu perdesaan terbukti mendukung BN. Pada pemilu 2013, oposisi hanya mendapat enam dari 54 kursi yang tersebar di wilayah Felda. Sisanya dikontrol BN.
”Bisa saja keadaan sekarang berubah, terutama di kalangan generasi kedua dan ketiga pemukim Felda. Mereka tidak lagi tinggal di kawasan Felda. Mereka tinggal dan bekerja di kawasan luar. Mereka mungkin memiliki pendapat berbeda dari orangtua atau kakeknya,” kata Hisomuddin Bakar, Direktur Eksekutif Ilham Center.
”Masalahnya, pendekatan ke pemilih bukan hanya lewat program pendekatan anggaran. Selama puluhan tahun, politisi Malaysia terbiasa menggunakan isu SARA,” kata Kepala Analis Sosial Politik Penang Institute Wong Chin Huat.
Situasi itu masih berlanjut, bahkan melibatkan media massa. Sejumlah koran menyebut partai tertentu anti etnis dan agama tertentu di Malaysia. ”Apa pun hasil pemilu, Malaysia akan tetap terbelah karena kebiasaan ini dipertahankan,” katanya.