Tidak ada dangdutan di lapangan kala matahari sedang terik. Tidak ada pula parade ratusan kendaraan bermotor dengan suara bising. Hanya pidato dan pembagian pamflet mewarnai kampanye pemilu Malaysia yang dimulai sejak 28 April 2018 hingga 8 Mei 2018.
Bendera dan poster memang semarak di berbagai tempat. Barisan Nasional, Pakatan Harapan, dan Gerakan Sejahtera yang merupakan koalisi utama peserta pemilu Malaysia 2018 paling kerap memasang bendera di berbagai penjuru Malaysia. Bahkan, alat peraga itu sudah terpasang beberapa pekan sejak masa kampanye belum dimulai.
Kampanye berakhir sehari sebelum hari pemungutan suara utama, Rabu (9/5/2018). Di hari pemungutan suara awal yang dikhususkan bagi tentara dan polisi serta keluarga mereka, Sabtu (5/5/2018), kampanye boleh tetap berlangsung. "Saya tidak ingat kapan terakhir kali ada kampanye ramai-ramai siang hari. Sudah berapa kali pemilu, kampanye ramai selalu malam hari," kata Aurel (42), perempuan yang tinggal di kawasan Petaling Jaya, Malaysia.
Para politisi memang tetap berkampanye siang hari. Akan tetapi, cara mereka kampanye dengan mendatangi pasar, permukiman, atau kerumuman yang memang sudah ada setiap hari. Tidak ada pengerahan massa besar-besaran pada siang hari, seperti kampanye di Indonesia.
"Kami tidak mendatangi kampanye terbuka siang hari karena harus kerja. Kalau pekerja kantor, mereka tidak dapat izin untuk meninggalkan pekerjaan jika alasannya untuk menghadiri kampanye. Kalau pekerja bebas, lebih baik waktunya dipakai untuk mencari uang," tutur Nuraidah Khairi, penduduk Kuala Lumpur.
Kampanye terbuka atau oleh Malaysia disebut sebagai ceramah, biasanya dihelat mulai pukul 20.00. Massa di sekitar tempat pemungutan suara diundang mendatangi ceramah oleh politisi dari berbagai partai itu.
"Sering saya baru mulai pidato menjelang pukul 24.00. Saya baru bisa sampai rumah rata-rata pukul 02.00 dini hari," kata Mahathir Mohammad, mantan Perdana Menteri Malaysia yang kini bergabung dengan kelompok oposisi Pakatan Harapan.
Politisi yang akan berusia 93 tahun pada Juli 2018 itu mengakui kampanye di Malaysia memang melelahkan. Calon anggota legislatif (caleg) harus siap mendatangi pemilih dari rumah ke rumah. "Kebiasaan di Malaysia memang seperti itu, pemilih didatangi," kata dia.
Pemimpin gerakan Bersih 2.0 Maria Chin juga melakoni cara kampanye itu. Ia maju sebagai calon perseorangan dari daerah pemilihan (dapil) Petaling Jaya. Setiap hari, ia mendatangi rumah-rumah penduduk di dapilnya.
Sistem Distrik
Kampanye seperti itu konsekuensi sistem distrik di pemilu Malaysia. Dengan sistem itu, satu kursi diperebutkan di satu dapil. Peraih suara terbanyak di setiap dapil berhak mendapat kursi di dapil tersebut.
Karena itu, mungkin saja partai atau koalisi mendapat suara total paling tinggi dari 222 dapil. Akan tetapi, perolehan kursinya lebih sedikit dari partai atau koalisi yang suara totalnya lebih rendah.
Hal itu sudah terjadi pada pemilu 2013. Kala itu, Pakatan mendapat total 5,6 juta dan BN hanya 5,3 juta suara. BN tetap berkuasa karena mendapat total 132 kursi, sementara Pakatan hanya memperoleh total 72 kursi. Untuk membentuk pemerintahan, partai atau koalisi partai harus memiliki minimal 112 kursi di parlemen.
Untuk pemilu 2018, KPU Malaysia membagi Malaysia menjadi 222 dapil untuk DPR dan 505 dapil untuk DPRD 12 negara bagian. Dalam pemilu kali ini, Serawak tidak menyelenggarakan pemilu DPRD. Sebab, negara bagian Malaysia di Kalimantan itu sudah menghelat pemilu DPRD pada 2016.
Kursi DPR diperebutkan 687 politisi perseorangan dan yang dicalonkan 20 partai non koalisi serta tiga koalisi besar. Untuk DPRD, total 1.646 politisi memperebutkan total 505 kursi di DPRD 12 negara bagian.
Dapil untuk DPRD disebar di 13 negara bagian. Sementara dapil DPR dibagi ke 16 negara bagian dan wilayah persekutuan. Negara bagian yang dipimpin Sultan sebagai kepala daerah dan Menteri Besar sebagai kepala pemerintahan. Sementara tiga wilayah persekutuan yang dikelola oleh pemerintah federal atau pemerintah pusat. Wilayah persekutuan, yakni Kuala Lumpur, Putrajaya, dan Labuan, tidak memiliki kepala daerah, kepala pemerintahan, dan DPRD.
Malaysia juga tidak mengenal pemilu untuk memilih kepala negara dan pemerintahan di pusat maupun di daerah. Kepala negara digilir di antara 9 sultan pemimpin negara bagian di Semenanjung Malaysia yakni Johor Bahru, Perak, Pahang, Kelantan, Negeri Sembilan, Trengganu, Kelantan, Perlis, dan Kedah. Kepala negara atau Yang Dipertuan Agung menjabat selama lima tahun. Salah satu tugasnya menunjuk Yang Dipertuan Negeri atau gubernur Penang, Malaka, Sabah, dan Sarawak yang masa jabatanya masing-masing empat tahun.
Sementara kepala pemerintahan adalah pemimpin partai atau koalisi partai yang mendapat kursi mayoritas di parlemen. Kepala pemerintahan disebut PM untuk tingkat pusat dan Menteri Besar untuk 13 negara bagian. (RAZ)