Pemilu parlemen Lebanon dengan sistem baru, yakni sistem proporsional, Minggu (6/5/2018), telah berakhir dengan damai. Sistem pemilu proporsional itu disepakati kekuatan-kekuatan politik Lebanon pada Juni 2017, bertolak dari visi ingin membangun dan memperkokoh sistem negara-bangsa di Lebanon, seperti halnya di negara-negara maju, tanpa ada lagi sekat agama, mazhab agama, atau sekte.
Tentu, sangat tidak mudah menghapus sistem sektarian yang kokoh tertanam di Lebanon selama lebih dari 90 tahun, persisnya sejak era konstitusi pertama tahun 1926-1927. Sistem sektarian itu diperkokoh Piagam 1943 hasil rancangan kolonial Perancis, Undang-Undang (UU) 1960, dan terakhir Konstitusi Taif tahun 1989-1990.
Ada amandemen dalam sistem sektarian pada Konstitusi Taif, yakni kaukus Muslim dan Kristen mendapat porsi sama di parlemen, kabinet, dan pejabat tinggi, yaitu 50-50 persen atau 64-64 dari 128 kursi parlemen. Beberapa wewenang presiden yang dijabat Kristen Maronit dilimpahkan ke perdana menteri yang dijabat Muslim Sunni.
Amandamen tersebut merupakan hasil perang sipil 15 tahun di Lebanon (1975-1990). Sebelumnya, porsi kaukus Kristen lebih besar dari kaukus Muslim, yakni 55 persen kaukus Kristen dan 45 persen kaukus Muslim.
Pemilu Lebanon telah meloloskan sejumlah caleg independen non-partisan. Meski langkah kecil, perkembangan ini penting bagi terciptanya sistem politik non-sektarian di Lebanon.
Lanskap yang berubah
Peristiwa tewasnya mantan PM Lebanon Rafik Hariri pada 14 Februari 2005 mengubah secara mendasar lanskap politik Lebanon. Kelompok pro-Hariri saat itu menuduh kelompok pro-Suriah dan Iran berada dibalik tewasnya Rafik Hariri.
Kaukus Muslim pecah antara Muslim Syiah yang pro Suriah-Iran dan Muslim Sunni yang anti Suriah-Iran. Kaukus Muslim Sunni dipimpin Gerakan Masa Depan pimpinan Saad Hariri (putra Rafik Hariri), Muslim Syiah dipimpin Hezbollah.
Kaukus Kristen juga pecah antara pro dan anti Suriah-Iran. Kelompok Kristen yang pro Suriah-Iran dipimpin Gerakan Patriotik Kebebasan pimpinan Michel Aoun, Presiden Lebanon sekarang. Sedangkan kelompok Kristen anti Suriah-Iran dipimpin Ketua Partai Pasukan Lebanon Samir Geagea.
Pasca tewasnya Rafik Hariri, dikotomi Muslim-Kristen mencair, berganti menjadi dikotomi kubu pro dan anti Suriah-Iran. Dikotomi pro dan anti Suriah-Iran itu melatarbelakangi lahirnya kubu 8 Maret yang pro Suriah-Iran dan kubu 14 Maret yang anti Suriah-Iran. Di kedua kubu itu sama-sama terdapat faksi Muslim dan Kristen.
Tahun 2016, ada rekonsiliasi antara Gerakan Masa Depan pimpinan Saad Hariri dari kubu 14 Maret dan Gerakan Patriotik Kebebasan pimpinan Michel Aoun dari kubu 8 Maret. Pada Desember 2016, rekonsiliasi itu mengantarkan Aoun terpilih sebagai presiden Lebanon, dengan imbalan Hariri juga dipilih sebagai perdana menteri.
Pasca rekonsiliasi Aoun-Hariri, muncul wacana cukup kuat di Lebanon untuk membangun negara-bangsa tanpa sekat agama dan sekte. Wacana ini melatarbelakangi kekuatan-kekuatan politik di Lebanon menyetujui sistem baru pemilu, yakni sistem proporsional, Juni 2017.
Dalam sistem proporsional itu, kekuatan-kekuatan politik lebih mengedepankan program daripada latar belakang agama atau sekte. Diizinkan pula munculnya caleg independen perwakilan masyarakat sipil.
Caleg non-partisan
Meski hanya langkah kecil menuju semangat negara-bangsa, pemilu parlemen hari Minggu lalu telah meloloskan caleg independen non partisan, Adnan Traboulsi dari dapil Beirut II dan Paula Yacoubian dari dapil Beirut I, menjadi anggota parlemen mendatang.
Ada pula caleg Muslim Sunni, Druze, dan Kristen yang masuk daftar caleg koalisi Hezbollah-Syiah Amal dan berhasil masuk parlemen. Caleg Muslim Sunni melalui Hezbollah-Syiah Amal dan berhasil masuk parlemen adalah Faisal Karami dari dapil utara di kota Tripoli. Caleg Kristen yang didukung Hezbollah-Syiah Amal dan berhasil masuk parlemen adalah Elie Al Farzaly dan Henry Chedid dari dapil Lembah Bekaa.
Namun, sebagian besar kursi parlemen hasil pemilu, Minggu lalu, masih digondol kekuatan-kekuatan politik besar, seperti Hezbollah dan Gerakan Amal (26 Kursi) dari kaukus Muslim Syiah; Gerakan Masa Depan dari kaukus Muslim Sunni (21 kursi), Pasukan Lebanon dari kaukus Kristen (17 kursi), dan Gerakan Patriotik Kebebasan dan koalisinya (29 kursi).
Hambatan terbesar Lebanon saat ini dalam membangun negara-bangsa adalah realitas sosio-geografi dan demografi Lebanon yang wilayahnya sudah terkotak-kotak. Sebab, pembagian 15 daerah pemilihan (dapil) sesuai sistem proporsional itu tetap mengacu pada sosio geografi dan demografi yang terkotak-kotak sesuai latar belakang agama dan sekte.