TEHERAN, JUMAT Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif memulai tur diplomasi guna menyelamatkan kesepakatan nuklir tahun 2015 di tengah meningkatnya ketegangan akibat keluarnya Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir serta konflik militer langsung antara Iran dan Israel di Suriah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengungkapkan, Zarif mulai Sabtu malam ini akan bertolak ke Beijing, Moskwa, dan Brussels. Di kota-kota itu, ia akan bertemu dengan pejabat dari lima negara yang masih terikat dalam kesepakatan nuklir (China, Rusia, Jerman, Perancis, dan Inggris).
Selama negosiasi berlangsung, Iran terlihat tak mau terseret lebih jauh dalam konflik regional dengan Israel. Pada Jumat (11/5/2018), Teheran menepis narasi versi Israel terkait serangan Israel ke wilayah Suriah, Kamis dini hari lalu.
”Serangan yang terus berulang oleh rezim Zionis ke teritorial Suriah dilancarkan berdasarkan dalih-dalih yang mereka ciptakan sendiri dan tanpa dasar,” kata Bahram Ghasemi, juru bicara Kemlu Iran.
Sebelumnya, Israel menyebutkan, jet-jet tempur mereka menembakkan sedikitnya 60 rudal ke sekitar 50 sasaran instalasi militer Iran di Suriah. Selain itu, 10 rudal balistik Israel dari darat ke darat juga menghantam sasaran militer Iran.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mendesak Presiden Suriah Bashar al-Assad agar ”mengusir orang-orang Iran” keluar dari Suriah. Israel menyatakan, serangan mereka ke Suriah merupakan balasan atas serangan rudal oleh pasukan Al-Quds (Iran) ke Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel tahun 1967.
Tekanan perundingan
Iran bagaikan menapak di jalanan yang sulit saat harus menangani keputusan Trump dan serangan Israel tanpa membuat para mitra Eropa-nya merasa teralienasi. Zarif bakal menghadapi perundingan dengan tekanan cukup tinggi dengan lima negara penanda tangan kesepakatan nuklir tahun 2015.
Perundingan dimulai di Beijing (China), Moskwa (Rusia), dan berlanjut ke Brussels. Di markas Uni Eropa ini, Zarif akan menemui pejabat Inggris, Perancis, dan Jerman, Selasa mendatang. Kelima negara itu mengecam keras langkah Trump menarik diri dari kesepakatan. Namun, perusahaan-perusahaan Eropa bakal sangat rentan dengan tekanan ekonomi dari Washington.
Sebagai dampak sanksi baru AS atas Iran, perusahaan-perusahaan dunia terpaksa harus menghentikan bisnis dengan Iran. Jika tidak, mereka terancam sanksi atau hukuman AS. AS juga mengancam perusahaan-perusahaan asing bahwa mereka tidak dapat menggunakan bank-bank AS jika mereka tetap berhubungan dengan Iran.
Perusahaan-perusahaan Eropa dan AS bisa merugi miliaran dollar AS dalam kesepakatan dagang yang telah mereka capai sejak kesepakatan nuklir 2015 dan bisa kehilangan akses ke pasar baru ekspor utama. Perusahaan pembuat pesawat, seperti Airbus dan Boeing, serta perusahaan otomotif, termasuk perusahaan yang terkena dampak cukup berat.
Menteri Keuangan Perancis Bruno Le Maire mengatakan, Eropa seharusnya menolak posisi AS sebagai ”polisi ekonomi dunia”.
Bangkitnya konservatif
Di Iran, Jumat, televisi pemerintah menayangkan demonstrasi seusai shalat Jumat untuk menyuarakan kecaman atas AS dan Israel. ”Kami berjuang. Kami mati. Kami tak akan menyerah,” demikian antara lain pesan poster mereka.
Kubu garis keras konservatif dan kelompok relatif moderat di Iran sama-sama mengecam pendekatan agresif Trump. Keputusan Trump telah memantik bangkitnya kubu konservatif Iran yang menekan Presiden Hassan Rouhani.
Rouhani menyatakan, Iran tetap berada dalam kesepakatan nuklir Iran 2015 bersama negara-negara kekuatan dunia minus AS. Namun, tokoh ulama Iran, Ayatollah Ahmad Khatami, memperingatkan, Eropa juga tidak bisa dipercayai.
”Para penanda tangan (kesepakatan) dari Eropa juga tidak bisa dipercaya. Musuh-musuh Iran tidak bisa dipercaya,” kata Khatami dalam pidatonya di hadapan jemaah shalat Jumat.