Muda, Beda, dan Berbahaya
Terminal bus, jalan tol, dan bandara di berbagai penjuru Malaysia penuh sejak Minggu (6/5/2018) hingga Rabu (9/5/2018) dini hari. Pos lintas batas Singapura-Malaysia di Johor Bahru juga tidak kalah sibuk sejak Selasa (8/5/2018) hingga Rabu.
Para pelintas dan penumpang itu bergerak menuju kampung halaman masing-masing. Mereka ingin memberi suara di pemilu ke-14 Malaysia.
Sebagian besar dari mereka berusia kurang dari 40 tahun. Mereka harus pulang kampung karena alamat pada kartu identitas masih tercatat alamat di kampung halaman. Dalam peraturan Malaysia, warga hanya bisa mendaftar menjadi pemilih dan menggunakan hak pilih di tempat sesuai alamat yang tercatat dalam kartu identitas mereka.
Bagi yang bekerja di Singapura, menggunakan hak pilih berarti harus mengambil jatah cuti paling sedikit sehari. Sebab, Rabu lalu, saat negeri jiran menggelar pemilu dan menetapkannya sebagai hari libur, semua kantor lembaga dan perusahaan di Singapura tetap beroperasi seperti biasa.
Antusiasme warga Malaysia untuk memilih juga tecermin dari gerakan Pulang Mengundi. Gerakan moral itu disebarkan sejak Maret 2018 lewat media sosial. Orang-orang yang sudah punya hak pilih diajak pulang untuk menggunakan hak pilih di tempat mereka terdaftar.
Bahkan, ada gerakan untuk membantu ongkos pulang bagi mereka yang merantau dan ingin pulang untuk memilih. Banyak orang menyumbang sesuai kemampuan masing-masing. Tawaran itu terutama diberikan kepada mahasiswa dan pemilih mula.
Pemilih yang tidak pulang karena berada di negara jauh pun tidak kurang akal. Mereka menggunakan fasilitas memilih lewat pos. Akan tetapi, alih-alih menggunakan jasa kurir dari luar negeri, mereka menitipkan amplop berisi surat suara ke orang-orang yang akan terbang di Malaysia.
Di bandara Malaysia, amplop dimasukkan ke kotak pos dan tiba tepat waktu. ”Teman-teman saya di Inggris memakai cara itu. Lebih murah dan lebih cepat,” kata Azlin Azaleena, penduduk kawasan Putrajaya.
Gagal antisipasi
”Antusiasme pemilih muda salah satu kunci kejutan di pemilu ini,” kata Kepala Seksi Politik dan Hubungan Internasional Dewan Guru Besar Negara Malaysia Mohamed Mustafa Ishak.
Ia menilai, Barisan Nasional (BN) gagal mengantisipasi gairah pemilih muda dan mula itu dengan benar. Akibatnya, BN harus kehilangan kekuasaan yang sudah dipegang sejak Malaysia merdeka. ”Orang-orang muda ini punya cara berkomunikasi, identifikasi, dan cara hidup yang berbeda,” katanya.
Pimpinan BN Najib Razak memang membuat pengumuman yang menyenangkan orang muda pada hari terakhir kampanye, Selasa (8/5/2018) malam. Akan tetapi, janji menghapus pajak penghasilan bagi pekerja berusia kurang dari 26 tahun itu tetap tidak cukup menarik pemilih muda.
Apalagi, pesan itu disampaikan melalui media negara. Banyak orang muda Malaysia menolak informasi dari media-media pemerintah. Sebab, mereka menilai, media milik pemerintah hanyalah corong pemerintah.
”Kami semakin bersemangat memberi suara dan ingin perubahan. Kami mau membuktikan, kemauan warga tidak bisa dicegah,” kata Brian Chin, pemilih muda di Selangor.
Para pemilih muda itu banyak menolak narasi yang disampaikan media yang berafiliasi ke pemerintah. Semua saluran informasi resmi hingga ke tempat ibadah dikuasai pemerintah. ”Orang muda mendapat informasi mereka dari media sosial. Mereka saling berbagi informasi melalui media sosial,” kata pengajar ilmu politik Universiti Malaya, Awang Azman Awang Pawi.
Ia juga menyebutkan kecenderungan orang muda untuk tidak mengafiliasikan dirinya kepada kelompok atau pihak tertentu. Para pemuda itu juga tidak lagi merasa harus berbeda karena terlahir dari etnis berbeda. Mereka juga tidak lagi merasa menjadi pendukung loyal kelompok politik tertentu. ”Mereka sama sekali berbeda dari karakter pemilih-pemilih sebelumnya,” ujarnya.
Pemilih enggan dengan sikap arogan. ”Di televisi pemerintah, BN selalu baik, Pakatan salah terus. Koran-koran pemerintah selalu memuji BN dan menjelekkan Pakatan,” ujar Anuar Kareem (29), warga Selangor.
Ia marah oleh keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malaysia soal daerah pemilihan. Perubahan komposisi dapil membuat daerah tertentu banyak pemilih, sementara daerah lain sedikit cakupan wilayah dan pemilihnya.
Sikap pemilih Malaysia seolah mewakili judul salah satu lagu SID, ”Muda Beda dan Berbahaya”. Berusia muda, berkarakter beda dari pemilih lama, dan ”berbahaya” bagi pemerintahan yang mengabaikan aspirasi mereka. (RAZ)