Bukan hanya Thailand yang menerapkan hukum lese-majeste, hukuman berat bagi siapa pun yang menghina keluarga kerajaan. Tetangga Thailand, Kamboja, juga menerapkan hukum ini sejak Februari 2018. Minggu (13/5/2018), undang-undang ini memakan korban seorang guru sekolah dasar berusia 50 tahun.
Kheang Navy, kepala sekolah dasar di Provinsi Kampong Thom, ditahan polisi Kamboja karena menulis komentar di Facebook yang dianggap menyinggung keluarga kerajaan. Ia mengkritik Raja Norodom Sihamoni; ayahnya, Raja Norodom Sihanouk; dan saudara tirinya, Pangeran Norodom Ranariddh, atas isu pembubaran partai oposisi, CNRP.
”Kami sudah menahan dia karena komentarnya yang menghina raja. Untuk lese-majeste, ini merupakan kasus pertama,” kata Wakil Kepala Polisi Provinsi Yeng Sareth yang menolak mengungkap isi komentar yang diunggah.
Menurut juru bicara pengadilan, Kheang Navy dituntut atas tuduhan penghinaan dengan ancaman penjara sekitar 5 tahun. Ia kemarin dibawa ke penjara untuk penahanan awal sebelum pengadilan.
Dalam hukum lese-majeste, seorang jaksa penuntut dapat melayangkan gugatan kriminal atas nama monarki terhadap siapa pun yang dinilai menghina keluarga kerajaan. Jika terbukti bersalah, selain dipenjara, Navy juga harus membayar ganti rugi 500 dollar AS sampai 2.500 dollar AS.
Kasus ini bergulir di saat Kamboja sedang bersiap merayakan ulang tahun ke-65 raja. Raja Sihamoni yang naik takhta tahun 2004 merupakan kepala negara simbolis yang tidak ikut campur dalam urusan politik.
Monarki melemah
Kekuasaan monarki Kamboja saat ini sudah semakin tidak signifikan, khususnya di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Hun Sen yang telah berkuasa 33 tahun. Hun Sen yang otoriter menguasai semua sendi kekuasaan di Kamboja, baik di bidang peradilan, keamanan, maupun ekonomi.
Tahun lalu Hun Sen membubarkan kubu oposisi (CNRP) dan menangkap pimpinannya, Kem Sokha, dengan tuduhan pengkhianatan, yang oleh banyak pihak dinilai sebagai tuduhan politis. Selain menjegal lawan-lawan politiknya, Hun Sen juga membungkam semua pihak yang bersikap kritis terhadap pemerintah, mulai dari media sampai kelompok LSM.
Pekan lalu pengadilan Kamboja memperkuat vonis 11 anggota CNRP dengan hukuman penjara 7 tahun sampai 20 tahun setelah mereka mencoba masuk ke ”Freedom Park”, satu-satunya tempat untuk melakukan protes pada 2014. Pada minggu yang sama, surat kabar Kamboja yang telah terbit 26 tahun, Phnom Penh Post, dijual kepada pebisnis Malaysia yang merupakan klien Hun Sen. Penjualan itu berujung pengunduran diri 13 wartawan asing. Bagi masyarakat, koran ini merupakan koran independen Kamboja yang terakhir. (AP/AFP/REUTERS/MYR)