SINGAPURA, RABU - Undang-undang baru Singapura yang memperkuat wewenang polisi saat menghadapi serangan teroris mulai diberlakukan pada Rabu (16/5/2018). Undang-undang ini mengatur larangan terhadap wartawan dan anggota masyarakat untuk meliput di lokasi kejadian atau saat serangan teroris berlangsung.
UU tersebut memberi polisi kewenangan untuk memblokir semua komunikasi di tempat, mulai dari foto hingga video, pesan teks, dan audio sampai sebulan lamanya. Blokir dilakukan sampai pihak berwenang merasa operasi keamanan dapat dikompromikan.
Kementerian Dalam Negeri Singapura yang menyusun UU itu mengatakan pada Selasa lalu bahwa Singapura sedang menghadapi ancaman terorisme yang nyata ada. Aksi teror dapat dilakukan oleh kelompok radikal dalam negeri ataupun asing.
Karena itu, menurut Kementerian Dalam Negeri Singapura, sangat penting melengkapi polisi dengan kewenangan untuk merespons dengan cepat dan efektif serangan dalam skala apa pun. Mereka yang melanggar UU ini menghadapi hukuman maksimal 2 tahun penjara dan denda 20.000 dollar Singapura (Rp 200 juta).
Mumbai dan Paris
Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan bahwa dengan UU baru tersebut, polisi Singapura akan lebih efektif dalam merespons ancaman teroris. Kementerian Dalam Negeri Singapura juga menyebut soal serangan teroris sebelumnya yang terjadi di Mumbai dan Paris ketika siaran langsung memungkinkan teroris mengantisipasi langkah lanjutan pasukan keamanan.
Selama serangan Mumbai 2008, video-video pasukan keamanan yang bersiap-siap menyerbu Taj Mahal Palace Hotel memungkinkan kelompok bersenjata mengantisipasinya. Dalam serangan 2015 di toko makanan di Paris, seorang teroris yang telah mendapatkan beberapa sandera bisa menonton siaran televisi langsung yang menunjukkan polisi bersiap memasuki toko tersebut.
Singapura yang posisinya dekat dengan Malaysia dan Indonesia, yang menjadi lokasi keberadaan simpatisan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), selalu memeriksa ancaman teroris.
Parlemen Singapura menyebutkan bahwa UU baru akan digunakan dengan tepat. Sementara itu, saluran media dan wartawan terpilih akan diberikan akses ke tempat kejadian.
Kelompok pembela hak asasi manusia mengkhawatirkan UU baru tersebut akan membatasi kebebasan pers. ”Tidak ada yang membantah perlunya tindakan khusus jika terjadi serangan teroris, tetapi bukan tugas kementerian untuk memutuskan apa yang bisa disiarkan atau dipublikasikan wartawan,” ujar Daniel Bastard, Kepala Kantor Reporters Without Borders Asia Pasifik.
Singapura berada di peringkat ke-151 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers di seluruh dunia. (AP/LOK)