JAKARTA, KOMPAS Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang negaranya menjadi tempat penyelenggaraan KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada Jumat (18/5/2018) ini, menyatakan, OKI akan mengirimkan pesan kuat pada dunia terkait pemindahan kantor Kedubes AS di Israel ke Jerusalem. Pemindahan itu terjadi di tengah kekerasan oleh petugas keamanan Israel yang menyebabkan 62 warga Palestina meninggal.
Pemerintah Indonesia, diwakili Wakil Presiden Jusuf Kalla, dipastikan hadir dalam KTT Luar Biasa OKI di Turki. Kalla meninggalkan Tanah Air menuju negara itu pada Kamis malam. Kehadiran Wapres di forum tersebut atas perintah Presiden Joko Widodo.
Sebagaimana dilakukan negara lain, Indonesia mengecam kekerasan yang terjadi di Jerusalem seraya mendorong PBB mengambil langkah tegas. Pemerintah RI ingin menyampaikan pesan yang lebih jelas, yaitu dengan meminta pertanggungjawaban Dewan Keamanan PBB.
Isu Palestina selalu menjadi perhatian serius dalam politik luar negeri Indonesia. Menteri Luar Negeri RI beberapa kali menyampaikan, isu ini berada di jantung terdalam politik luar negeri RI.
Selain menyebabkan 62 warga Palestina tewas, kekerasan yang dilakukan petugas keamanan Israel menyebabkan 3.188 warga luka-luka. Bentrokan antara warga Jalur Gaza dan aparat Israel terjadi pada Senin (14/5/2018) dan Selasa (15/5/2018).
Keputusan ilegal
Melalui Dewan Menteri Luar Negeri, OKI menyatakan menolak dengan keras sekaligus mengecam langkah Washington memindahkan Kedubes AS ke Jerusalem. Dalam siaran pers, OKI menyatakan, pemindahan itu merupakan keputusan ilegal Pemerintah AS.
OKI menilai pula bahwa kekerasan oleh petugas keamanan Israel merupakan serangan terhadap sejarah, aturan hukum, sekaligus hak warga Palestina. Semua ini didasarkan sepenuhnya pada keberadaan PBB dan aturan hukum internasional.
Otoritas AS juga dinilai telah menghina perdamaian dan keamanan internasional. Pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Washington terkait status Jerusalem dan Palestina antara lain pada Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 242 (1967), 252 (1968), dan (2016) serta Resolusi Sidang Umum PBB nomor A/RES/72/15 (2017).
Bersuara lebih keras
Menjelang pertemuan OKI, Turki telah menghubungi sejumlah pemimpin untuk mengajak negara-negara mereka bersuara lebih keras dalam menyikapi langkah AS memindahkan kantor kedubes ke Jerusalem. Suara kecaman juga ditujukan kepada aksi kekerasan oleh petugas keamanan Israel terhadap warga Palestina.
Ankara telah memanggil pulang Duta Besar Turki untuk AS di Washington Serdar Kilic. Pemanggilan dilakukan beberapa saat setelah pembukaan kantor Kedubes AS di Jerusalem dan terjadinya penyerangan oleh petugas keamanan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Kilic tiba di Ankara pada Rabu.
Wakil PM Turki Recep Akdag menyatakan, Turki ingin mengevakuasi warga Palestina dari Jalur Gaza untuk dirawat. Namun, mereka belum mendapat izin dari otoritas Mesir atau Israel.
Normalisasi hubungan Turki-Israel terancam bubar setelah Turki mengusir Dubes-Konjen Israel dari Ankara. Pada saat bersamaan, Erdogan terlibat perdebatan yang menjurus saling caci dengan PM Israel Benjamin Netanyahu.
Erdogan menuduh Israel telah melakukan genosida atas warga Palestina. Dia menyebut pula Netanyahu sebagai pemimpin sebuah negara apartheid yang bertanggung jawab atas tumpahnya darah warga Palestina.
Hal itu dibalas oleh Netanyahu. Ia mengatakan bahwa Erdogan sebagai ahli pembuat aksi teror dan pembasmian terutama karena Presiden Turki dinilai mendukung kelompok Hamas di Palestina.