CARACAS, SENIN Kendati Nicolas Maduro menang telak, dunia tidak mengakui hasil pemilihan. Tantangan berat harus dihadapi Venezuela yang saat ini berada dalam krisis politik dan ekonomi yang berat.
Dari hasil yang sudah dihitung, Senin (21/5/2018), Maduro memperoleh 5,8 juta suara, sementara rival satu-satunya, Henri Falcon, tertinggal jauh, hanya mendapat 1,8 juta suara. Aksi boikot dari oposisi agaknya cukup efektif mendorong warga agar tak memberikan suara. Tingkat partisipasi hanya 46 persen, jauh di bawah partisipasi dalam pemilu sebelumnya tahun 2013 sebesar 80 persen.
Maduro (55) yang akan memerintah hingga tahun 2025 menawarkan kampanye melawan ”ïmperialisme”. Di depan para pendukungnya di Caracas, Maduro mengatakan, ”Revolusi akan tinggal di sini.” Dia berjanji memprioritaskan pemulihan ekonomi setelah lima tahun mengalami resesi.
Para pendukungnya dengan bersemangat menyokong sikap perlawanan Maduro. ”Kita tidak harus masuk ke negara besar mana pun atau lari ke Dana Moneter Internasional (IMF) seperti yang dilakukan Argentina. Oposisi harus membiarkan kami memerintah,” kata seorang pendukung Maduro yang mengenakan T-shirt dengan logo mata Hugo Chavez.
Negara berpenduduk 30 juta ini mengalami keterpurukan ekonomi yang sangat dalam. Menurut Majelis Nasional, inflasi tahunan mencapai 14.000 persen. Mata uang bolivar turun nilainya hingga 99 persen dalam setahun terakhir. Infrastruktur banyak yang rusak.
Adapun sejumlah kreditor tengah mempertimbangan meminta pembayaran utang dipercepat. Para cendekia banyak yang memilih pergi ke luar negeri.
Dibayangi sanksi
Setelah mengumumkan kemenangannya, pemerintahan Maduro dibayangi sanksi yang kemungkinan besar segera dijatuhkan Amerika Serikat. Pemerintah Presiden Donald Trump menganggap pemilu yang dilakukan Maduro hanya ”pura-pura”. Uni Eropa dan negara-negara Amerika Latin menyatakan, pemilu dilaksanakan dalam situasi yang tidak jujur.
Presiden Chile Sebastian Pinera menilai, pemilu yang dilakukan Venezuela tak memenuhi standar minimum negara demokrasi. Chile tak mengakui pemilu tersebut. Hal senada dinyatakan Pemerintah Panama.
Namun, sesama pemerintahan sosialis, Kuba dan El Salvador mengirim ucapan selamat. Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lu Kang, yakin, pemerintah dan rakyat Venezuela mampu mengurus masalah mereka. Ia mengharapkan semua pihak menghormati pilihan rakyat Venezuela. China dan Rusia merupakan dua negara besar yang dalam beberapa tahun belakangan membantu Venezuela.
Maduro menghadapi banyak tantangan. Dia perlu segera berdialog dengan oposisi. Namun, para ahli pesimistis terhadap kemungkinan berlangsungnya dialog yang positif.
Krisis sosial akan semakin membebani pemerintahan Maduro. Gelombang protes baru yang telah berlangsung selama empat bulan menelan 125 korban tewas.