Meski Mosul, kota kedua terbesar di Irak, telah dikuasai tentara pemerintah hampir setahun terakhir, pencarian jenazah korban perang terus dilakukan. Suatu hari, di atas gundukan puing-puing bangunan akibat pertempuran, di bawah terik matahari, tampak sejumlah petugas pemadam kebakaran dan polisi mencari jenazah. Tugas yang menyesakkan dada, tetapi penting untuk dilakukan.
Sekitar 10 bulan setelah Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dipukul mundur dari Mosul, para petugas terus mencari jenazah dari reruntuhan kota tua Mosul yang hancur. ”Selama tiga hari, kami mengambil 763 jenazah dari puing-puing dan menguburkannya,” papar pejabat Kepolisian Mosul, Letnan Kolonel Rabie Ibrahim.
Meskipun bau menyengat, petugas bekerja tanpa henti, mempertaruhkan nyawa karena diperkirakan masih banyak amunisi yang belum meledak. Pertempuran pasukan pemerintah melawan milisi NIIS berlangsung selama sembilan bulan. ”Operasi pencarian dilanjutkan sampai semua jenazah dikeluarkan dari puing-puing di jantung kota,” ujar Ibrahim.
Jenazah warga sipil yang dapat diidentifikasi langsung diserahkan kepada keluarga, sedangkan jenazah milisi NIIS dimakamkan di kuburan massal di pinggiran barat Mosul. Beberapa jenazah yang membusuk dikirim ke layanan kesehatan Provinsi Nineveh.
Para petugas menutup wajah dengan masker atau selendang dan bergerak sangat hati-hati. Jenazah milisi NIIS terkadang ditemukan dengan masih dibalut sabuk bom bunuh diri. Granat, bom rakitan, dan peralatan lainnya yang ditinggalkan milisi menjadi ancaman selama pencarian jenazah dilakukan.
Jalan-jalan berliku di Mosul dulu dipagari rumah-rumah dan kios-kios, tetapi sekarang hanya ada kesemrawutan. Yang tersisa hanya hewan-hewan liar, serangga, dan penyakit.
Kehancuran dahsyat
Kehancuran yang begitu dahsyat membuat penduduk Mosul pun tak dapat menemukan sisa-sisa rumah mereka. Warga bahkan tak dapat memberi tahu arah jalan kepada para petugas yang sedang membantu mencari jenazah keluarga mereka.
Jenderal Hossam Khalil yang memimpin kekuatan pertahanan sipil di Provinsi Nineveh menyatakan, gara-gara timbunan puing-puing begitu parah, upaya membawa mesin konstruksi berat menjadi mustahil dilakukan. Anak buah Khalil harus bergantung pada kendaraan yang lebih kecil.
Ada tekanan untuk bekerja secepat mungkin. Warga kelelahan setelah selama tiga tahun harus patuh kepada NIIS, sembilan bulan mengalami pertempuran yang brutal, dan sekarang menghadapi kenyataan rekonstruksi kota berjalan lambat.
”Namun, hal itu tidak mungkin, dengan bau busuk seperti ini, polusi, dan penyakit,” ucap Othmane Saad, penganggur berusia 40 tahun yang rumahnya hancur total.
Warga lain, Abu Adel (33), menginginkan pihak berwenang membersihkan semua jenazah secepat mungkin dan memberi kompensasi kepada warga. Dengan demikian, mereka dapat membangun kembali rumah dan memperoleh layanan publik.
Menurut Gubernur Mosul Naufel Sultane, sejak wilayahnya direbut kembali pada Juli 2017, ditemukan 2.838 jenazah dari reruntuhan bangunan, termasuk 600 jenazah anggota NIIS. Bahkan, setelah jenazah diambil dan dikubur, jenazah-jenazah ini menyisakan bakteri berbahaya yang bisa terbawa aliran Sungai Tigris jauh ke luar Mosul.
Pihak berwenang bersikeras stasiun air minum tidak terpengaruh bakteri berbahaya dan mereka memompa air dari kedalaman pusat Sungai Tigris. Petugas menghindari tepian sungai dan area dangkal lainnya.
Namun, spesialis pencernaan Ahmed Ibrahim tetap menyarankan warga Mosul merebus air sebelum meminumnya dan tidak menggunakan air Sungai Tigris, baik untuk mandi maupun mencuci pakaian.