Tak ada yang menduga bahwa kebijakan luar negeri Amerika Serikat dapat dipengaruhi para broker ulung yang bisa meraup miliaran dollar AS dari pihak-pihak yang dihubungkan oleh mereka. Setelah lebih dari setahun ”menyodor-nyodorkan” pangeran dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, pebisnis California yang juga salah satu penggalang dana top untuk Presiden AS Donald Trump, Elliott Broidy, merasa tiba saatnya bagi dirinya untuk meraih imbalan sekitar 1 miliar dollar AS.
Broidy berhasil memengaruhi Gedung Putih dan Kongres AS terkait kebijakan luar negeri AS terhadap Qatar—musuh bebuyutan Saudi dan UEA. Caranya? Ia menyebarkan kampanye anti-Qatar kepada Gedung Putih dan Kongres serta memberikan donasi berlimpah kepada para politisi di Washington.
Broidy dan rekannya, warga AS keturunan Lebanon, George Nader, mengirimkan pesan dari para pangeran Arab langsung ke telinga Trump. Dua broker itu juga berupaya mengegolkan RUU anti-Qatar di Kongres. Intinya, mereka berupaya menyukseskan keinginan Saudi mengisolasi Qatar. Sebagai imbalan kesuksesan meloloskan kebijakan anti-Qatar, Broidy dan Nader berharap memperoleh kontrak besar dari Saudi dan UEA.
Sepak terjang Broidy dan Nader terungkap melalui liputan investigasi Associated Press (AP) yang mewawancarai puluhan narasumber, ratusan bocoran surel di antara kedua broker, serta kontrak-kontrak bisnis dan proposal.
Pengacara Broidy, Chris Clark, menuduh laporan AP ditulis berdasarkan data palsu. Namun, verifikasi oleh AP menunjukkan kejadian-kejadian yang tertulis di dokumen adalah nyata, termasuk upaya melobi Kongres dan Gedung Putih serta dua pertemuan dengan Trump saat ia menyampaikan pesan-pesan dari dua pangeran untuk Trump.
Seorang pejabat senior Saudi mengonfirmasi, Pemerintah Saudi telah berdiskusi dengan Nader. Namun, sampai saat ini Saudi belum menandatangani kontrak dengan dua broker itu.
Penyidikan Mueller
Sampai Desember tahun lalu, mereka berhasil mengampanyekan anti-Qatar di Washington dan akan memperoleh angsuran pembayaran 38 juta dollar AS. Semuanya berlangsung mulus, kecuali satu hal, diangkatnya Robert S Mueller sebagai kepala penyidik khusus investigasi mengenai keterkaitan kubu kampanye Trump dengan Rusia.
Tim Mueller tertarik dengan ”data” mengenai dua pertemuan yang terjadi sebelum inaugurasi Presiden Trump. Pertama di Seychelles yang dihadiri Nader, Putra Mahkota Uni Emirat Arab Pangeran Mohammed bin Zayed Al Nahyan, penasihat informal Trump, dan investor Rusia, Kirill Dmitriev, yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan kedua berlangsung di Menara Trump yang juga dihadiri Nader, Al Nahyan, dan pihak Rusia.
Kedua pertemuan menimbulkan pertanyaan, apakah mereka berupaya membangun ”jaringan belakang” Rusia-pemerintahan Trump. Setelah dua pertemuan itu, Nader dan Broidy bertemu dengan Trump. Nader sebagai ”suara” pangeran, sementara Broidy sebagai ”orang yang didengar Trump”.
Setelah kasus ini diungkap ke publik, ternyata Nader dan Broidy tak terdaftar sebagai pelobi untuk negara asing di bawah Foreign Agents Registration Act. (AP/MYR)