Wacana peningkatan produksi yang disodorkan Rusia dan Arab Saudi memicu penurunan harga minyak global. Jumlah peningkatan akan dibahas bulan Juni.
MOSKWA, MINGGU - Menyusul pembahasan peningkatan produksi minyak dunia di Moskwa, perlahan-lahan harga emas hitam itu merangkak turun. Harga patokan minyak mentah di Brent anjlok nyaris 3 dollar AS per barrel menjadi 76,44 dollar AS per barrel. Dari pasar minyak Amerika Serikat, yaitu West Texas Intermediate, dikabarkan, harga minyak serpih AS turun sekitar 2 dollar AS per barrel menjadi 68,03 dollar AS per barrel.
Salah satu produsen utama OPEC—kelompok negara-negara penghasil minyak dunia—Arab Saudi, dan Rusia sebagai penghasil utama minyak non-OPEC tampaknya semakin yakin dengan kebijakan penambahan produksi global. Menteri Energi Rusia Alexander Novak, Sabtu (26/5/2018), di Moskwa, mengatakan, ada kemungkinan para produsen global kembali pada tingkat produksi Oktober 2016.
Sebagai catatan, level produksi Oktober 2016 merupakan dasar dari perjanjian atau kesepakatan pengurangan produksi. Kesepakatan itu akan berakhir pada akhir tahun 2018 ini. Sebagai contoh, saat itu produksi minyak mentah Rusia di atas 11.000 barrel per hari dan Moskwa sepakat menguranginya hingga 300.000 barrel per hari.
OPEC pun melakukan langkah serupa sehingga bersama 10 produsen minyak lain sepakat pada akhir tahun 2016 memangkas produksi 1,8 juta barrel per hari. Kala itu, harga minyak anjok hingga di kisaran 40-45 dollar AS per barrel.
Setelah kesepakatan diberlakukan, harga minyak berhasil terdongkrak hingga 30 dollar AS per barrel. Bahkan, dalam beberapa minggu terakhir, harga minyak mentah telah mendekati angka 80 dollar AS per barrel.
Ketidakpastian pasokan dari Iran dan Venezuela—menyusul persoalan politik kawasan dan nasional—membuat pelaku industri memperingatkan, harga minyak bisa melonjak hingga 100 dollar AS per barrel.
Bagi produsen kaya, seperti Rusia dan Arab Saudi, lonjakan harga minyak tampaknya tidak selalu dilihat menguntungkan. Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, bagi Moskwa, harga 60 dollar AS per barrel adalah harga yang mampu menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Menurut dia, dengan tingkat harga seperti itu, eksplorasi dan pengembangan sumber daya tetap dapat dilakukan.
”Kami akan benar-benar puas dengan harga minyak 60 dollar AS per barrel,” kata Putin. Menurut dia, dengan harga lebih tinggi, justru tidak menguntungkan. Selain merugikan konsumen, tingginya harga juga berpotensi memacu produksi negara-negara pesaing.
Hal senada juga dikatakan Novak. Kepada Interfax, ia mengatakan, tujuan Rusia adalah menghindari destabilisasi pasar minyak. Novak memperkirakan, penambahan produksi akan dilakukan pada kuartal ketiga tahun ini. OPEC dan produsen minyak non-OPEC akan membahasnya pada pertemuan di Wina, Juni mendatang. ”Masih terlalu dini untuk membahas jumlah konkret,” kata Novak.
Mitranya, Menteri Perminyakan Arab Saudi Khaled al-Faleh, mengatakan, peningkatan produksi akan dilakukan secara bertahap. Kemungkinan kebijakan itu akan mulai dilakukan pada paruh kedua tahun ini. Langkah itu diambil untuk mencegah guncangan pasokan minyak global.
Situasi Venezuela
Namun, di tengah upaya menahan laju peningkatan harga minyak, mantan Menteri Energi Venezuela Rafael Ramirez memperingatkan, produksi minyak mentah OPEC justru akan terus menurun. Salah satu alasannya, Venezuela di bawah Presiden Nicolas Maduro diperkirakan akan kehilangan kemampuan produksi. Sikap otoriter Maduro membuat investor swasta takut.
Jumat lalu, Ramirez mengatakan, setelah berhasil memenangi pemilu, Maduro tampak tidak menunjukkan tanda-tanda mengubah kebijakannya yang memicu hiperinflasi di Venezuela. Selain itu, buruknya situasi politik di Venezuela juga membuat AS memperketat sanksi mereka.
Kondisi itu membuat PDVSA—badan usaha milik negara yang bertanggung jawab atas industri minyak Venezuela—kesulitan mengumpulkan dana untuk melunasi utang mereka dan berproduksi. Ramirez yang pernah memimpin PDVSA selama beberapa dekade mengatakan, sejak tahun 2014 produksi minyak mentah Venezuela anjlok hingga 40 persen menjadi sekitar 1,4 juta barrel per hari, level terendah dalam tujuh dekade terakhir.
Ramirez memperkirakan, jika Maduro tidak mengubah kebijakannya, produksi minyak mentah Venezuela akan merosot hingga 900.000 barrel per hari.