AS Bujuk China untuk Mau Pangkas Defisit Neraca Perdagangan
Oleh
Kris Razianto Mada
·4 menit baca
BEIJING, SABTU - Menteri Perdagangan Amerika Serikat Wilbur Ross menyambangi China, Sabtu (2/6/2018). Ia berupaya membujuk China tetap membeli aneka produk AS.
Ross dijadwalkan menemui Wakil Perdana Menteri China Liu He di Beijing, China. Pertemuan dengan ketua tim perunding China dalam perang dagang dengan AS itu dijadwalkan berlangsung pada Sabtu dan Minggu ini. Pejabat AS menyebut, pertemuan pada Sabtu berlangsung di Wisma Tamu Negara Diaoyutai.
Agenda utama Ross adalah mengamankan ekspor produk pertanian dan energi ke China. Ia membawa misi memangkas defisit neraca perdagangan AS-China dengan surplus 375 miliar dollar AS untuk China. Presiden AS Donald Trump meminta defisit itu dikurangi 200 miliar dollar AS pada 2020.
Delegasi AS juga ingin perlindungan hak cipta serta mengakhiri subsidi China pada kelebihan produk baja dan aluminium yang dialihkan ke pasar ekspor.
Pejabat dalam delegasi AS menyebut misi Ross tidak mudah. Kunjungan itu dinyatakan lebih untuk menebak keadaan.
“China selalu siap bernegosiasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying.
Ia mengatakan, AS-China harus menerapkan perilaku yang tulus dan semangat kesertaraan serta saling menghormati bila ingin mencari solusi yang menguntungkan semua. Solusi itu dicari melalui dialog.
Pengajar ilmu Hubungan Internasional pada Universitas Nanjing, Zhu Feng, mengatakan, tidak terlalu yakin dengan perundingan. “Tipis sekali peluang untuk menghapus perang dagang. Saya khawatir pilihan kedua pihak hanyanya membatasi dampak sengketa,” ujarnya.
Kunjungan Ross dilakukan menjelang rencana AS mengumumkan daftar impor China yang akan dikenai bea masuk. Daftar itu akan diumumkan pada 15 Juni 2018. AS juga akan membatasi investasi dan ekspor. AS mengancam akan menerapkan tarif tambahan bernilai 100 miliar dollar AS jika China membalas AS.
China dan AS tengah terlibat perang dagang bernilai hingga 150 miliar dollar AS. Perang itu dipicu keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menaikan tarif bea masuk untuk impor baja dan aluminium. Trump menambah tensi dengan menyatakan akan mengejar bea masuk bernilai 50 miliar dollar AS dari aneka produk impor dari China serta memperketat pembatasan atas investasi China di AS.
Teknologi
Perang dagang AS-China juga berimbas ke sektor teknologi. Pemerintah AS menuding China memaksa perusahaan-perusahaan AS menyerahkan rahasia perusahaan kepada perusahaan China. Paksaan itu bagian dari syarat berinvestasi di China. Tudingan itu dibantah China.
Di sisi lain, China mengumumkan masih meninjau rencana perusahaan AS, Qualcomm Inc untuk membeli produsen semikonduktor China, NXP, senilai 44 miliar dollar AS.
Awalnya, perwakilan Qualcomm dijadwalkan bertemu dengan pemerintah China pada pekan ini. Akan tetapi, pertemuan itu tidak kunjung terwujud. Kini, Qualcomm menanti hasil kunjungan Ross.
Sejumlah pihak menyebut izin bagi Qualcomm untuk mengakuaisisi NXP itu amat tergantung pada pembahasan soal larangan penjualan produk-produk perusahaan teknologi informatika China, ZTE Corp, oleh pemerintah AS. ZTE dikenai larangan itu sebagai sanksi atas tuduhan menyediakan peralatan telekomunikasi untuk Iran dan Korea Utara. Pemerintah AS juga menyiapkan denda 1,7 miliar dollar AS serta pengawasan lebih ketat pada ZTE sebelum perusahaan itu boleh berdagang lagi di AS.
Balasan Eropa
Sementara itu, Eropa akhirnya mengumumkan balasan atas pengenaan tarif bea masuk impor oleh AS. Uni Eropa mendaftarkan gugatan atas kebijakan dagang AS itu ke organisasi perdagangan dunia (WTO).
Uni Eropa juga bersiap mengenakan bea masuk pada produk-produk impor asal AS. Uni Eropa mengimpor minuman keras, sepeda motor, hingga busana buatan AS bernilai 3,3 miliar dollar AS. “Jika para pemain tidak berpegang pada aturan, sistem akan runtuh. Karena itu kami menantang AS dan China di WTO,” kata Komisioner Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom.
Perancis, Jerman, dan Inggris juga berkeras AS bertindak ilegal kala menetapkan bea masuk impor baja dan aluminium. Tarif itu diumumkan Maret 2018. Akan tetapi, Kanada dan Uni Eropa mendapat tenggang waktu hingga 31 Mei 2018. AS memastikan tidak ada perpanjangan tenggang waktu.
Tetangga terdekat AS, Meksiko dan Kanada, juga bersiap membalas AS. Menteri Keuangan Kanada Bill Morneau mengatakan, kebijakan tarif AS mengurangi peluang kesuksesan dialog Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA). “Tentu saja, tindakan itu bukanlah hal bagus untuk dialog. Hal itu buruk untuk orang Kanada. Kami harus membela orang Kanada,” ujarnya. (REUTERS/AFP)