SEOUL, SENIN Keputusan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengganti tiga petinggi militer Korut atau Tentara Rakyat Korea dengan petinggi yang lebih muda mengagetkan banyak pihak, terutama Korea Selatan. Kantor berita Korsel, Yonhap, Senin (4/6/2018), menyebutkan Kim mengganti Kepala Staf Militer Ri Myong Su dengan Wakil Kepala Staf Militer Ri Yong Gil. Menteri Pertahanan Pak Yong Sik juga digantikan Wakil Menteri Pertama No Kwang Chol.
Sebelum penggantian kedua petinggi itu, bulan lalu, Kim Su Gil (68) diminta menggantikan Kim Jong Gak sebagai direktur biro politik umum. ”Kami akan terus memantau perkembangan terkait penggantian petinggi militer ini,” kata juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel, Baik Tae-hyun.
Alasan penggantian petinggi itu diduga untuk melenyapkan perlawanan kelompok atau individu yang tidak setuju dengan upaya damai yang sedang dilakukan Korut, AS, dan komunitas internasional. Posisi militer Korut sangat berpengaruh, bahkan menjadi kekuatan terbesar rezim Korut. Oleh karena itu, perombakan di tubuh militer adalah kejadian luar biasa.
Para peneliti lembaga Pengawas Kepemimpinan di Korut menilai perombakan pimpinan tertinggi militer menunjukkan upaya partai yang semakin kuat mengendalikan militer. Biro politik militer diperkirakan akan memilih posisi menentang keputusan Kim atau malah ikut mengambil keuntungan dari bantuan ekonomi Korsel.
Kim Su Gil selama ini dikenal sebagai jenderal bintang empat yang amat dipercaya Kim. Kim yang menunjuk Kim Su Gil masuk ke komite partai. Komite partai itu dahulu menjadi pusat kekuatan Jang Song Thaek, paman Kim yang dieksekusi Kim pada 2013 karena berkhianat.
Perombakan itu menjadi cara Kim mengantisipasi penolakan dari jajaran petinggi senior di militer jika nanti ada perubahan mendadak pada kebijakan nuklir Korut. Secara teknis Korut masih dalam status perang karena perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata. Ayah Kim, Kim Jong Il, mengeluarkan kebijakan ”Songun” atau kebijakan memprioritaskan militer.
Kebijakan ini lantas menjadi ideologi Korut dan menjadi dasar alasan mengembangkan rudal dan nuklir. Bagi Korut, senjata nuklir dibutuhkan untuk melindungi diri sendiri dari kemungkinan serangan AS.
Pemikiran kaku
Yonhap yang mengutip sumber dari badan intelijen Korsel menyebutkan No Kwang Chol dipilih menjadi menteri pertahanan karena dikenal sebagai orang yang moderat. Wajah baru di militer ini membuktikan pemikiran para petinggi senior di militer tidak fleksibel.
Namun, menurut Guru Besar dari Institut untuk Studi Timur Jauh di Universitas Kyungnam, Kim Dong-yub, perombakan di militer ini hanya cara Kim menyelesaikan masalah dalam negeri, seperti kebijakan baru yang berpusat pada ekonomi sehingga dipilih petinggi yang paham pada isu itu.
”Sepertinya rezim Korut butuh orang-orang yang memang bisa mengendalikan militer dengan kuat sekaligus punya sikap dinamis mendorong kebijakan yang baru dengan adanya perubahan hubungan AS-Korut,” kata Kim Dong-yub.
Peneliti dari Institut Sejong, Korsel, Cheong Seong-chang, menduga pertemuan Kim dan Trump akan menghasilkan peta jalan perlucutan nuklir dan jika petinggi-petinggi senior militer yang tak setuju dengan Kim tak segera diganti, akan berpotensi menjadi hambatan bagi Kim.
Ketiga petinggi militer itu juga diduga menjadi semacam jaminan keamanan jika ada upaya kudeta, terutama saat Kim tidak ada di Korut. ”Ketiga orang itu adalah orang-orang yang dipercaya Kim Jong Un. Ia akan memilih orang yang setia padanya,” kata Michael Madden, pakar Korut di Universitas Johns Hopkins.
Ketiga petinggi baru itu juga berusia lebih muda dibandingkan ketiga petinggi militer sebelumnya meskipun dari segi usia mereka juga telah berusia 60 tahun. Mereka pernah diajukan sebagai calon alternatif anggota kelompok elite Politburo Partai Buruh pada Mei 2016.