AS-Korut Bangun Harapan di Sentosa
WASHINGTON, SELASA Kepastian lokasi pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akhirnya ditetapkan dan diumumkan oleh Gedung Putih, Selasa (5/6/2018). Kedua pemimpin itu akan bertemu pada 12 Juni mendatang, pukul 09.00 waktu setempat, di Hotel Capella dalam kawasan resor mewah Pulau Sentosa, Singapura.
Di lokasi hotel yang sebagian bangunan didirikan pada masa kolonial Inggris tahun 1880 itu terlihat para pekerja mengecat ulang dinding hotel, menggelar karpet merah, dan memasang alat keamanan tambahan di pintu-pintu. Trump kemungkinan tidak akan menginap di hotel itu, tetapi di Hotel Shangri-La.
Trump berharap pertemuan akan menghasilkan kesepakatan terkait perlucutan nuklir dengan Korut. Ia meminta Korut bersedia menghentikan program rudal dan nuklir. ”Persiapan pertemuan berjalan baik. Komunikasi juga baik dan banyak diskusi sebelum hari-H. Kita lihat sajalah nanti apa yang akan terjadi. Ini hari-hari yang penting,” ujarnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui, Trump membuat keputusan yang berani dan dewasa untuk bertemu langsung dengan Jong Un. Ia berharap akan ada hasil kesepakatan yang positif.
Untuk kelancaran pertemuan, Pemerintah Singapura meningkatkan keamanan di sejumlah lokasi, termasuk wilayah udara. Selama pertemuan tingkat tinggi itu berlangsung tidak boleh ada pesawat udara yang terbang melewati jalur udara Singapura. Pemberitahuan itu diumumkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Badan Penerbangan Federal AS.
Semua pesawat komersial dengan tujuan Bandara Internasional Changi harus mengurangi kecepatan dan mematuhi aturan keselamatan di landas pacu. Selain Changi, Pangkalan Angkatan Udara Paya Lebar yang selama ini menjadi ”pintu masuk” bagi pesawat kepresidenan AS juga akan dikosongkan.
Untuk membicarakan persiapan pertemuan AS-Korut, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan akan berkunjung ke Korut selama dua hari untuk bertemu Kim Jong Un dan Presiden Korut Kim Yong Nam. Kunjungan ini dimungkinkan karena Singapura mempunyai hubungan diplomatik dengan Korut dan AS. Singapura juga pernah mengirim Menlu Singapura George Yeo ke Korut pada 2008. Ia berkunjung ke kawasan industri Kaesong dan Pelabuhan Nampo.
Tahun lalu, Singapura terpaksa menghentikan hubungan perdagangan dengan Korut karena ada sanksi Dewan Keamanan PBB kepada Korut. Meski begitu, kegiatan operasional Kedutaan Besar Korut di Singapura tak terganggu.
Jepang khawatir
Untuk mengingatkan AS pada posisi dan kekhawatiran Jepang, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan bertemu Trump di Washington, Kamis. Abe berharap Trump tak melupakan kekhawatiran Jepang soal keamanan di Semenanjung Korea.
Abe telah 30 kali berbicara dengan Trump sejak Trump menjadi presiden, termasuk delapan kali pertemuan tatap muka. Diyakini AS bisa memahami posisi Jepang terhadap Korut.
”Jepang berkali-kali menyatakan ingin ada perlucutan senjata pemusnah massal dan rudal balistik dan dapat diverifikasi. Posisi Jepang tidak berubah,” demikian pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri Jepang.
Abe menyatakan, ia akan membahas perkembangan isu nuklir, rudal, dan warga Jepang korban penculikan agen-agen Korut puluhan tahun silam. ”Saya juga ingin pertemuan AS dan Korut ini berhasil,” ujar Abe.
Meski percaya AS akan mempertimbangkan kekhawatiran Jepang, Jepang masih khawatir AS akan membuat kesepakatan dengan Korut yang bertujuan melindungi AS dari serangan nuklir, tetapi malah bisa membuat Jepang rentan terhadap ancaman rudal jarak pendek Korut. Jepang juga khawatir Trump akan menyetujui tuntutan Korut tentang pengurangan pasukan AS yang ditempatkan di Korea Selatan. Ini juga bisa membuat posisi Jepang rawan mengingat negara itu berdekatan dengan Korsel, Korut, dan China.
”Jika itu terjadi, konstitusi Jepang, kebijakan diplomatik, dan kebijakan keamanan nasional harus ditinjau ulang. Itu akan menjadi mimpi buruk bagi Jepang dan AS,” kata penasihat isu luar negeri Abe, Katsuyuki Kawai.
Sikap pemerintahan Abe sudah jelas untuk tidak akan memberikan bantuan ekonomi kepada Korut jika isu perlucutan nuklir, rudal, dan korban penculikan tidak diselesaikan. Pengamat Korea dari Institut Jepang untuk isu internasional, Tetsuo Kotani, mengatakan, Abe sangat berharap Trump paling tidak akan membahas isu penculikan pada tahun 1970-an dan 1980-an itu dengan Jong Un. ”Jepang nanti juga bisa bertemu dengan Korut, tetapi tergantung pada hasil pertemuan Korut-AS,” ujarnya.
Meski hubungan Abe dekat dengan Trump, hal itu tetap tidak bisa mengubah kebijakan America First AS di bidang perdagangan. Trump masih menekan Jepang dalam kesepakatan perdagangan bebas bilateral, sedangkan Jepang bersikukuh pada kesepakatan multilateral.
Isu warga Jepang yang menjadi korban penculikan Korut ini penting bagi Abe karena masalah ini yang melandasi karier politik Abe. Para pengamat menduga Abe hendak bertemu Trump karena khawatir Trump tidak akan membahas isu penting bagi Jepang itu. Kekhawatiran muncul karena Trump menyatakan tidak akan membahas persoalan hak asasi manusia dengan Korut. Trump juga tidak membahas isu HAM dengan utusan khusus dari Korut, Kim Yong Chol, ketika Chol datang ke Gedung Putih.
Abe hanya akan memiliki waktu sekitar dua jam untuk bertemu dengan Trump di Gedung Putih sebelum mereka bertolak ke Kanada untuk pertemuan G-7, Jumat-Sabtu pekan ini. Dari Kanada, Trump bertolak ke Singapura.
Dalam isu Korut, Jepang seperti terpinggirkan karena tak aktif berpartisipasi seperti Presiden China Xi Jinping dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Xi dan Moon sudah dua kali bertemu dengan Jong Un, sedangkan Abe belum pernah bertemu secara langsung. Abe sebenarnya ingin bertemu Jong Un agar pesannya tersampaikan.
”Meminta bantuan AS terkait isu korban penculikan itu tidak akan saya lakukan. Bukan begitu seharusnya. Sebenarnya memalukan ada pemimpin negara yang harus meminta bantuan pemimpin negara lain untuk menyelesaikan masalah kedaulatan rakyatnya sendiri,” kata Hitoshi Tanaka, mantan diplomat yang kini memimpin lembaga kajian Institut Strategi Internasional.
(REUTERS/AFP/AP/LUK)