Sate dan Kolintang Melawan Negara Kaya
Perjuangan merebut kursi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB memakan waktu bertahun-tahun. Serangkaian strategi diplomasi dikerahkan, termasuk menghadapi ”negara kaya” pendukung Maladewa.
Kamis (22/9/2016) malam, sate dan aneka makanan khas Indonesia terhidang di salah satu ruangan di lantai 4 gedung Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Musik kolintang dan tari tradisional Indonesia disajikan kepada tamu yang mewakili sejumlah negara sahabat Indonesia.
Menyantap sate dan mengudap kue kacang sembari menyaksikan pertunjukan kesenian kala suhu mendekati 10 derajat celsius memang nikmat. Namun, bukan itu tujuan diplomat dari sejumlah negara masih datang ke kantor PBB setelah seharian bersidang dan mengikuti rangkaian pertemuan. Mereka datang untuk menghadiri peluncuran kampanye pencalonan kembali Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pidato Kalla malam itu menjadi pengumuman resmi pertama Indonesia di pentas internasional soal rencana itu. Jauh sebelum diumumkan Kalla, para diplomat Indonesia bekerja dalam senyap untuk menggalang dukungan negara lain.
Mereka mulai bekerja setelah Menteri Luar Negeri periode 2001-2009, Hassan Wirajuda, menyatakan Indonesia harus kembali menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Hassan melontarkan hal itu tidak lama setelah Indonesia menuntaskan masa tugas sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2007-2008.
Keinginan itu berarti membuat Indonesia bersaing dengan Maladewa. Negara kepulauan di Samudra Hindia itu mengatakan menyiapkan pencalonan sejak 2008. Motivasi utama Maladewa adalah menjadikan isu kenaikan permukaan laut lebih diperhatikan di kancah internasional. Maladewa salah satu negara paling terancam akibat kenaikan permukaan laut yang dipicu perubahan iklim.
Menghadapi Maladewa, Indonesia pun bergerak diam-diam selama bertahun-tahun. Selama masa tugas Menlu Marty Natalegawa, hampir tak ada pengumuman soal pencalonan itu.
Semakin terbuka
Setelah enam tahun bekerja dalam diam, Indonesia akhirnya mengungkapkan secara terbuka rencananya kembali menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Di sela-sela peringatan Konferensi Asia-Afrika, April 2015, Menlu Retno LP Marsudi mengungkap rencana itu kepada publik.
Sejak itu, Indonesia semakin terbuka menunjukkan keinginannya untuk kembali terpilih. Pada 22 September 2016, kampanye resmi pencalonan Indonesia menjadi anggota DK PBB diluncurkan.
Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menlu Retno, para diplomat, dan tokoh Indonesia bersama-sama menggalang dukungan. Di setiap kesempatan bersua perwakilan negara lain, Presiden secara terbuka mengajak mereka mendukung pencalonan Indonesia.
Presiden sampai menyambangi India serta sejumlah negara Asia selatan dan tengah demi menggalang dukungan. Lawatan itu penting karena negara-negara Asia selatan cenderung menyokong Maladewa yang secara geografis dan kultural lebih dekat dibandingkan Indonesia, seperti ASEAN yang sangat mendukung Indonesia.
Presiden juga menunjuk Hassan untuk berkampanye di Afrika. Sementara mantan Menteri Perdagangan M Lutfi ditunjuk mendekati negara-negara Pasifik. Di sela-sela tugas sebagai Ketua Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC), yang antara lain harus mendekati negara-negara Eropa, Mahendra Siregar menggalang dukungan bagi pencalonan Indonesia.
Para pejabat di Kementerian Pertahanan juga ikut berkampanye. Kementerian itu terlibat karena mereka ikut bertanggung jawab soal pengiriman pasukan Garuda ke berbagai misi perdamaian PBB. Pengiriman pasukan Garuda menjadi salah satu bahan kampanye Indonesia.
Penggiat kampanye dan pelobi utama tentu saja jajaran diplomat di Kementerian Luar Negeri. Mereka mengontak semua kenalan di sejumlah negara. Mereka harus menyiapkan pertemuan Retno dengan para menlu atau diplomat penting dari sejumlah negara untuk membahas dukungan bagi RI.
Retno tentu saja tidak kalah sibuk. Di sela-sela Sidang Majelis Umum (MU) PBB 2016, ia menghadiri 35 pertemuan bilateral yang salah satu agendanya menggalang dukungan. Dalam Sidang MU PBB 2017, ia malah mengikuti sekitar 80 pertemuan. Berbagai forum multilateral juga dimanfaatkan Retno untuk menggalang dukungan.
Ia juga melawat ke banyak negara demi mengamankan dukungan itu. Pada Mei 2018, ia menyambangi Amerika Selatan dengan alasan sama.
Lawan negara kaya
Secara resmi, Indonesia memang hanya bersaing lawan Maladewa. Para diplomat Maladewa memainkan kartu ”negara kecil lawan negara besar” untuk menandingi kampanye Indonesia. Mereka juga menyoroti fakta bahwa Indonesia sudah tiga kali menjadi anggota tidak tetap DK PBB.
Indonesia menangkis itu dengan mengampanyekan bahwa menjadi anggota DK PBB bukan soal status negara besar atau kecil. Indonesia menjelaskan kontribusinya sebagai salah satu negara paling kerap dan banyak mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB. Indonesia juga mengedepankan fakta perannya sebagai negara yang sukses berperan dalam perdamaian global.
Indonesia menjadi satu-satunya yang dipercaya Myanmar untuk mengurus bantuan kemanusiaan di tengah krisis Rohingya. Indonesia juga aktif menggerakkan negara-negara Islam dan anggota PBB bersikap soal pengakuan AS terhadap Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Masalahnya, Indonesia bukan hanya harus berhadapan lawan Maladewa. Seorang diplomat senior Indonesia mengatakan, ada negara kaya yang berusaha menjegal Indonesia. Karena materi itu amat sensitif, diplomat itu tidak bersedia diungkap namanya dan tak berkenan nama negara kaya itu dipublikasikan.
Ia hanya menyebut, negara kaya itu menjanjikan aneka bantuan agar banyak negara tidak mendukung pencalonan Indonesia. Meski demikian, rekam jejak dan dukungan resiprokal banyak negara di berbagai organisasi dan forum internasional membuat Indonesia tetap dipercaya.
Dari 190 peserta Sidang MU PBB pada Jumat (8/6/2018), sebanyak 144 negara mendukung Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2019-2020. Dukungan itu membuat Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk keempat kalinya.