Erdogan memutuskan untuk mempercepat penyelenggaraan pemilu dari November 2019 ke 24 Juni 2018 karena mempertimbangkan antara lain nilai mata uang lira yang terus merosot. Sejak awal 2018, nilai lira merosot hingga 20 persen terhadap dollar AS.
Penurunan nilai tukar lira ini merupakan yang terbesar sejak Erdogan berkuasa pada 2002. Nilai tukar lira yang anjlok dianggap sebagai indikator terpuruknya ekonomi Turki.
Padahal, salah satu kebanggaan Erdogan dan AKP sejak berkuasa pada 2002 adalah keberhasilan membangun ekonomi sehingga pendapatan per kapita penduduk Turki mencapai 11.000 dollar AS. Negara itu juga masuk dalam 20 kekuatan ekonomi terbesar di dunia atau G-20.
Di tempat penukaran uang di pusat-pusat wisata populer di kota Istanbul, seperti di area lapangan Taksim, Beyazit, Sultanahmet, dan Hagia Sophia, kurs lira terhadap 1 dollar AS berkisar 4,6 lira dan 4,7 lira. Bahkan, pekan lalu 1 dollar AS sempat menyentuh 4,9 Lira.
Lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor’s, telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Turki akibat merosotnya mata uang lira yang cukup tajam itu.
Erdogan dan AKP sangat cemas dengan terus merosotnya nilai lira. Kondisi ini dinilai bisa menumbangkan kekuasaan Erdogan, atau setidaknya menurunkan perolehan suara pada pemilu presiden dan parlemen hari Minggu ini.
Erdogan akhirnya tunduk terhadap kekuatan pasar lira. Ia menerima rekomendasi Gubernur Bank Sentral Turki untuk menaikkan suku bunga dalam upaya mencegah terus merosotnya nilai mata uang tersebut dan membubungnya inflasi.
Padahal, sebelumnya Erdogan menolak keras keinginan Gubernur Bank Sentral Turki untuk menaikkan suku bunga di negara itu. Erdogan beralasan, langkah menaikkan suku bunga hanya akan menguntungkan kalangan kaya dan membuat kaum miskin di Turki semakin menderita.
Rusak popularitas
Erdogan juga sangat khawatir untuk mengambil kebijakan yang tidak populer menjelang pemilu, seperti menaikkan suku bunga. Langkah semacam ini bisa merusak tingkat popularitas dan elektabilitasnya. Basis massa Erdogan dan AKP yang terkuat berada di kalangan kelas menengah bawah dan di kota-kota kecil serta pedesaan.
Erdogan menyerukan kepada rakyat Turki, terutama kalangan kelas menengah dan atas, untuk menukarkan mata uang dollar AS atau euro yang mereka miliki ke lira. Menurut dia, cara ini dapat memperkuat mata uang Turki tersebut.
Di sisi lain, Erdogan menuduh musuh-musuh Turki berada di balik terus merosotnya mata uang lira. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan, sejumlah negara Islam, Barat, dan lembaga keuangan internasional melakukan konspirasi untuk menghancurkan nilai kurs lira.
PM Turki Binali Yildirim juga menyebutkan bahwa ada konspirasi yang melibatkan unsur dalam negeri dan asing. Gara-gara konspirasi ini, nilai mata uang lira terus merosot sehingga akan menjatuhkan Erdogan ataupun AKP.
Yildirim mengklaim telah mengetahui identitas pihak-pihak yang terlibat dalam konspirasi itu. Menurut dia, konspirasi akan gagal dan AKP bakal memenangi pemungutan suara pada 24 Juni 2018.
Yildirim mengatakan, merosotnya nilai mata uang lira bisa dilawan dengan meningkatnya sektor riil, seperti industri, ekspor, dan pariwisata. Ia lalu mengklaim, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Turki pada kuartal pertama 2018 mencapai 8 juta orang, meningkat 50 persen dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke Turki pada kuartal yang sama 2017.
Jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Turki berkisar 30-35 juta orang per tahun. Pariwisata memang merupakan sektor yang mendatangkan pemasukan besar bagi Turki.
Sejumlah pengamat Turki menyebutkan, peningkatan jumlah wisatawan yang cukup tajam ke negara itu pada kuartal pertama 2018 adalah akibat dari merosotnya nilai mata uang lira. Turis asing lebih senang berkunjung ke Turki karena biayanya sekarang menjadi lebih murah.
Selama beberapa hari terakhir di Istanbul, wisatawan asing memang berjubel di sejumlah area. Jumlah turis juga cenderung meningkat pada Juni yang lebih panas dan dikenal sebagai musim semi wisata di Turki.