Rencana Trump Usir Imigran tanpa Proses Hukum Mendapat Kecaman
Oleh
RETNO BINTARTI
·3 menit baca
WASHINGTON, MINGGU –- Keinginan Presiden Donald Trump mengusir imigran illegal, tanpa proses hukum, dinilai menyalahi konstitusi. Kendati memakan waktu, proses pengusiran harus dijalankan sesuai perintah konstitusi yang harus dipatuhi.
Sampai dua pekan, masalah imigrasi masih menjadi kontroversi di AS. Saat pelaksanaan penyatuan kembali orangtua imigran dengan anak-anak mereka belum juga jelas, Trump, Minggu (24/6), membuat pernyataan baru tentang pengusiran imigran illegal tanpa proses hukum.
“Kita tidak bisa membiarkan orang-orang ini menyerbu negara kita,” tulis Trump di Twitter. “Jika seseorang datang, kita harus segera tanpa hakim atau kasus pengadilan, membawa mereka kembali ke tempat mereka pertama datang.”
Kita tidak bisa membiarkan orang-orang ini menyerbu negara kita.
Ia melanjutkan, “Imigrasi harus berdasarkan kepada jasa, kita perlu orang-orang yang akan membantu mewujudkan Amerika kembali jaya.”
Direktur Proyek Hak Imigran American Civil Liberties Union (ACLU) Omar Jadwat berpendapat, apa yang dikemukakan Trump bukan hanya ilegal, tetapi lebih dari itu tidak konstitusional. “Semua pejabat yang sudah disumpah untuk menepati konstitusi dan hukum tidak boleh mengingkarinya,” ujar Jadwat. Hal senada disampaikan oleh Sherrilyn Ifill, Presiden Lembaga Pertahanan Hukum NAACP.
Lee Gelernt, Wakil Direktur Proyek Hak Imigran ACLU, mengatakan, pemerintah tidak bisa begitu saja mengesampingkan semua proses imigrasi. “Proses yang sudah ditentukan mutlak dilakukan. Tidak ada pilihan,” tuturnya.
Pemerintah bisa memotong proses dengan beberapa kondisi, antara lain jika imigran ditahan dalam jarak 100 mil dari perbatasan dan berada di AS kurang dari 14 hari.
“Zero tolerance”
Trump yang mencanangkan kebijakan “tak ada toleransi” terhadap imigran ilegal beberapa kali mengungkapkan ketidaksabarannya dengan proses yang memakan waktu berbulan-bulan. Apalagi, di antara waktu pemrosesan, ada masalah yang sulit diatasi. Orangtua dan anak harus dipisahkan jika sampai 20 hari proses belum selesai karena anak tidak boleh lebih dari 20 hari berada di dalam tahanan. Persoalan bertambah rumit karena minimnya tempat penampungan (tahanan) dan kurangnya tenaga hakim yang harus mengadili kasus imigran.
DPR AS pekan ini diperkirakan akan melakukan voting tentang ketentuan imigrasi. Pekan lalu, Trump mengatakan kepada anggota dari Republik bahwa dia 100 persen berada di belakang upaya mereka. Namun, beberapa hari kemudian, ia berkicau di akunnya bahwa mereka (DPR) hanya membuang-buang waktu melakukan voting sebelum pemilihan sela.
Sampai beberapa hari setelah Trump mengeluarkan ketentuan tentang penyatuan orangtua dan anak imigran illegal, lebih dari 2.000 anak-anak belum bersatu dengan orangtua mereka.
Puluhan orang, Minggu sore, melakukan protes di depan klub milik Trump saat presiden akan meninggalkan tempat itu. Salah seorang perempuan yang ikut dalam aksi tersebut membawa spanduk beruliskan, “Trump harus dikurung”.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Jim Mattis mengatakan, sedang menyiapkan pembangunan kamp sementara untuk para imigran. Berbicara pada Minggu, Mattis mengungkapkan, dua kamp yang disiapkan berada di dua pangkalan militer. “Rinciannya sedang dibuat, tentang berapa kapasitas yang dibutuhkan di dua pangkalan, fasilitas lain yang dibutuhkan,” ujar Mattis kepada wartawan dalam penerbangan ke Alaska.
Dua kamp yang disiapkan berada di dua pangkalan militer.
Menurut Mattis, selama sekian dekade, militer menyediakan penampungan bagi imigran, termasuk pengungsi Vietnam, setelah perang Vietnam. “Menyediakan tempat bagi mereka yang tak mempunyai penampungan, kami mempertimbangan fungsi-fungsi logistik yang sangat memadai,” katanya ketika ditanya tentang keprihatinannya terhadap peran militer AS dalam kebijakan imigrasi.
Sekalipun tak menyebutkan berapa orang yang bisa ditampung di pangkalan, pejabat militer, Kamis, meminta pemerintah menyiapkan pembangunan untuk 200.000 anak imigran. Menurut pejabat tadi, pemerintah sudah memeriksa tiga pangkalan militer di Texas dan akan meninjau satu lagi di Arkansas.