BRUSSELS, KAMIS Pertemuan puncak 28 negara anggota Uni Eropa akan menentukan nasib para migran. Namun, perbedaan tajam yang terjadi di antara para pemimpin pemerintahan diperkirakan akan membuat pembahasan sejumlah isu mandek.
Pertemuan yang berlangsung sejak Kamis (28/6/2018) di Brussels, Belgia, dibayangi oleh munculnya pemerintahan baru yang bersikap sangat keras terhadap pengungsi. Di sisi lain, Jerman di bawah Kanselir Angela Merkel dengan kebijakannya yang terbuka terhadap pendatang berada di bawah tekanan mitra koalisinya. Jika dalam pertemuan dua hari para pemimpin gagal mencapai titik temu, hal itu dikhawatirkan akan memberi angin pada gerakan anti-Eropa.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dalam suratnya kepada para pemimpin sebelum pertemuan berlangsung mengatakan, waktu segera habis bagi para pemimpin untuk meyakinkan bahwa mereka bisa mengendalikan migrasi sebelum para politisi otoriter memenangi debat yang ”taruhannya tinggi”. ”Semakin banyak orang yang mulai meyakini bahwa hanya pemimpin yang keras, anti-Eropa, dan bersemangat antiliberal dengan kecenderungan otoritarianisme terbuka yang mampu menghentikan gelombang migrasi ilegal,” kata Tusk selaku tuan rumah.
Di tempat terpisah, Ketua Parlemen Eropa Antonio Tajani mengatakan, kegagalan untuk bertindak terhadap migrasi bisa mengakibatkan pukulan fatal terhadap proyek Eropa.
Kembali meruncing
Kendati arus migran tidak sederas tahun 2015, belakangan masalah itu kembali meruncing. Italia dengan pemerintah barunya yang keras terhadap migran menutup rapat pelabuhannya dari perahu-perahu pengungsi. Hongaria dan Polandia juga menyatakan sikapnya yang tak mau berkompromi soal migran.
Sebelum pertemuan puncak UE itu, pada hari Minggu lalu, 16 pemimpin negara anggota UE menggelar ”pertemuan puncak mini”. Namun, pertemuan itu dianggap gagal karena tidak ada kemajuan yang diperoleh saat membahas masalah migran.
Seorang pejabat UE menyebut pertemuan Kamis dan Jumat itu sebagai ”biang dari semua pertemuan puncak” karena banyaknya masalah penting yang harus dibahas. Para pemimpin berada di bawah tekanan untuk menyelesaikannya dalam dua hari.
Kanselir Angela Merkel sebelum bertolak menuju pertemuan itu mengatakan, dengan berkurangnya arus migran, pengawasan imigrasi yang lebih ketat bisa dibangun kembali. Kamis lalu, ia mengatakan, Eropa mempunyai banyak tantangan, tetapi persoalan migrasi bisa menentukan nasib UE.