Di Swedia, Kini Hubungan Seksual Tanpa Persetujuan Dikategorikan Pemerkosaan
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
STOCKHOLM, MINGGU — Hubungan seksual tanpa persetujuan secara eksplisit merupakan pemerkosaan. Ketentuan tegas ini mulai diberlakukan sebagai undang-undang baru di Swedia, Minggu (1/7/2018). Swedia termasuk negara yang juga diguncang gerakan #MeToo yang mengecam pelecehan dan kekerasan seksual.
UU baru itu menetapkan bahwa seseorang dinyatakan melakukan pemerkosaan apabila mereka menjadi bagian dari perbuatan seksual di mana pihak lain tidak berpartisipasi ”secara bebas”.
Sebelumnya, pemerkosaan didefinisikan hanya sebagai perbuatan seksual dengan kekerasan atau ancaman. Kini pelaku bisa ditindak melakukan pemerkosaan tidak hanya kalau ada ancaman atau kekerasan saja.
Dalam UU yang disahkan Mei lalu itu juga disebutkan, pengadilan harus memberikan perhatian khusus pada apakah persetujuan dari pihak kedua itu diungkapkan dengan kata-kata, isyarat, atau cara lain. Hakim Anna Hannell, yang ikut menyusun UU itu, menegaskan bahwa jika ada partisipasi aktif secara fisik, berarti itu tanda persetujuan.
Data Pemerintah Swedia menyebutkan, lebih dari 7.000 kasus pemerkosaan dilaporkan terjadi di Swedia tahun lalu. Ada peningkatan kasus 10 persen dibandingkan tahun 2016. Pelaku pemerkosaan bisa dihukum penjara hingga enam tahun dan maksimal 10 tahun jika korban pemerkosaan masih di bawah umur.
Pemberlakuan UU yang mendapat dukungan dari koalisi berkuasa Demokrat Sosial-Hijau ini ditentang sejumlah asosiasi pengacara Swedia dan lembaga hukum nasional. Kelompok penentang UU ini beralasan, UU itu akan memaksa para hakim bisa berlaku sewenang-wenang untuk menentukan apakah ada persetujuan atau tidak dari pihak kedua.
”Gerakan #MeToo jelas menunjukkan masih banyak yang harus diperjuangkan untuk melawan pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja dan di masyarakat. Pemerintah akan mengalokasikan anggaran 13,5 juta dollar AS untuk melawan kekerasan seksual,” kata Menteri Kesetaraan Gender Swedia Lena Hallengren dalam pernyataan tertulisnya.
Kampanye gerakan #MeToo yang membuka kasus pelecehan dan kekerasan seksual itu dimulai dari serangkaian tudingan pada tokoh Hollywood, Harvey Weinstein. Kasus ini mengguncang hampir semua sektor Swedia.
Lebih dari 10.000 perempuan di Swedia, termasuk aktris, wartawan, pengacara, musisi, dokter, dan pekerja konstruksi bangunan mulai berani berbicara dan menyampaikan pengalaman yang dialami. Mereka lalu ikut bergerak melawan kekerasan seksual.
”Gerakan #MeToo berhasil mengubah perilaku dan sekarang orang jadi paham bahwa kekerasan seksual terjadi di mana-mana. Akhirnya ada UU yang melindungi integritas fisik dan seksual,” kata Ida Ostensson dari Yayasan Make Equal yang gencar mengampanyekan isu ini.
Pada Mei lalu, Akademi Swedia menunda pemberian Penghargaan Nobel Sastra tahun ini setelah harian Swedia, Dagens Nyheter, November lalu, memublikasikan pengakuan 18 perempuan yang mengaku diperkosa dan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual oleh Jean-Claude Arnault, tokoh budaya berpengaruh di Akademi Swedia. Ia lalu didakwa dengan dua kasus pemerkosaan. (AFP)