Sebuah lagu sederhana diiringi gitar dibawakan oleh para murid sekolah yang duduk di dekat lilin. ”Saya mohon langit menunjukkan rahmat dan empati. Saudara kami sedang berada di Tham Luang, Khun Nam Nang Non. Mohon mereka bisa melewati bahaya ini”, demikian petikan isi lagu itu.
Lagu itu dipersembahkan bagi 12 murid dan seorang pelatih sepak bola yang diketahui terjebak dalam goa sudah sejak 23 Juni lalu. Ditulis dan dibawakan oleh murid-murid di sekolah Lek Nai Tung Kwang di Provinsi Buriram, video musik itu diputar oleh media yang meliput operasi pencarian di Goa Tham Luang, Taman Hutan Khun Nam Nang Non, di Provinsi Chiang Rai, Thailand utara.
Kekhawatiran sekaligus harapan disampaikan warga melalui berbagai cara. Keinginan mereka untuk membantu diwujudkan dalam bermacam bentuk.
Lamduan Mayula, pemilik toko suvenir di Provinsi Payao, misalnya, khusus datang dan terjun sebagai relawan. Perempuan ini bersama teman-temannya membuat dapur dan memasak untuk para pekerja yang kelaparan.
”Saya hanya merasa harus melakukan sesuatu. Saya tak bisa duduk di rumah dan menonton berita,” kata Lamduan. ”Dan saya akan tinggal di sini sampai kami dan anak-anak serta pelatih mereka semua bisa pulang bersama.”
Bentuk solidaritas terhadap pelajar yang hilang juga ditunjukkan dengan penyelenggaraan doa bersama serta acara lain. Muangthong United, salah satu klub sepak bola besar dan populer di Liga Thailand, merilis video para pemain dan anggota staf berdiri di tengah stadion, saling berpegangan tangan membentuk lingkaran bola bertuliskan angka 13.
Dalam unggahannya di Facebook, April lalu, Eakapol Chantawong, pelatih yang hilang di Goa Tham Luang, Taman Hutan Khun Nam Nang Non, masuk ke stadion klub itu dan menulis, ”Suatu hari saya akan membawa pemain-pemain muda ke sini”.
Di media sosial banyak beredar tanda pagar yang mengisyaratkan solidaritas, seperti ”13 lives must survive”, ”Kirim semangat ke Tham Luang”, dan ”Orang-orang asing yang wajahnya paling ingin kami lihat”.
Seorang anggota tim penolong menulis kata-kata ”13 harapan, jangan menyerah” di tangki oksigennya. Yang lain memajang gambar siluet menghadap stalaktit goa dengan tambahan tulisan ”Tetap kuat, kami datang”. Ada lagi yang menampilkan gambar menunggang banteng dan menuliskan ”Banteng buas, tetap berjuang”.
Keeta, guru dari murid yang membuat lagu, mengatakan, popularitas lagu anak-anak didiknya memperlihatkan maksud yang sama dari seluruh bangsa Thailand. ”Ini menunjukkan satu hal dalam masyarakat Thailand, pada saat sulit, kita tidak pernah melupakan satu sama lain,” katanya.
”Namun, akan lebih baik kalau anak-anak ditemukan,” lanjut Keeta. Sebagaimana akhir dari lagu itu, ”Biarkan langit menunjukkan kami jalan dan memperjelas/Tolong kelompok teman-teman ini melewati bahaya ini/Untuk segera kembali pulang untuk keselamatan kita semua”.
Upaya dan ikhtiar sebenarnya tidak hanya disampaikan rakyat Thailand. Sejak tersiarnya kabar 12 anak berusia 11-16 tahun dan pelatih mereka yang berusia 25 tahun terjebak di goa, banyak negara terketuk mengulurkan bantuan.
Australia dan Amerika Serikat, misalnya, mengirimkan personel polisi dan militernya. Inggris mengirim sejumlah ahli eksplorasi goa. China, menurut berita dari kedutaan mereka di Bangkok, telah mengirim enam ahli penyelamat bencana.
Banyak kendala menghadang dalam operasi pencarian itu. Kini, setelah lebih dari sepekan, para penolong seperti berkejaran dengan waktu, berharap mereka yang terjebak masih mempunyai daya bertahan. (AP/REUTERS/RET)