DUBAI, MINGGU Uni Emirat Arab pada hari Minggu (1/7/2018) mengumumkan akan melakukan jeda atau menghentikan sementara serangan terhadap milisi Houthi di kota pelabuhan Hodeida, Yaman. UEA menghentikan serangan itu untuk memberi kesempatan pada upaya perdamaian yang dirancang PBB.
Serangan selama berminggu-minggu di kota Hodeida, pelabuhan utama Yaman, telah menimbulkan kekhawatiran bahwa rakyat Yaman akan makin menderita dan situasi kekurangan pangan terus berlanjut. Perang di Yaman yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun merupakan perang pasukan pemerintah Abdurabbuh Mansour Hadi yang didukung sekutunya, seperti Arab Saudi dan UEA, menghadapi milisi Houthi yang didukung Iran.
”Kami menyambut upaya berkelanjutan yang dilakukan oleh Utusan Khusus PBB Martin Griffiths agar terjadi penarikan pasukan Houthi tanpa syarat dari kota Hodeida dan area pelabuhan,” kata Menteri Negara Urusan Luar Negeri UEA Anwar Gargash di Twitter.
”Kami telah menghentikan serangan kami agar ada cukup waktu supaya opsi ini sepenuhnya bisa dilaksanakan. Kami berharap ini akan berhasil,” demikian tulis Gargash. Pengumuman UEA itu muncul setelah Griffiths bertemu dengan Presiden Hadi di kota Aden, Rabu pekan lalu.
Gargash mengatakan, jeda serangan telah berlaku sejak 23 Juni lalu dan pasukan pro-pemerintah sedang menunggu hasil kunjungan Griffiths ke ibu kota Sana’a yang dikuasai Houthi.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan, Griffiths telah mendorong Houthi untuk menyerahkan kendali Pelabuhan Hodeida kepada PBB.
Hadi menuntut agar dilakukan penarikan semua anggota milisi Houthi dari kota Hodeida yang telah menjadi sasaran serangan militer selama berminggu-minggu oleh Pemerintah Yaman dan sekutu regionalnya.
Sikap Houthi
Milisi Houthi mengatakan bahwa mereka mungkin bersedia membagi kendali atas Pelabuhan Hodeida dengan PBB, tetapi pasukan mereka harus tetap berada di wilayah yang lain di Hodeida.
Milisi Houthi telah menguasai kota Hodeida di wilayah barat Yaman dan pelabuhan di kota itu sejak 2014 lalu. Saat itu, mereka mendepak pemerintah Hadi keluar dari ibu kota Sana’a dan menguasai sebagian besar wilayah Yaman utara.
Pada 13 Juni lalu, UEA dan sekutu-sekutunya, termasuk Arab Saudi, melancarkan operasi militer besar-besaran dan disebut mendapatkan ”Kemenangan Emas” karena berhasil mengusir milisi Houthi keluar dari Pelabuhan Hodeida.
Pasukan pro-pemerintah telah merebut kendali Bandar Udara Hodeida pada pertengahan Juni lalu setelah beberapa hari pertempuran sengit. Akan tetapi, mereka tak segera merebut kota Hodeida yang berpenduduk sekitar 600.000 jiwa itu. Jarak kota Hodeida sekitar 150 kilometer di sisi barat kota Sana’a.
Gargash mengatakan, operasi atau serangan mereka telah berhasil memaksa pemberontak Houthi membuat konsesi. Namun, tetap harus dilihat apakah Houthi terlihat serius dengan proses ini atau menggunakannya sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu.
”Gagalnya upaya yang cukup sabar ini membuat kami yakin bahwa tekanan militer yang terus-menerus pada akhirnya akan mampu merebut kembali kota Hodeida dan memaksa pemberontak Houthi untuk terlibat serius dalam negosiasi,” kata Gargash.
Sekitar 8 juta warga Yaman kini menghadapi ancaman kelaparan. Diharapkan bantuan pangan dan obat-obatan segera mengalir melalui Pelabuhan Hodeida. Hampir 10.000 orang tewas dalam perang Yaman sejak 2015 ketika Arab Saudi dan sekutunya bergabung dengan Pemerintah Yaman melawan milisi Houthi.
PBB menyebut Yaman kini mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia karena kondisi penduduknya terus memburuk dan terancam kelaparan. (AFP/LOK)