Mereka—para pengungsi Rohingya—memang tak memiliki kemewahan dan merasakan megahnya Piala Dunia. Namun, kehebohan Piala Dunia 2018 di Rusia itu menjadi jeda bagi kegetiran hidup para pencari suaka asal Rohingya yang kini ditampung di Malaysia.
Klub-klub sepak bola yang dibentuk pengungsi Rohingya di Malaysia menawarkan sesuatu yang lebih besar, yakni melupakan sejenak kepahitan hidup selama 90 menit lewat pertandingan bola. Pertandingan itu menawarkan jeda dari kesulitan hidup mereka, dari sulitnya mencari nafkah, dan masa lalu yang kejam.
Sebagai catatan, Malaysia kini menjadi rumah bagi lebih dari 70.000 warga minoritas Rohingya yang mengungsi karena persekusi yang terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Di petak tanah berlumpur di pinggiran Kuala Lumpur, yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan bobrok, kenangan menyakitkan di Myanmar seolah lenyap ketika para pemain mengoper dan menendang bola di depan kerumunan kecil penonton.
”Sepak bola menghilangkan semua tekanan hidup saya selama 90 menit,” kata Mohamad Ishak (17), anggota tim sepak bola Rohingya. Sepak bola membantunya melupakan masalah hidupnya.
Sembilan tim sepak bola besutan mereka ikut ambil bagian dalam turnamen untuk menyemarakkan Idul Fitri. Turnamen kecil itu bertepatan dengan pelaksanaan Piala Dunia 2018 sehingga mereka bermain diselingi obrolan tentang Piala Dunia di Rusia sambil mengenakan kaus tim favorit mereka, seperti Argentina atau Jerman.
Beberapa di antaranya berharap, suatu hari nanti, tim sepak bola Rohingya bisa ikut bertanding dalam turnamen sepak bola paling bergengsi di dunia itu. Namun, itu hanyalah mimpi yang sulit terwujud bagi kelompok etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan itu.
Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim telah lama menutup mata terhadap masuknya etnis Rohingya. Meskipun tidak diizinkan secara resmi untuk bekerja, mereka telah menjadi sumber tenaga kerja murah untuk pekerjaan kasar, mulai dari tenaga kebersihan hingga kuli bangunan.
Tak terbayangkan
Tentang kekejaman yang dialami oleh warga Rohingya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan telah mendengar sendiri kisah tentang pemerkosaan dan pembunuhan yang mereka alami.
Melalui akun Twitter, Guterres, Senin (2/7/2018), setelah mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Distrik Cox’s Bazar, Bangladesh, menulis bahwa ratusan ribu warga Rohingya yang berada di penampungan menginginkan keadilan dan bisa kembali ke rumah dengan aman.
Mohammed Faruk, sekretaris klub sepak bola Rohingya di Malaysia, mengatakan, meski telah berada di luar Myanmar, warga Rohingya tetap sulit melupakan masa lalu mereka. Pengalaman traumatik itu, ditambah dengan sulitnya hidup di tanah pengungsian, membuat mereka makin terpuruk. Ia berharap, melalui sepak bola, mereka dapat menemukan kegembiraan lagi.
”Setidaknya, dalam benak mereka, mereka memiliki sesuatu yang positif,” kata Mohamad Younus, pengungsi Rohingya yang turut menonton pertandingan bola sore itu. (AFP/AP/LOK)