KABUL, MINGGU - Jumlah warga sipil yang tewas akibat konflik di Afghanistan mencapai rekor tertinggi dalam rentang enam bulan pertama tahun ini, yakni sebanyak 1.692 orang. Jatuhnya korban jiwa kebanyakan disebabkan oleh serangan-serangan kelompok militan dan bom-bom bunuh diri.
Angka tersebut lebih tinggi 1 persen dibandingkan dengan jumlah korban jiwa dalam satu tahun pada 2017 dan angka tertinggi dalam periode enam bulan sejak Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Afghanistan (UNAMA) memulai pencatatan pada 2009.
Dalam laporan yang dirilis pada Minggu (15/7/2018), UNAMA juga mencatat peningkatan tren bom bunuh diri dan penyerangan yang ”kompleks”. Jika kecenderungan ini berlanjut, kata UNAMA, angka korban bom bunuh diri dapat melebihi rekor keseluruhan korban tahun 2017 yang sebanyak 2.300 orang.
Menurut UNAMA, kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas bom-bom bunuh diri dengan porsi 52 persen. Serangan NIIS terbesar terutama terjadi di Kabul dan Nangarhar, basis kekuatan mereka sejak kelompok ini muncul di Afghanistan pada 2014. Adapun Taliban bertanggung jawab atas 40 persen kejadian.
UNAMA menyebutkan, selain korban tewas, di enam bulan pertama tahun ini juga terdapat 3.430 orang luka-luka akibat bom. Total korban tewas dan luka-luka sebanyak 5.122 orang.
Yang menyedihkan, rekor korban tewas ini justru terjadi di tengah gencatan senjata antara pasukan Afghanistan dan Taliban yang disepakati pada bulan lalu. Gencatan senjata selama tiga hari pertama Idul Fitri lalu sempat menimbulkan harapan akan terciptanya kemungkinan perdamaian setelah 17 tahun konflik.
Namun, gencatan senjata diwarnai dua serangan bom bunuh diri di Provinsi Nangarhar, Afghanistan timur, yang mengakibatkan puluhan orang tewas. NIIS, yang tidak ikut dalam kesepakatan gencatan senjata, mengklaim melakukan serangan itu.
Dalam catatan UNAMA, insiden terburuk terjadi di Provinsi Kunduz pada April ketika 107 orang tewas dan luka-luka akibat serangan udara di sebuah madrasah. Kebanyakan korban kala itu adalah anak-anak.
Hanya beberapa jam setelah laporan UNAMA dikeluarkan, Taliban melancarkan serangan ke tempat pemeriksaan di Distrik Ghani Kahil, Provinsi Nangarhar, mengakibatkan tujuh polisi tewas. Kepala polisi setempat, Senin, mengatakan, lima anggota Taliban tewas dalam peristiwa ini.
Serangan yang merenggut lebih banyak korban juga terjadi di distrik lain di Nangarhar, menewaskan 20 anggota Taliban. Menurut kepala polisi, serangan udara ini dilakukan pemerintah, Minggu malam.
Di tempat terpisah dekat kantor Kementerian Rehabilitasi dan Pembangunan Desa di Kabul, Senin, sebuah bom bunuh diri menewaskan tujuh orang dan melukai 15 orang. NIIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini. Mereka mengakui menyasar karyawan pemerintah.
Taliban menolak
Setelah sempat menjalin kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah, Taliban menolak permintaan Kabul untuk memperpanjang gencatan senjata itu. Mereka mengabaikan permintaan untuk berunding guna mengakhiri perang.
PBB mendesak para pihak agar memanfaatkan semua peluang terwujudnya perdamaian. ”Gencatan senjata singkat memperlihatkan pertempuran bisa dihentikan dan warga Afghanistan tidak harus dibebani perang,” kata Tadamichi Yamamoto, Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Afghanistan.
Terkait situasi di Afghanistan, Presiden AS Donald Trump tahun lalu menyatakan akan mengurangi keterlibatan AS dalam serangan terhadap militan di Asia Selatan. (AP/AFP/RET)