Grappa Americana, Teh Monte Verita
Rehat fisik, rehat jiwa. Begitulah yang ditawarkan jika berwisata ke Ascona di Provinsi Locarno, Kanton Ticino, Swiss. Namun, bukan berarti berhenti beraktivitas. Ascona menawarkan beragam petualangan asik di danau dan di daratan.
Danau Maggiore aman untuk olahraga sekaligus wisata air. Mau berenang, melaju dengan kapal cepat, atau mencoba berperahu layar baru sebagian dari ”kesegaran” yang ditawarkan. Di daratan, selain berjalan kaki, kayuh saja sepeda sewaan berkeliling kota. Lebih gaya lagi asik pakai vespa menyusuri jalanan yang naik turun sesuai kontur berbukit kota itu. Jangan lupa pakai helm, ya.
Bermain air menyegarkan badan dan membantu beradaptasi seusai jetlag. Waktu di Ascona itu 6 jam lebih lambat dari Jakarta.
Nah, di luar wisata air yang amat biasa di sana, berlibur di Ascona baiknya sekalian mencoba beberapa wisata berkelas. Pertama, ayo golf di Golf Patriziale Ascona. Tidak pernah main golf sebelumnya? Tak mengapa, ikut sesi latihan saja dengan pengajar profesional.
Pada 20 Juni lalu, bagian dari ”Savours of Switzerland, Part II”, sembilan jurnalis dan bloger dari sembilan negara dilatih oleh Carlos Duran. Mulai dari memegang bola golf, melempar mengarah ke salah satu lubang sasaran di tanah, hingga mencoba berbagai stik golf dari bahan besi hingga serat fiber.
Nikmati berpindah-pindah lapangan dengan mobil golf mungil. Mobil gesit menyusuri hijaunya lapangan luas yang tepat berbatasan dengan Danau Maggiore dan sebuah pelabuhan kecil. Di tepian tiap lapangan dan lahan antarlapangan penuh tegakan pohon hijau. Asri benar Golf Patriziale ini.
”Ingat, ya, pegang stikmu dengan tangan kiri dulu baru tangan kanan. Ayunkan stik dengan gerakan pundak dan pinggul, bukan sekadar ayunkan tangan sebatas siku,” kata Carlos .
Delea
Seusai santap siang, siap-siap terpukau melihat minuman anggur berkualitas di Vini e Distillati Angelo Delea SA. Awalnya agak kecewa ketika dibawa ke pabrik modern tempat Delea kini berproduksi rutin. Semua berbalik ketika Gian Andrea mewakili pimpinan Delea membawa rombongan ke dalam lift yang bergerak turun. Saat pintu lift terbuka, dunia lain menghampar. Semua mendapati telah berada di sekitar 2-3 lantai di bawah tanah. Sebuah bangunan luas menakjubkan penuh tong-tong berisi anggur dan atap beton tebal melengkung.
Pencahayaan ruang bawah tanah sengaja dibuat temaran, tetapi masih memadai untuk menatap sepuasnya segala hal di sana. Di salah satu bagian ruang bawah tanah itu ada museum pembuatan dan penyimpanan anggur dari ratusan tahun lampau. Sebuah perapian modern menunggu pengunjung di seberang museum.
Meja-meja panjang serta meja-meja bundar tinggi menawarkan aneka jenis keju yang dipotong kecil-kecil, salad, buah zaitun, dan banyak kudapan lain. Semua itu demi menemani sesi mencicip anggur buatan Delea. Ada anggur merah, putih, rose wine, atau jenis minuman lain juga ada. Di sini ada yang khas, yaitu grappaAmericana, brandy berbasis anggur dengan anggur lokal yang disebut anggur Amerika. Tentunya ini semua minuman beralkohol, ya. Bagi yang tidak berkenan, serbu saja kudapan lezatnya.
”Ini anggur lokal, bahannya pun dari jenis American grape yang banyak tumbuh di sini, di kebun atau pun di depan-depan rumah kita. Kita biasanya juga mengimpor bahan dari Italia, kan, dekat sini, tradisi pembuatannya mirip. Namun, akhir-akhir ini, bahan dari Italia seret karena ada masalah produksi di sana. Jadinya, inilah produk lokal kita dengan bahan lokal yang ada. Amat terbatas, tetapi berkualitas tinggi,” kata Gian Andrea.
Jalan teh
”Filosofi teh, mulai dari menanam pohonnya, memanen pucuk terbaik, hingga langkah demi langkah mewujudkan teh berkualitas, menurut kami yang besar dengan tradisi membuat anggur, sebenarnya tidak jauh berbeda. Kesabaran, kerendahhatian, keinginan untuk memberikan terbaik bagi semua, menjadi kunci mewujudkan seduhan teh berkualitas tertinggi,” kata Manager Director Monte Verita Tea Plantation Tobias Denzler, Kamis, 21 Juni lalu.
Bersama istrinya, Corinne Denzler, Tobias sehari-harinya bertugas mengelola perkebunan teh di Gunung Verita, masih di kota Ascona. Kebun teh ini kecil saja, teramat kecil malah. Hanya sekitar 30 meter x 40 meter luas kebun utamanya. Namun, kebun menyatu dengan kompleks hotel, rumah teh, dan lahan terbuka yang penuh tutupan hijau pepohonan.
Kebun teh di Gunung Verita atau Gunung Kebenaran ini termasuk kebun teh pertama yang hadir di Eropa. Tujuannya memang bukan untuk memproduksi teh besar-besaran layaknya di India atau Indonesia, tetapi untuk mengenal filosofi jalan teh. Kehadiran teh di Gunung Kebenaran ini berawal dari Peter Oppliger yang membawa tanaman teh dari Asia ke Taman Botani Brissago di pulau di tengah Danau Maggiore. Dari pohon teh pertama di Eropa itu, muncullah perkebunan teh di Pulau Grande yang lalu dikembangkan pula di Verita.
Menurut Tobias, baru 7 tahun lalu, kebun teh Monte Verita mulai bisa panen. Hasil pertamanya saat diproses hanya menjadi beberapa genggam teh hijau saja. Namun, kualitasnya tak kalah dengan teh hijau asli produksi Jepang. Negara ”matahari terbit” ini memang menjadi acuan pengelolaan kebun dan produksi teh di Verita.
Kamis pagi itu, jurnalis dan bloger dari sembilan negara beruntung dapat ikut mencicipi aneka teh hasil kebun racikan Corrine. Ada setidaknya enam macam teh, seperti teh hijau, teh hitam, teh putih, hingga teh pu-er. Pu-er, teh dengan kualitas paling tinggi di antara yang lain. Teh pu-er ini memang teh yang telah berusia jauh lebih tua dibanding olahan teh lainnya. bisa dipakai hingga 20-30 kali dan rasanya makin nikmat saat digunakan berulang-ulang.
Jika terbiasa dengan coldbrew coffee, di sini ada coldbrew tea. Cara mengolah coldbrew tea ini juga tidak main-main. Hasilnya, rasa teh yang enak sekali. Seperti es teh segar, tetapi rasa tehnya terjaga super mantap.
”Inilah mengapa kita menganggap ada persamaan antara mengolah teh dan anggur. Semakin tua, mereka semakin berkelas. Namun, tentu sebelumnya harus diproses sempurna terlebih dulu. Kami orang Eropa menghormati anggur layaknya Asia memperlakukan teh,” ujar Tobias.
Perjalanan teh melintasi berbagai negara dari Asia ke Eropa dahulu kala sehingga akhirnya minum teh mentradisi di Eropa meninggalkan jejak panjang. Di Maroko, Turki, Jerman, Inggris, juga Swiss, kata Tobias, berbeda cara menyajikan teh, ada tambahan krim, susu, gula, mentega, termasuk tetap mempertahankan rasa asli tanpa tambahan. Itu melambangkan asimilasi budaya yang menakjubkan. Semua adalah bentuk penghormatan atas anugerah alam dan bagaimana manusia menyiasatinya. Mengolah sedemikian rupa nan rumit, demi selalu bisa menikmatinya bersama sahabat.
”Ya, inilah Il sentiero del te atau jalan teh. Bagaimana kita semua sebenarnya telah saling belajar dan memengaruhi sejak lama,” kata Tobias.