JAKARTA, KOMPAS -- Perumusan fatwa tidak bisa dilakukan sembarangan. Fatwa mesti dibuat dan dikeluarkan orang yang memiliki kemampuan keilmuan yang tepat. Ulama juga didorong mengkaji isu-isu kontemporer dalam membuat fatwa.
Poin-poin tersebut menjadi kesimpulan penting dalam konferensi fatwa dan problematika kontemporer yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan tersebut berlangsung di Balai Kota Jakarta, Jumat-Minggu (20-22/7-2018). Delegasi dari belasan negara berkumpul guna mengkaji perkembangan konsep dan metodologi fatwa.
Ketua Umum MUI Provinsi DKI Jakarta Ahmad Syarifuddin Abdul Gani menyampaikan, MUI merasa perlu memperoleh masukan dari ulama-ulama negara lain, khususnya mengenai cara mengeluarkan fatwa secara tepat, bukan fatwa yang asal-asalan dibuat.
"Delegasi menyampaikan ilmunya untuk kami, ada belasan negara yang turut serta," ujar Syarifuddin, Minggu (22/7/2018), di sela-sela jamuan makan siang di Kedutaan Besar Qatar, Jakarta.
Adapun negara-negara yang berpartisipasi di antaranya Iraq, Yordania, Iran, Arab Saudi, Yaman, Uni Emirat Arab, Oman, Lebanon, Sudan, Syria, Rusia, dan Maroko.
Lebih lanjut, Syarifuddin mengatakan, pedoman membuat sebuah fatwa penting untuk diperhatikan. Hal itu karena mengeluarkan fatwa bukan pekerjaan yang mudah. Syarifuddin menyatakan, banyak orang yang tidak bisa atau belum menguasai cara mengambil hukum dari Alquran secara langsung.
"Fatwa itu tidak bisa dikeluarkan sembarangan," katanya.
Ia menjelaskan, kriteria fatwa yang benar itu dikeluarkan oleh orang yang benar-benar berhak. Tidak semua orang bisa membuat fatwa. Orang yang berhak membuat fatwa, kata Syarifuddin, adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam keilmuan yang memang tepat untuk mengeluarkan fatwa.
"Hanya bisa dikeluarkan ulama. Terutama ulama yang mumpuni dalam beberapa ilmu. Jika tidak, maka fatwanya dianggap ngawur. Perlu pengkajian khusus siapa yang bisa mengeluarkan fatwa. Karena kita bertanggung jawab kepada Allah," tuturnya.
Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Inovasi, dan Kewirausahaan Ilham Habibie mengatakan, ulama perlu mengkaji isu-isu kontemporer dan melibatkan ahli-ahli dari berbagai bidang ilmu. Hal itu dimaksudkan agar persoalan dan tantangan yang dihadapi umat Islam bisa mendapatkan solusi, salah satunya melalui fatwa.
Oleh sebab itu, Habibie berpendapat, ulama-ulama semestinya tidak menutup diri terhadap perubahan-perubahan kontemporer. Ulama, kata dia, justru harus menjawab tantangan itu.
"Inilah yang diharapkan dalam konferensi. Agar Islam mampu menjawab perkembangan zaman," ujarnya.
Menjawab tantangan perkembangan zaman yang dimaksud seperti pesatnya perkembangan teknologi internet. Saat ini, media sosial semakin berkembang. Di sanalah peran umat Islam diperlukan untuk memberikan solusi terhadap dampak negatif media sosial.
Perwakilan dari Yordania, Adnan Al Assaf, menyampaikan, seluruh peserta konferensi bersepakat modernitas menjadi basis dasar mengeluarkan fatwa. Ia melanjutkan, ulama dalah bagian dari manusia dan harus menjunjung tinggi nilai toleransi dan hak asasi manusia, serta nilai kerja sama.
"Kami telah mendapat kesimpulan penting dalam konferensi ini," ujarnya.