Tangan-tangan Israel di Zona Penyangga
Tidak ingin kehilangan kontrol di wilayah demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan, Israel membentuk pasukan yang berasal dari milisi oposisi Suriah.
Israel seperti diungkap harian berbahasa Arab, Al Quds Al Arabi, Minggu (22/7/2018), mulai merintis pembentukan pasukan Suriah selatan loyalis Tel Aviv, seperti model pasukan Lebanon Selatan loyalis Israel pimpinan Antoine Lahad pada 1984 hingga 2000.
Pasukan Suriah selatan loyalis Israel itu akan ditempatkan di area penyangga yang dikenal dengan zona demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata Israel-Suriah tahun 1974 setelah perang Arab-Israel tahun 1973. Zona tersebut adalah area yang tidak boleh dimasuki pasukan Suriah ataupun Israel sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata 1974 itu.
Israel kini sedang berunding dengan Rusia terkait pembentukan pasukan Suriah selatan tersebut. Rusia diberitakan masih menolak atas rencana Israel membentuk pasukan Suriah selatan itu.
Keputusan Israel membentuk pasukan Suriah selatan yang berada di bawah kontrolnya itu menyusul kekalahan pasukan oposisi Suriah dalam pertempuran dengan pasukan loyalis rezim Presiden Bashar al-Assad dan Rusia di Provinsi Daraa dan Quneitra-Suriah selatan dan barat daya.
Pasukan rezim Assad yang dibantu milisi loyalis Iran dan Rusia menyerang Provinsi Daraa dan Quneitra sejak pertengahan Juni lalu dan kini berhasil menguasai hampir 90 persen wilayah Provinsi Daraa dan Quneitra. Provinsi Quneitra adalah provinsi yang terdapat di Dataran Tinggi Golan. Sejak tahun 1967, sebagian besar Dataran Tinggi Golan diduduki Israel.
Tiga opsi
Ada tiga opsi yang dipilih pasukan oposisi Suriah setelah kekalahan itu. Ada pasukan oposisi yang memilih menyerah dan hidup di bawah kontrol pasukan rezim Assad dan Rusia.
Ada juga pasukan oposisi yang memilih hijrah ke Provinsi Idlib-Suriah utara yang masih dikontrol pasukan oposisi. Ada pula pasukan oposisi yang memilih menyingkir ke zona demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan dengan cara main mata dengan Israel.
Israel menyambut hangat keinginan sebagian pasukan oposisi Suriah menyingkir ke zona penyangga atau demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan itu.
Ada tiga milisi dari pasukan oposisi Suriah yang ingin berlindung di zona penyangga di Dataran Tinggi Golan tersebut, yaitu milisi Fursan Golan, milisi Izz Ben Abdessalam, dan milisi Seif al-Sham. Diperkirakan, anggota tiga milisi tersebut mencapai sekitar 2.000 personel. Jika dihitung dengan anggota keluarganya, bisa mencapai 7.000 hingga 8.000 orang.
Tiga milisi itu telah menyerahkan senjata beratnya, seperti tank dan artileri, kepada pasukan Rusia, Israel berjanji akan mengganti senjata berat yang diserahkan kepada Rusia dengan senjata baru buatan Israel dan AS.
Selama ini, Israel sudah menjalin hubungan kuat dengan tiga milisi tersebut serta telah menyuplai senjata dan dana kepada tiga milisi itu. Israel akan mengawasi langsung keberadaan pasukan Suriah selatan itu di zona penyangga dan akan melindungi dari kemungkinan ada serangan balasan dari pasukan rezim Assad.
Tujuan strategis Israel membentuk pasukan Suriah selatan tersebut adalah untuk menghadapi milisi loyalis Iran, khususnya Hezbollah, yang kemungkinan besar semakin tersebar di Provinsi Daraa dan Quneitra setelah Rusia dan pasukan rezim Assad mengontrol dua provinsi itu.
Israel selama ini meminta milisi loyalis Iran harus berada di posisi minimal 40 kilometer hingga 80 kilometer dari perbatasan Suriah-Israel. Israel mengancam akan menggempur langsung milisi loyalis Iran jika bergerak di area kurang dari 40 kilometer itu.
Israel kelak akan menggunakan pasukan Suriah selatan itu sebagai penyangga atau garis pertahanan pertama dalam menghadapi milisi loyalis Iran yang berada di Provinsi Daraa dan Quneitra.
Jika suatu saat terjadi krisis di Dataran Tinggi Golan, Israel tak perlu terjun langsung, tetapi cukup menggerakkan pasukan Suriah selatan itu untuk menghadapi milisi loyalis Iran atau pasukan loyalis rezim Assad.
Israel sejak tahun 2013 telah lebih dari 100 kali melakukan gempuran udara atas gudang senjata, kamp latihan, dan jalur logistik yang diduga kuat milik loyalis Iran. Bagi Israel, keberadaan pasukan Iran dan milisi loyalisnya di Suriah adalah garis merah yang tidak boleh berlanjut selamanya.
Evakuasi
Dari Amman, Jordania, di kabarkan, Israel telah mengevakuasi 800 warga Suriah ke Jordania. Mereka adalah anggota sukarelawan Helm Putih dan anggota keluarga mereka karena terancam desakan pasukan Suriah. Pemerintah Jordania menyatakan, para sukarelawan itu selanjutnya akan ditempatkan di sejumlah negara, seperti Inggris, Kanada, dan Jerman.
Didirikan tahun 2013, Helm Putih adalah sebutan untuk sukarelawan Suriah, yang ada di barisan terdepan untuk menyelamatkan korban serangan udara dan pengeboman di wilayah yang dikuasai pemberontak. ”Atas permintaan AS, Kanada, dan negara-negara Eropa, Israel telah menyelesaikan upaya kemanusiaan untuk menyelamatkan anggota organisasi sipil Suriah (Gedung Putih) dan keluarga,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Emmanuel Nahshon. (AFP)