PHNOM PENH, KOMPAS -- Hingga tiga hari sebelum pemungutan suara, nyaris tidak ada kampanye atau pemasangan alat peraga oleh partai peserta pemilu, selain oleh partai berkuasa di Kamboja. Partai Rakyat Kamboja yang dipimpin PM Hun Sen melakukan beragam kampanye dan memasang alat peraga di berbagai penjuru negara itu.
Di Phnom Penh, ibukota negara, Kamis (26/7/2018), disiapkan dua lokasi kampanye akbar untuk Partai Rakyat Kamboja (CPP). Panggung-panggung diabangun untuk hari terakhir kampanye, Jumat (27/7/2018). Pemimpin CPP, PM Hun Sen, dijadwalkan hadir pada hari terakhir kampanye.
Setelah kampanye Jumat ini, Kamboja akan memasuki masa tenang. Selanjutnya, pemungutan suara berlangsung pada Minggu (29//7/2018).
CPP tidak hanya menyiapkan kampanye akbar. Poster dan bendera partai itu terpasang di berbagai penjuru Phnom Penh dan Kandal, provinsi yang berbatasan dengan Phnom Penh.
Sejumlah panggung kecil juga didirikan untuk menjadi lokasi kampanye CPP. Tak ketinggalan, mobil-mobil yang dipasangi poster dan bendera CPP hilir mudik di sejumlah tempat.
”Sejak tahun lalu, sudah diketahui partai mana yang akan menang pemilu tahun ini. Tidak ada oposisi yang kuat. Buat apa kampanye, kalau sudah jelas,” ujar penduduk Kandal yang hanya mau disebut sebagai Sarath.
Ia mengacu pada pembubaran Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) oleh Mahkamah Agung Kamboja, November 2017. CNRP dituduh bekerja sama dengan negara asing untuk mengacau Kamboja. Karena itu, partai dibubarkan dan pengurusnya dilarang terlibat politik selama lima tahun. Pemimpin CNRP, Kem Sokha, dipenjara karena dituduh berkhianat.
Partai lain yang cukup kuat adalah Funcinpec yang dipimpin Pangeran Norodom Ranariddh, kakak Raja Kamboja Norodom Sihamoni. Di Phnom Penh dan Kandal, hanya kurang dari 20 poster Funcipec terpasang di jalan-jalan kecil. Tidak ada poster atau alat peraga kampanye Funcipec di jalan-jalan besar.
Seorang pengusaha di Phnom Penh, Bun Ly, mengatakan, pemilu sekarang lebih tenang dibanding pemilu 2013. Sekarang tidak ada kecemasan kemungkinan kerusuhan setelah pemilu. ”Bagi kami, ketenangan berusaha lebih penting. Soal politik, saya tidak bisa berkomentar banyak. Kami jelas tidak mau seperti 2013, harga barang-barang naik karena orang yang takut kerusuhan memborong aneka kebutuhan,” tuturnya.
Dorong Partisipasi
Di sejumlah desa, pengurus CPP didorong untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Bahkan, mereka diperintahkan untuk menekan warga agar menggunakan hak pilih. ”Setiap hari kami menyampaikan pencapaian partai ke warga. Mereka harus bersyukur dan kewajiban mereka untuk menggunakan hak pilih,” kata seorang pengurus CPP di Provinsi Kampong Thom.
Pengurus CPP yang tidak mau namanya diungkap itu menyebutkan, setiap yang tidak menggunakan hak pilih akan didiskriminasi. ”Kalau tidak memilih, akan dikeluarkan dari komunitas. Mereka akan kesulitan mendapat layanan umum dan sumbangan,” ujarnya.
Kalau tidak memilih, akan dikeluarkan dari komunitas. Mereka akan kesulitan mendapat layanan umum dan sumbangan.
Juru bicara CPP Sok Eysan menyangkal ada intimidasi. Meskipun demikian, ia menyatakan wajar bagi pengurus untuk menyampaikan prestasi partai.
Tingkat partisipasi dalam pemilu 2018 penting bagi CPP dan Hun Sen. Partipasi rendah akan memberi alasan bagi Amerika Serikat dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada Kamboja serta melemahkan Hun Sen.
Seorang mantan pengurus CNRP di Siem Reap menyatakan selalu diawasi. Sementara seorang mantan perangkat desa di Sihanoukville, Sao Usaphea, menyatakan diperiksan polisi dan pejabat CPP. Pemeriksaan itu dampak ajakan tidak memilih yang disampaikannya melalui media sosial. Dalam pemeriksaan itu, ia diminta membuat pernyataan tertulis untuk tidak lagi menganjurkan golput.
Kepala Kepolisian Phnom Penh Chuon Sovann menyatakan, polisi siap menindak setiap penganjur golput. Pemerintah Kamboja menegaskan ajakan golput adalah pelanggaran hukum. (REUTERS)