JOHANNESBURG, KAMIS - Lima negara dengan tingkat perekonomian berkembang terbesar, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan atau BRICS, menyatakan dukungan atas sistem multilateral. Mereka juga menyerukan kerja sama ekonomi lebih erat guna menghadapi ancaman tarif yang digaungkan Amerika Serikat sekaligus melawan unilateralisme.
Hal itu menjadi kesepakatan yang diambil dalam pertemuan tahunan perwakilan pemerintah-pemerintah BRICS yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (26/7/2018). Pertemuan digelayuti risiko perang dagang AS melawan China dan mitra-mitra tradisional AS lain, seperti Kanada serta Uni Eropa.
”Kami menegaskan kembali sentralitas sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, transparan, tidak diskriminatif, terbuka dan inklusif, sebagaimana terkandung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang mempromosikan lingkungan perdagangan yang dapat diprediksi,” demikian isi deklarasi yang ditandatangani lima pemimpin perwakilan BRICS.
Para pemimpin BRICS menyatakan prihatin pada efek–efek lanjutan dari langkah-langkah kebijakan ekonomi makro di beberapa negara maju utama. Mereka mengakui bahwa sistem perdagangan multilateral menghadapi tantangan yang belum ada sebelumnya. Maka, mereka menekankan pentingnya ekonomi dunia yang terbuka.
Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump menyatakan siap mengenakan tarif terhadap semua impor barang asal China senilai 500 miliar dollar AS. Washington menyebut surplus perdagangan China atas AS sebagai akibat manipulasi mata uang yang tidak adil.
Trump telah menerapkan tarif atas sejumlah barang asal China senilai puluhan miliar dollar AS. Washington juga menerapkan tarif atas baja dan aluminium yang merupakan produk Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko.
Meski tidak menyebut nama Trump ataupun entitas AS dalam pertemuan tahunan BRICS, seruan menentang kebijakan tarif dan unilateralisme dikumandangkan. Salah satunya oleh Presiden China Xi Jinping. Ia juga menyerukan persatuan negara-negara BRICS.
”Kita harus tetap berkomitmen terhadap multilateralisme,” kata Xi pada hari kedua dari tiga hari gelaran pertemuan. ”Kerja sama ekonomi yang lebih dekat untuk kemakmuran bersama adalah tujuan dan prioritas awal BRICS.”
Hubungan lebih erat
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang mengadakan pertemuan kontroversial dengan Trump pekan lalu, juga menggemakan seruan bagi hubungan lebih erat di antara anggota BRICS. ”BRICS memiliki tempat unik dalam ekonomi global—pasar terbesar di dunia dengan PDB (produk domestik bruto) gabungan adalah 42 persen dari PDB global—dan terus tumbuh,” kata Putin.
Ia juga menekankan bahwa pada 2017 tingkat perdagangan dengan negara-negara BRICS telah tumbuh 30 persen. Putin yakin, dengan peningkatan kerja sama perdagangan bersama di kelompok itu, aneka pertumbuhan selanjutnya dapat tercapai melalui berbagai kemitraan.
Populasi anggota BRICS yang mencapai 40 persen dari populasi global juga menjadi modal tersendiri. Mewakili beberapa ekonomi berkembang terbesar, BRICS terus berjuang menemukan suara yang bersatu.
Para pengamat mengatakan, dinamika kebijakan perdagangan AS dapat saja memberi kelompok itu tujuan-tujuan baru.
Di Washington, Trump dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengumumkan gencatan senjata setelah pertemuan mereka, Rabu. Disepakati, AS dan Uni Eropa ”segera menyelesaikan” sengketa atas tarif baja dan aluminium oleh AS dan langkah balasan Uni Eropa.