KAIRO, KOMPAS — Iran akhirnya mengakui telah menggelar latihan militer di kawasan Teluk Persia, pekan lalu. Latihan perang berlangsung di tengah terus berlanjutnya unjuk rasa di sejumlah kota sebagai protes atas anjloknya nilai tukar mata uang Iran, riyal, akibat memburuknya situasi ekonomi.
Juru bicara satuan elite Garda Revolusi, Ramezan Sharif, Minggu (5/8/2018), seperti dilansir kantor berita Reuters yang mengutip kantor berita Iran, IRNA, mengungkapkan, Garda Revolusi pekan lalu menggelar latihan perang. Tujuannya, mengantisipasi ancaman dari para musuh.
Menurut Sharif, dalam latihan perang, diuji coba sejauh mana kemampuan Garda Revolusi memantau dan mengontrol jalur lalu lintas laut di kawasan Teluk Persia. Ia mengungkapkan kepuasannya atas hasil latihan perang yang dilakukan Garda Revolusi untuk menjaga kesiapan maksimal dalam mengamankan kawasan Teluk, khususnya Selat Hormuz, dalam menghadapi ancaman dan aksi spekulasi dari para musuh.
Sejumlah media Arab melansir, latihan perang oleh Garda Revolusi dilakukan pada Jumat- Sabtu (3-4/8/218) di area perairan sekitar Selat Hormuz yang sangat strategis. Menurut Stasiun televisi Aljazeera, ada tiga satuan dari Garda Revolusi yang terlibat dalam latihan tersebut. Mereka ialah satuan marinir Garda Revolusi, pasukan penanggung jawab rudal balistik, serta unit gerak cepat angkatan laut.
Paket sanksi
Latihan perang Garda Revolusi digelar di tengah semakin tegangnya hubungan AS-Iran, menjelang mulai diberlakukan paket sanksi tahap pertama AS terhadap Iran pada Selasa besok. Paket sanksi pertama itu akan disusul oleh paket sanksi tahap kedua mulai 4 November mendatang.
Serangkaian paket sanksi AS terhadap Iran tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan Presiden AS Donald Trump yang membatalkan secara sepihak Kesepakatan Nuklir tahun 2015. Menurut Trump, Kesepakatan Nuklir memberi ruang bagi Iran untuk tetap mengembangkan kemampuan persenjataan.
Sebelumnya, Jumat pekan lalu, media AS yang mengutip sumber militer negara itu melansir bahwa Washington telah berhasil memantau Garda Revolusi yang menggerakkan sekitar 100 perahu serbu kecil bersenjata dan sejumlah kapal perang di perairan strategis di Teluk Persia. Sebutan perairan strategis Teluk Persia biasanya digunakan untuk menyebut area Selat Hormuz yang merupakan lalu lintas kapal-kapal pengangkut berbagai komoditas..
Disebutkan, sekitar 32 persen ekspor minyak dan gas dunia dari negara-negara kawasan Teluk melalui Selat Hormuz. Selat tersebut merupakan jalur laut sempit yang membentang antara Iran dan Kesultanan Oman.
Selat Hormuz memang memiliki lebar 50 kilometer dengan kedalaman hanya 60 meter. Namun, ruas laut yang menjadi jalur keluar masuk kapal tanker minyak di selat itu hanya sekitar 10,5 km dari total 50 km lebar Selat Hormuz.
Sebanyak 20 hingga 30 kapal tanker melewati ruas laut 10,5 km itu setiap hari. Mereka mengangkut minyak dan gas dari Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Iran, serta Irak.
Kepala Staf Angkatan Laut Iran Laksamana Hossein Khanzadi, Kamis (3/8/2018) pekan lalu, mengungkapkan, Selat Hormuz tidak akan aman bagi negara-negara yang mengancam keamanan Iran. Menurut dia, apakah Selat Hormuz tetap terbuka atau tidak bergantung pada jaminan dunia internasional atas kepentingan Iran.
Unjuk rasa capai kota Qom
Menjelang mulai diberlakukannya paket sanksi tahap pertama AS terhadap Iran, unjuk rasa terus berlanjut di sejumlah kota di negara itu hingga lima hari berturut-turut. Cuplikan rekaman video yang tersebar di media sosial seperti dikutip stasiun televisi Alarabiya memperlihatkan, demonstrasi mencapai kota Qom, sekitar 125 km arah barat daya kota Teheran. Qom merupakan pusat Hauzah Ilmiah (diniyah) di Iran.
Bahkan, para pengunjuk rasa mendekati Hauzah Ilmiah di kota Qom yang dikenal sebagai pusat pendidikan bagi para Mullah yang berkuasa di Iran, seperti Pemimpin Revolusi Ayatollah Imam Khomeini dan Pemimpin Spiritual Ali Khamenei, serta Presiden Iran Hassan Rouhani. Demonstrasi juga merambah kota Teheran, Shiraz, dan Karaj.
Harian Iran, Jomhouri-Eslami, dalam berita utama edisi hari Minggu kemarin, menurunkan seruan Pemimpin Spiritual Ali Khamenei dan Presiden Hassan Rouhani. Mereka menyatakan akan segera menindak para oknum yang merusak ekonomi Iran, terutama para pelaku pasar gelap mata uang riyal.