Pasca-Ledakan Bom, Warga Jordania Diperingatkan Rencana Serangkaian Teror
Oleh
KRIS RAZIANTO MADA
·3 menit baca
AMMAN, SENIN -- Pemerintah Jordania menuding pendukung kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) sebagai dalang peledakan bom di kota Salt, Jordania, pekan lalu. Ledakan itu menyasar polisi kerajaan tersebut. Diungkap juga, rencana kelompok militan melancarkan serangkaian serangan teror dengan target aparat keamanan dan warga sipil.
Menteri Dalam Negeri Jordania Samee al-Mobaideen mengatakan di Amman, Senin (13/8/2018), pelaku bukan anggota NIIS. Pelaku diidentifikasi sebagai pendukung kelompok teror itu. Ia menyebutkan, seluruh pelaku merupakan warga Jordania. Belum ada indikasi keterlibatan warga asing asing dalam peledakan yang menewaskan seorang polisi dan melukai lima polisi itu.
"Investigasi berlangsung secara rahasia dan masih berjalan," ujarnya.
"Ada rencana (kelompok militan) untuk melancarkan serangkaian serangan teror yang akan menyasar tempat-tempat aparat keamanan dan kumpulan massa. Kami tahu target-target serangan itu, tetapi kami tak ingin mengungkapkannya agar warga tidak ketakutan," tambah Mobaideen.
Pascaserangan pekan lalu, aparat Jordania memburu jaringan pelaku di sejumlah tempat. Dalam penyerbuan pada hari Minggu (12/8/2018), tiga orang yang diduga pendukung NIIS ditembak mati. Bukan hanya militan yang tewas dalam penyerbuan itu. Aparat Jordania mengakui, tiga polisi juga meninggal dalam baku tembak yang menyertai penggeledahan itu.
"Kami akan memerangi para Khawarij dan memukul mereka tanpa ampun dengan semua kekuatan." (Raja Abdullah II)
Penyerbuan sejak Sabtu malam itu menyasar sejumlah lokasi di Jordania. Penggeledahan dan penyerbuan itu dipicu peledakan mobil polisi di Fuhais, sekitar 19 kilometer barat laut Amman. Mobil itu ditumpangi polisi yang ikut menjaga sebuah festival musik di daerah berpenduduk mayoritas Kristen tersebut.
Dalam penyerbuan pada Minggu, polisi menyasar gedung bertingkat di kota Salt, sekitar 32 kilometer barat laut kota Amman. Sebagian bangunan itu rusak akibat bom yang diledakkan para militan.
Selain meledakkan bom, militan juga terlibat baku tembak dengan aparat. Akibatnya, 20 orang terluka dan 7 orang lainnya tewas. Seluruh korban tewas adalah aparat dan anggota kelompok militan. Adapun para korban luka adalah penduduk di sekitar lokasi baku tembak. Mereka dibawa ke rumah sakit setempat untuk perawatan.
Juru bicara pemerintah Jordania Jumana Ghunaimat mengatakan, polisi menemukan senapan serbu otomatis di tempat persembunyian militan. Aparat meruntuhkan sisa gedung yang sebagian sudah dihancurkan militan itu.
Berkabung 3 hari
Pemerintah Jordania mengumumkan masa berkabung selama tiga hari untuk menyikapi peledakan pada Jumat itu. Pemakaman polisi yang menjadi korban dalam insiden itu dihadiri ribuan aparat.
Jordania dipandang sebagai sekutu Barat di Timur Tengah. Pemerintah Jordania sejak lama bekerja sama dengan berbagai pemerintahan Barat dan Israel. Raja Abdullah dari Jordania termasuk rutin bersuara keras terhadap NIIS.
"Kami akan memerangi para Khawarij dan memukul mereka tanpa ampun dengan semua kekuatan," ujarnya dalam pernyataan yang dikeluarkan Istana Kerajaan Jordania.
Raja yang juga pilot pesawat tempur itu menggunakan istilah "Khawarij" untuk menyebut para militan yang berlatar agama. Sebutan itu disematkan bagi kelompok ekstrem di kalangan sebagian Muslim yang merasa paling benar dan menganggap Muslim lain sebagai kafir.
Perdana Menteri Jordania Omar Razzaz membuat tim penanggulangan krisis yang terdiri dari para pejabat penting jajaran keamanan dan pemerintahan Jordania. Tim itu mengoordinasikan operasi yang melibatkan ratusan aparat.
Mereka menyelidiki, apakah para militan itu bagian dari sel tidur kelompok radikal yang merencanakan serangkaian serangan. Pada Januari 2018, aparat Jordania menangkap sekelompok pendukung NIIS yang merencanakan sejumlah serangan terhadap aparat, pusat perbelanjaan, dan tokoh moderat. Seluruh tersangka sudah ditahan.
Pascapenangkapan itu, aparat Jordania meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan serangan oleh pendukung NIIS. Aparat keamanan dan intelejen Jordania menyebut salah satu pemicu radikalisme adalah kesenjangan yang semakin lebar dan korupsi yang merebak di kerajaan itu. (REUTERS)