Lantai pertama Kantor Imigrasi Taipei siang itu ramai pengunjung. Sejumlah pendatang dari beberapa negara di Asia Tenggara tampak mengantre. Demikian juga di lantai dasar gedung di pusat kota itu.
"Kami menyediakan layanan di lantai dasar khusus untuk imigran yang berasal dari China, Hong Kong, dan Makau,” kata Wang Hui-ling, staf Imigrasi Taipei yang menemani kami berkeliling melihat kesibukan kantor itu, Senin (13/8/2018).
Di lantai dasar itu, semua petunjuk, formulir, dan bahasa pengantar menggunakan bahasa Mandarin. Saat pemandu dari Kantor Imigrasi mengajak kami mengelilingi ruang layanan di lantai pertama, Wang menunjukkan sejumlah petunjuk yang ditulis dalam dua bahasa, yaitu Inggris dan Mandarin. Bahkan, sejumlah brosur ditulis dalam beragam bahasa, di antaranya dalam bahasa Indonesia, Vietnam, dan Thailand.
Pada jam kerja, lima hari dalam satu minggu ada sejumlah petugas yang mampu dan menguasai bahasa Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Inggris bersiap sedia membantu pemohon mengisi formulir keimigrasian. Wang menjelaskan, kebijakan itu memang sengaja diambil oleh pemerintah Taiwan untuk membantu para pengguna jasa kantor imigrasi, termasuk mereka yang mengajukan aplikasi kewarganegaraan Taiwan.
Dari data Kantor Pusat Imigrasi Taiwan, hingga Juni 2018 tercatat 537.452 imigran. Sebanyak 340.141 di antaranya berasal dari China, 103.277 imigran dari Vietnam, dan 29.767 imigran berasal dari Indonesia.
Warga dari tiga negara itu merupakan tiga besar pemohon aplikasi kewarganegaraan Taiwan. Jumlah anak keturunan warga Indonesia—dari perkawinan antara warga Indonesia dan Taiwan—tercatat sebanyak 16.350 anak (tahun 2007-2017). Indonesia di posisi ketiga setelah China dan Vietnam, masing-masing tercatat sebanyak 73.540 dan 72.508 anak.
Imigran adalah salah satu kekuatan Taiwan di masa depan. Generasi kedua imigran adalah jembatan penting bagi Kebijakan Baru ke Arah Selatan (New Southbound Policy).
Wang Hui-ling adalah salah satu di antaranya. Ia berasal dari Indonesia. Ia sebelumnya adalah mahasiswa Indonesia yang menempuh studi lanjut di Taiwan. Setelah menikah dengan warga Taiwan, ia memutuskan berpindah kewarganegaraan.
Kekuatan Taiwan
Bagi Taiwan, sebagaimana dikatakan Sekretaris Jenderal Kantor Pusat Imigrasi Taiwan, Lin Hsing-chun, imigran adalah salah satu kekuatan Taiwan di masa depan. Ia mengatakan, generasi kedua imigran adalah jembatan penting bagi Kebijakan baru ke Arah Selatan (New Southbound Policy).
"Imigran memberi banyak warna bagi Taiwan, memperkaya keberagaman, dan turut membentuk Taiwan sebagai negara multikultur,” kata Lin.
Kebijakan baru ke Arah Selatan atau NSP itu diinisiasi oleh Presiden Tsai Ing-wen. Kebijakan itu merupakan bagian penting dari strategi ekonomi dan perdagangan Taiwan, secara khusus bertujuan mendefinisikan kembali peran penting Taiwan dalam pembangunan Asia.
Bagi Taiwan, Asia adalah masa depan. Saat ini sebanyak 70 persen dari total perdagangan luar negeri Taiwan berkaitan dengan negara-negara di Asia, 30 persen lainnya dilakukan bersama dengan Amerika Serikat (12 persen), lalu Uni Eropa (9 persen), dan 9 persen lainnya dengan negara-negara lain.
China menduduki posisi pertama, yaitu sebesar 27 persen, dan ASEAN pada posisi kedua dengan 19 persen. Hingga semester pertama tahun 2018 total perdagangan luar negara Taiwan—ekspor dan impor—mencapai lebih dari 457,1 miliar dollar AS. Ekspor utama Taiwan adalah produk-produk elektronik dan manufaktur. Menurut kajian lembaga riset Taiwan, Lembaga Riset Ekonomi Chung-Hua, akses pada pasar ASEAN akan meningkatkan pasar dalam domestik di Taiwan.
Namun, Direktur Eksekutif Taiwan-Asia Exchange Foundation, Alan H Yang, Selasa (14/8/2018) mengatakan, NSP tidak melulu bicara tentang isu ekonomi. Kebijakan baru itu, menurut Alan, juga terkait dengan aktivitas-aktivitas sosial dan kultural, seperti pendidikan dan kebudayaan.
Alan yang juga aktif di CSEAS mengatakan, kehadiran imigran, termasuk generasi kedua mereka, merupakan bagian dari aktivitas sosial dan pertemuan antarbangsa yang makin menjadikan Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari kawasan.
Melalui beragam program, termasuk pertemuan antar kader-kader muda dari negara-negara ASEAN dan misi pertukaran kebudayaan, Taiwan mengembangkan terus-menerus konsep kemitraan tanpa batas. Di dalamnya, para imigran yang berasal dari beragam latar belakang budaya dan bangsa dinilai memiliki potensi besar untuk turut berperan mengembangkan Taiwan.