Pemerintah Afghanistan Tolak Hadiri Perundingan dengan Taliban di Moskwa
KABUL, KAMIS — Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan Sibghatullah Ahmadi mengatakan, Pemerintah Afghanistan tidak akan menghadiri perundingan damai dengan Taliban yang dimediasi Rusia di Moskwa pada 4 September mendatang. Ia menegaskan, proses perdamaian harus dipimpin Afghanistan.
”Proses perdamaian tanpa kerja sama Pemerintah Afghanistan tidak akan berhasil,” kata Sibghatullah Ahmadi di Kabul, Afghanistan, Kamis (23/8/2018).
Sementara seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan, pada prinsipnya, AS mendukung upaya yang dipimpin Afghanistan untuk mengupayakan penyelesaian damai. Berdasarkan perundingan-perundingan yang dipimpin Rusia sebelumnya di Afghanistan, perundingan di Moskwa tidak mungkin menghasilkan kemajuan apa pun untuk mencapai tujuan perdamaian itu.
AS juga telah menolak undangan untuk bergabung dengan perundingan damai yang dipimpin Rusia karena AS merasa tidak bisa membantu mendorong ke arah perdamaian. Demikian menurut juru bicara Departemen Luar Negeri AS tersebut. Namun, pemerintahan Trump siap menunjuk seorang veteran diplomat sebagai utusan khusus AS yang baru untuk menangani perang di Afghanistan.
Taliban menunjukkan minat bernegosiasi untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 17 tahun.
Taliban tidak terpengaruh oleh penolakan Washington dan Kabul untuk menghadiri perundingan damai di Moskwa tersebut. Rusia menyebutkan, Taliban akan bergabung dalam perundingan damai di Moskwa, September mendatang, bersama dengan perwakilan dari beberapa negara tetangga.
”Kabul dan AS menolak menghadiri pertemuan Moskwa, itu tidak penting bagi kami. Kami akan hadir,” ujar juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid.
Keputusan Taliban untuk hadir ke Moskwa muncul ketika Taliban meningkatkan serangan di seluruh Afghanistan. Mereka menolak perundingan langsung dengan Kabul meskipun Kabul berusaha untuk meningkatkan profil diplomatiknya di wilayah tersebut dan meminta untuk melakukan pembicaraan dengan AS yang mereka pandang sebagai pendukung Pemerintah Afghanistan.
Kelompok Taliban belum menanggapi tawaran Presiden Ashraf Ghani pada awal pekan ini untuk melakukan gencatan senjata bersyarat selama masa libur perayaan Idul Adha yang dimulai Selasa (21/8/2018).
Tunjuk utusan
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan menunjuk mantan Duta Besar AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad sebagai utusan khusus yang akan mengurus proses perdamaian Taliban dan Pemerintah Afghanistan serta integrasi Afghanistan ke dalam strategi Indo-Pasifik.
Khalilzad tidak menanggapi pertanyaan wartawan tentang peran barunya itu. Dia diperkirakan akan segera mengunjungi Asia Selatan. Khalilzad, yang berasal dari Afghanistan dan mengenyam pendidikan di Universitas Amerika di Beirut dan Universitas Chicago, adalah seorang diplomat senior. Dia pernah menjabat Duta Besar AS untuk Irak dan PBB.
Meskipun ada peningkatan kekerasan di Afghanistan, komandan militer tertinggi AS di Afghanistan, Jenderal John Nicholson, mengatakan, koalisi yang dipimpin AS melihat ada harapan dalam pernyataan Taliban dalam beberapa bulan terakhir.
Washington mencurigai keterlibatan Rusia di Afghanistan dan kaitan mereka dengan Taliban.
Taliban menunjukkan minat bernegosiasi untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 17 tahun. Juga ada keinginan publik Afghanistan dan para ulama yang merindukan perdamaian. Perkembangan saat ini bisa mengarah pada rekonsiliasi politik.
”Kita memiliki kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, upaya perdamaian sekarang ini,” kata John Nicholson. Komentar Nicholson itu muncul sehari setelah sejumlah roket menghantam pusat kota Kabul saat Presiden Ghani menyampaikan pidato perayaan Idul Adha.
AS-Rusia tegang
Nicholson tidak membahas mengenai perundingan damai di Rusia. Hubungan AS-Rusia pun semakin tegang. Washington telah mengamati keterlibatan Rusia di Afghanistan dan mencurigai Rusia berkaitan dengan Taliban. Moskwa mengatakan, Rusia berupaya mendorong Taliban untuk menghentikan perang dan melakukan dialog dengan Pemerintah Afghanistan.
Nicholson yang dijadwalkan akan menyerahkan komando perang bulan depan mengungkapkan, Taliban melancarkan serangan besar untuk menguasai dua provinsi tahun ini. Namun, melalui pertempuran yang keras, rakyat Afghanistan bisa menguasai kembali wilayah mereka.
Nicholson mengakui, sebagian besar serangan militer Afghanistan yang didukung oleh koalisi menemui jalan buntu. Pemerintah Afghanistan hanya berhasil merebut sedikit wilayah yang dikuasai oleh Taliban.
Nicholson mengambil alih komando perang Afghanistan pada Maret 2016. Pada Mei 2016, 34 persen distrik Afghanistan di bawah kendali atau pengaruh Taliban. Sementara pada Mei 2018, sebanyak 44 persen distrik dikuasai Taliban. Nicholson merupakan komandan koalisi terlama. (AP/REUTERS)