Lebih dari 1,4 miliar orang dewasa atau lebih dari seperempat total penduduk dewasa di dunia rentan terkena penyakit mematikan, seperti jantung, diabetes tipe 2, demensia, dan kanker. Penyebabnya, tubuh mereka kurang bergerak atau jarang berolahraga. Secara global tak ada peningkatan level aktivitas fisik penduduk dunia sejak 2001.
Itu merupakan hasil riset Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Riset itu mengungkapkan, penduduk di negara-negara kaya menikmati gaya hidup yang semakin nyaman. Pada 2016, satu dari tiga perempuan dan satu dari empat laki-laki di seluruh dunia tidak mencapai level aktivitas fisik yang dibutuhkan agar tubuh mereka tetap sehat.
”Aktivitas fisik yang tidak cukup merupakan faktor risiko utama terkena penyakit tidak menular dan memiliki efek negatif pada kesehatan mental dan kualitas hidup,” demikian hasil studi WHO yang diterbitkan oleh The Lancet Global Health Journal, Selasa (4/9/2018).
WHO merekomendasikan agar setiap orang dewasa melakukan setidaknya 150 menit olahraga dengan ”intensitas sedang”, seperti jalan cepat, berenang, atau bersepeda ringan, setiap minggu atau 75 menit olahraga dengan ”intensitas kuat”, semisal olahraga lari atau olahraga dalam tim.
Studi WHO itu meneliti level aktivitas 1,9 juta orang di 168 negara di seluruh dunia selama tahun 2016. Berdasarkan data hasil penelitian itu, lebih dari seperempat orang dewasa di dunia (1,4 miliar orang dewasa) tidak cukup aktif bergerak.
Padahal, dengan lebih aktif bergerak, orang bisa memperoleh manfaat dengan mudah, seperti meningkatkan kebugaran paru- paru dan jantung serta otot, kesehatan tulang lebih baik, berat badan terkontrol, berkurangnya risiko hipertensi, penyakit jantung, stroke, diabetes, depresi, dan tipe-tipe kanker.
”Kita pasti belum cukup mendorong orang-orang agar berolahraga,” kata Regina Guthold, penulis utama riset WHO itu.
Tren mengkhawatirkan
Riset WHO juga menyoroti beberapa tren yang mengkhawatirkan, termasuk perbedaan mencolok dalam tingkat olahraga antara penduduk negara miskin dan kaya serta antara laki-laki dan perempuan. Level latihan atau gerak tubuh guna mencegah terkena penyakit mematikan di kalangan penduduk negara-negara berpenghasilan tinggi dua kali lebih rendah jika dibandingkan penduduk di negara-negara berkembang.
Guthold menyebut adanya hubungan antara kurangnya gerak tubuh dan gaya hidup di negara-negara kaya, seperti terlihat pada lebih banyak waktu warganya di dalam ruangan, jam kerja yang lebih panjang, makanan tinggi kalori yang lebih mudah diakses. Fenomena itu juga terlihat menjadi pola yang jelas pada buruknya kesehatan warga akibat urbanisasi.
”Seperti terlihat dalam urbanisasi di banyak orang-orang yang dulunya petani dan banyak melakukan aktivitas fisik melalui pekerjaan mereka. Kini, mereka tiba-tiba hidup di lingkungan perkotaan tempat mereka mungkin bekerja tanpa banyak bergerak atau beralih ke pekerjaan yang tidak butuh gerak fisik aktif,” kata Guthold.
Level aktivitas gerak tubuh paling rendah di dunia terjadi pada orang dewasa di empat negara, yakni Kuwait, Samoa Amerika, Arab Saudi, dan Irak. Dua pertiga atau 67 persen orang dewasa di Kuwait, negara Teluk yang suhunya mencapai 45 derajat celsius misalnya, tidak cukup berolahraga.
Melody Ding dari Universitas Sydney mengatakan, ada berbagai alasan mengapa warga di beberapa negara lebih aktif berolahraga dibandingkan warga di negara lain, misalnya faktor hambatan biologis, psikososial, kelembagaan, budaya, dan lingkungan. ”Salah satu hambatan terbesar di lingkungan kita, aktivitas fisik mulai tergusur dari kehidupan, pekerjaan berbasis meja menggantikan pekerjaan buruh, lift menggantikan tangga, mobil menggantikan aktivitas jalan kaki,” ujar Ding.