Berlatih dengan Penderitaan
Ketika berjalan sendirian, Sim Ju-il (67) sesekali masih melangkah seperti orang yang sedang berbaris tegap. Payung di tangan kanannya dijadikannya ”senjata” dan kedua kakinya mengayun tinggi serta tegas mengentak trotoar.
Sudah 20 tahun, Sim, mantan tentara Korea Utara, melarikan diri dari negerinya. Meski membenci rezim diktator Korut, ia masih sangat ingat pengalamannya ikut baris-berbaris dalam parade militer di negara tersebut.
Ada rasa bangga pernah ikut parade dan berbaris melintas di depan Pemimpin Korut Kim Il Sung. Tak banyak orang yang bisa mengikuti parade karena ada proses seleksi. Sim beruntung karena bisa dua kali mengikuti parade, tahun 1972 dan 1985. ”Pertama kali ikut, saya ikut barisan tentara yang baris-berbaris. Yang kedua, saya mengendarai kendaraan militer,” ucapnya.
Menjelang parade militer Korut untuk peringatan 70 tahun berdirinya negara itu, Minggu (9/9/2018), perasaan campur aduk dirasakan mereka yang pernah ikut berpartisipasi. Ada kebanggaan, tetapi ada pula kenangan pahit selama proses pelatihan karena banyak yang dipukuli saat berlatih, bahkan kekurangan gizi akibat asupan makanan yang minim.
Mereka yang pernah ikut parade merasa bangga karena berarti ada jaminan promosi jabatan yang cepat. Status sosialnya pun bisa ikut terdongkrak. Kim Jungah, mantan perempuan tentara Korut, masih sering memamerkan kemahirannya berbaris kalau saat diminta siapa pun yang penasaran.
Ribuan tentara yang berbaris tegap di Lapangan Kim Il Sung, Pyongyang, memang tontonan yang memukau. Karena cepat dan ritmis, jalan mereka seperti memantul. Sampai di depan para pemimpin Korut, mereka langsung memberi hormat dan menengok ke kanan. Barisan tentara seperti itu disukai sejumlah pemimpin diktator, seperti Hitler, Mussolini, Mao, dan Stalin.
Kini tersisa sedikit negara yang militernya masih berbaris dengan formasi lengkap. Sejumlah pengamat menilai, barisan militer dimanfaatkan rezim Korut sebagai cara memamerkan kedisiplinan pasukan yang berbakti dan kuat pada dunia.
Orang pilihan
Mayoritas peserta baris-berbaris berasal dari akademi militer atau unit tentara elite. Ada juga yang dipilih karena setia kepada rezim, berdasarkan pertimbangan latar belakang keluarga, dan faktor tinggi badan. Ketika ikut parade pertama kali, Sim masih mahasiswa Kim Il Sung University of Politics, akademi militer yang bergengsi pada 1972. Ia terpilih karena tinggi badannya masuk memenuhi syarat 165-174 sentimeter.
”Semua yang ikut parade sudah dicek latar belakangnya. Ikut parade seperti diberi keistimewaan jaminan masa depan,” kata Seo Yu Seok, pengamat di Institut Studi Korea Utara yang berbasis di Seoul.
Barisan tentara dalam parade militer mulai muncul akhir 1950-an dan awal 1960-an saat Kim Il Sung memperkuat kekuasaannya. Anaknya, Kim Jong Il, melanjutkan tradisi itu. Kini, Kim Jong Un melakukan hal yang sama. Sejak memimpin tujuh tahun lalu, ada enam parade militer yang digelar besar-besaran oleh Kim Jong Un.
Latihan berbaris yang dilakukan di akademi dan markas militer ini berlangsung setidaknya satu tahun menjelang parade, 6-10 jam per hari, dan enam hari dalam seminggu. Banyak yang pingsan karena lapar dan terluka akibat sering dipukul dengan ranting kayu atau batang logam tipis di bagian kaki, betis, lengan, rahang, pinggul, dan payudara.
Pada 1990-an, Korut dilanda bencana kelaparan dan Kim Jungah mengaku sering pingsan saat latihan karena hanya makan nasi dan garam. Karena tak kuat, perempuan ini memutuskan berhenti dengan alasan kesehatan. Setelah itu, ia mengalami kelumpuhan di bawah pinggang selama berminggu-minggu akibat terlalu banyak berbaris. Ada juga mantan tentara Korut yang sakit punggung selama 1,5 bulan setelah parade.
Kim Jungah dipuji rezim Korut karena bisa menahan rasa sakit selama pelatihan. Untuk itu, ia diberi hadiah pangkat letnan dua dan diangkat sebagai anggota partai berkuasa. Penghargaan yang sama diterima Sim. Ia diangkat menjadi letnan kolonel di komando pertahanan, tetapi pada 1998 ia lari ke Korea Selatan. Kini, Sim mengabdikan hidupnya sebagai pendeta.
Selain promosi jabatan, para peserta parade juga mendapat medali, kotak hadiah berisi makanan dan minuman, serta hak libur khusus. Mereka juga diperbolehkan menyimpan seragam militer yang dipakai saat parade.
”Setelah parade selesai, perasaan saya kosong. Ternyata latihan keras berbulan-bulan hanya untuk dipamerkan selama beberapa menit saja,” ucap Sim. (AP/LUK)