SHANGHAI, SELASA Bursa saham utama di kawasan Asia, Selasa (11/9/2018), ditutup turun. Situasi itu diikuti melemahnya pergerakan saham di Eropa di awal perdagangan. Nilai tukar mayoritas mata uang di Asia juga cenderung tertekan terhadap dollar AS.
Kondisi itu membuat investor dan pelaku pasar makin didera kekhawatiran atas berlanjutnya perang dagang yang dapat berefek bagi perekonomian global serta kemungkinan kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat.
Indeks Shanghai Composite ditutup 0,2 persen lebih rendah, menjadikan indeks hanya berada 10 poin di atas level terendahnya sejak tahun 2016. Jika tren penurunan berlanjut, Bloomberg memperkirakan posisi indeks Shanghai Composite bisa menembus posisi level tahun 2014.
Ekuitas China adalah salah satu pemain terburuk di dunia tahun ini, antara lain karena tertekan konflik perdagangan dengan AS, perlambatan ekonomi, melemahnya yuan, dan upaya pengendalian utang.
Tekanan pasar saham juga terjadi di Hong Kong. Indeks Hang Seng kemarin turun 0,7 persen. Saham-saham teknologi didera pelemahan akibat kekhawatiran efek perang dagang AS-China sekaligus terimbas kekhawatiran berlanjutnya pelemahan nilai tukar yang dapat berujung krisis di Turki dan Argentina.
”Pelemahan akan tetap menjadi tema yang berulang di tengah ketegangan perdagangan global, dollar AS yang lebih kuat dan prospek suku bunga AS yang lebih tinggi,” kata Lukman Otunuga, seorang analis riset di perusahaan keuangan FXTM. ”Dengan gejolak di Turki dan Argentina yang memicu ketakutan bakal menular ke yang lain, maka selera untuk aset pasar berkembang dan mata uang kemungkinan juga akan terus berkurang.”
Eropa
Penurunan di bursa saham Asia itu menyeret pasar-pasar saham di Eropa dan future bursa AS. Di tengah tetap tertekannya mata uang negara-negara berkembang, kemarin mata uang pound sterling dan euro naik setelah pelaku pasar memperkirakan Inggris dapat mempertahankan kondisi yang damai dalam situasi perpisahan dari Uni Eropa.
Namun, sentimen pasar yang didukung optimisme pada hubungan perdagangan AS-Uni Eropa dirusak oleh pandangan mengkhawatirkan atas kondisi pasar dan mata uang negara- negara berkembang. Bloomberg menilai ingatan volatilitas musim panas dan rendahnya harga-harga komoditas masih memberikan banyak alasan bagi investor untuk berhati-hati. Investor memperhatikan dengan saksama pertemuan bank-bank sentral Argentina, Turki, dan Rusia pada pekan ini serta langkah selanjutnya dalam perselisihan perdagangan AS-China.
Hal itu sekaligus merupakan antisipasi atas langkah pemerintahan Donald Trump yang mengisyaratkan siap untuk meningkatkan tarif pada lebih banyak barang. China telah memperingatkan akan merespons jika AS mengambil langkah baru dalam perdagangan.
(AFP/REUTERS/BEN)