VIENNA, KOMPAS — Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional menegaskan bahwa implementasi Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau kesepakatan nuklir Iran agar tetap dilanjutkan. Sebagai pelaksana inspeksi atau pemeriksaan ketat pengembangan nuklir di dunia, badan internasional tersebut menyatakan Iran telah memenuhi komitmen atau kewajiban dalam kesepakatan tersebut.
Ketua Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Darmansjah Djumala yang juga menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Austria menyatakan hal itu di sela-sela sidang tertutup Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional atau IAEA, Kamis (13/8/2018) waktu setempat, di Vienna, Austria.
Pernyataan itu menegaskan kembali keputusan Dewan Gubernur IAEA pada Juni lalu bahwa kesepakatan nuklir Iran tetap berjalan. Dewan Gubernur IAEA terdiri atas 35 negara perwakilan kawasan di dunia. Pada September 2017, Indonesia terpilih secara aklamasi mewakili Asia Tenggara dan Pasifik sebagai Ketua Dewan Gubernur IAEA selama satu tahun, yakni hingga September 2018.
Pembahasan alot
Menurut Djumala, dalam Sidang Dewan Gubernur IAEA yang diselenggarakan secara berkala, Direktur Jenderal IAEA melaporkan perkembangan nuklir, termasuk terkait senjata nuklir dan isu geopolitik. ”Salah satu hal yang ramai dibahas adalah inspeksi instalasi nuklir negara-negara anggota, bagaimana mereka melihat AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran,” ujarnya.
Dalam sidang itu, Amerika Serikat, Israel, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab menyatakan Iran tidak mematuhi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Sementara Iran mendapat dukungan dari Uni Eropa dan China. Mayoritas negara anggota Dewan Gubernur IAEA setuju kesepakatan nuklir Iran dilanjutkan karena tak ada bukti kuat Iran mengembangkan senjata nuklir.
”Hasil sidang ini menegaskan kembali pertemuan sebelumnya agar kesepakatan nuklir Iran dilanjutkan. Dalam kesimpulan sidang disebutkan, hasil inspeksi atau pemeriksaan ketat IAEA menunjukkan, Iran memenuhi kewajiban di bawah perjanjian nuklir dan tidak melanggar komitmen yang disepakati,” kata Djumala yang juga menjadi Wakil Tetap RI untuk PBB di Vienna.
Hasil sidang Dewan Gubernur IAEA ini akan disampaikan di Sidang Umum IAEA pekan depan. Sidang umum yang dihadiri delegasi negara-negara anggota IAEA yang berjumlah 170 negara tersebut akan mengesahkan sejumlah resolusi dalam Sidang Dewan Gubernur IAEA.
Sebagaimana diberitakan, Amerika Serikat mundur dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei lalu. Presiden AS Donald Trump sejak awal mengkritik JCPOA karena dianggap terlalu menguntungkan Iran. Sebab, dengan adanya kesepakatan itu, Iran bisa mencairkan dana milik Iran 110 miliar dollar AS yang dibekukan bank-bank negara Barat dan keleluasaan Iran mengekspor minyak dianggap meluaskan pengaruh Iran.
Padahal, perjanjian itu merupakan hasil negosiasi panjang dan intensif antara Iran dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China, dan Rusia, ditambah Jerman, setelah negosiasi bertahun-tahun. Mundur dari JCPOA bisa memicu konflik militer saat Timur Tengah tak lagi mampu mendukung perang baru.
Dalam kesepakatan itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education Smith Alhadar, dalam artikelnya di harian Kompas, 31 Mei 2018, Iran setuju membatasi pengayaan uranium dan berjanji tak akan membuat bom nuklir selama 10 tahun dari kesepakatan yang ditandatangani pada 2015. Sebagai imbalan, sanksi ekonomi internasional dicabut.
Pada intinya, JCPOA dibuat untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir. Jadi, Iran boleh menjalankan program nuklir untuk tujuan damai dengan batasan tertentu. Sejumlah ketentuan harus dipatuhi Iran, antara lain larangan memperkaya uranium sampai level tertentu hingga jaminan akses bagi inspektur internasional untuk mengawasi dan memverifikasi program nuklir Iran. Untuk memastikan kepatuhan Iran terhadap perjanjian itu, DK PBB meminta IAEA melakukan pengawasan dan verifikasi atas program nulir Iran.