Tidak ada negara Suriah tanpa Idlib. Begitu kata para ahli Suriah. Ungkapan itu untuk menunjukkan betapa tingginya nilai strategis Idlib di mata negara Suriah. Karena itu, Pemerintah Suriah yang didukung Rusia dan Iran kini ngotot merebut kembali Provinsi Idlib, lewat opsi militer ataupun politik, melalui atau tanpa koordinasi dengan Turki.
Negara Suriah, dengan luas wilayah 185.180 kilometer persegi dan penduduk 17.284.407 jiwa, secara geopolitik dan ekonomi terbagi dua wilayah besar, yaitu Suriah bagian barat dan Suriah bagian timur. Di Suriah bagian barat terdapat kota-kota besar, seperti Damaskus, Latakia, Homs, Deraa, Idlib, dan Aleppo, yang sekaligus dikenal sebagai urat nadi negara Suriah. Wilayah barat itu, di samping menjadi tempat konsentrasi 70-80 persen penduduk Suriah dan wilayahnya sangat subur, juga dikenal sebagai pusat politik dan ekonomi negara Suriah.
Adapun di Suriah bagian timur, yang meliputi kota Deir el- Zour, Palmyra, dan Raqqa, sebagian besar wilayahnya berupa gurun dan hanya dihuni 20-30 persen penduduk Suriah. Benar, sebagian besar sumber minyak dan gas Suriah berada di Provinsi Raqqa dan Deir el-Zour. Namun, proses ekspor migas Suriah ke luar negeri melalui wilayah Suriah barat, seperti Aleppo (ekspor menuju Turki) dan Pelabuhan Latakia.
Selain itu, konsumen migas terbesar di dalam negeri Suriah juga berada di wilayah barat negara itu. Sebagian besar penduduk dan pusat industri berada di kota-kota bagian barat negara itu. Ekspor migas Suriah tercatat menyumbang 40 persen devisa negara itu.
Artinya, meskipun wilayah timur Suriah mempunyai sumber migas melimpah, pasarnya berada di wilayah bagian barat Suriah dan luar negeri. Dengan kata lain, wilayah timur Suriah sangat bergantung kepada wilayah barat Suriah, baik sebagai konsumen maupun jalur ekspor.
Latar belakang geopolitik dan ekonomi itu menjadi jawaban mengapa Damaskus saat ini memberi prioritas pembebasan seluruh wilayah Suriah bagian barat. Damaskus kini masih membiarkan sebagian besar Raqqa dan Deir el-Zour di bawah kontrol Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dengan tulang punggung milisi Kurdi, YPG, yang didukung Amerika Serikat.
Sebagian besar penduduk dan pusat industri berada di kota-kota bagian barat negara itu.
Damaskus sudah berhasil mengusai kembali sebagian besar wilayah barat Suriah, seperti Aleppo (Desember 2016), Ghouta timur (Maret 2018), dan Deraa (Juli 2018). Kini, tinggal Idlib yang masih di luar kontrol Damaskus. Bagi Damaskus, Idlib ibarat duri dalam daging bagi negara Suriah. Jika Damaskus tak berhasil menguasai kembali Idlib, negara Suriah tidak akan bisa berjalan secara normal, secara keamanan, ekonomi, dan politik.
Idlib, jika terus dikuasai oposisi bersenjata, akan mengancam keamanan dan ekonomi Latakia dan Aleppo. Padahal, dua provinsi tetangga Idlib itu dikenal sebagai jalur ekspor-impor dari Suriah ke luar negeri dan sebaliknya. Roda ekonomi negara Suriah akan lumpuh atau terseok-seok tanpa menguasai Idlib.
Nilai strategis Idlib bagi negara Suriah dibaca secara cerdik oleh Turki. Ankara dengan pengaruh kuat di Idlib saat ini tak akan mudah melepas Idlib tanpa imbalan harga politik mahal, berupa solusi Idlib yang harus dikaitkan dengan solusi komprehensif Suriah yang menjamin kepentingan Turki kelak.