Pemerintah Mesir mulai mengantisipasi masa depan warga Mesir yang tergabung dalam faksi radikal Hayat Tahrir al-Sham pascakesepakatan Rusia-Turki tentang Idlib di kota Sochi, Rusia, Senin (17/9/2018). Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengungkapkan, intelijen dan aparat keamanan Turki segera berunding dengan intelijen dan aparat keamanan Rusia tentang solusi faksi radikal itu.
Menurut peneliti pada pusat kajian politik dan strategi Al Ahram di Kairo, Ahmed Kamel al-Buheiri, ada 300-400 warga Mesir anggota Hayat Tahrir al-Sham, di antaranya Abu al-Yaqtan al-Misri dan Abu Haris al-Misri. Keduanya pergi ke Suriah pada 2012 untuk bergabung dengan Hayat Tahrir al-Sham.
Pemerintah Mesir melihat masa depan Hayat Tahrir al-Sham, termasuk warga Mesir anggota faksi itu, berada di tangan Turki. Hayat Tahrir al-Sham—sebelumnya bernama Front Al Nusra, sayap Al Qaeda di Suriah—dipimpin Abu Mohamed al-Golani. Faksi itu diperkirakan memiliki 10.000-12.000 personel. Sebanyak 3.000-5.000 personel di antaranya adalah warga asing, termasuk Mesir.
Mesir telah mengalkulasi sejumlah skenario yang akan diambil Turki terkait solusi Hayat Tahrir al-Sham. Pertama, memisahkan anggota Hayat Tahrir al-Sham yang warga Suriah dan warga asing. Anggota faksi asal Suriah diberi pilihan: bergabung dengan kelompok oposisi moderat atau meninggalkan Idlib.
Bagi yang memilih meninggalkan Idlib, mereka akan dipindah ke wilayah Gurun Badia, Suriah tenggara, yang kini dikontrol kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Gurun Badia menjadi tempat pelarian anggota NIIS yang dipukul mundur oleh serangan AS dari Provinsi Raqqa dan Deir el-Zour, Suriah timur. Gurun yang berbatasan dengan Irak dan Jordania itu satu-satunya wilayah Suriah yang masih dikontrol NIIS.
Kedua, anggota Hayat Tahrir al-Sham yang warga asing, termasuk warga Mesir, ditawarkan pulang ke negara mereka masing-masing atau pergi ke negara lain yang bisa melindungi mereka atau juga pindah ke wilayah Gurun Badia.
Ada tiga wilayah atau negara yang mungkin ditawarkan Turki kepada warga asing itu, yakni Sinai utara yang menjadi basis NIIS di Mesir, Afghanistan yang banyak wilayahnya kembali dikontrol Taliban, atau Sahel Sahara di antara Afrika utara, barat, dan tengah.
Bagi yang memilih Sinai utara, mereka bisa menggunakan kapal kecil dari Turki ke Siprus utara, lalu ke Sinai utara. Bagi mereka yang memilih Afghanistan, Turki bisa melobi Iran agar mengizinkan anggota Hayat Tahrir al-Sham melewati wilayahnya menuju Afghanistan. Bagi yang memilih Sahel Sahara, mereka bisa menggunakan kapal laut dari Turki menuju Libya ataupun terbang ke Mali atau Niger.
Skenario ketiga, anggota Hayat Tahrir al-Sham, baik warga Suriah maupun asing, yang menolak bergabung dengan kelompok oposisi moderat dan juga menolak pergi dari Idlib, mereka akan menjadi sasaran serangan militer bersama oleh Rusia, Turki, Suriah, Iran, dan negara barat lain.