Rujukan Tinggi Syiah di bawah kepemimpinan Ayatollah Ali Sistani yang berbasis di kota Najaf, Irak selatan, mempunyai peran sangat besar dalam politik di Irak setelah kaum Syiah mengontrol pentas politik negeri itu pasca-ambruknya rezim Saddam Hussein pada 2003. Para elite politik Syiah di Irak selalu meminta arahan Sistani dan sangat menghormati arahannya dalam kehidupan politik negara itu.
Dalam doktrin mazhab Syiah, dikenal konsep rujukan tinggi yang dipimpin seorang ayatollah, jenjang tertinggi dalam struktur keulamaan mazhab Syiah. Rujukan Tinggi Syiah berfungsi memberi arahan dan fatwa tentang kehidupan dunia serta akhirat.
Di mazhab Syiah, tak dikenal pemisahan agama dan negara. Rujukan Tinggi Syiah secara de facto menjadi bagian dari struktur negara. Ini berlaku di Irak dan Iran, dua negara berpenduduk mayoritas Syiah.
Dalam krisis pembentukan pemerintahan baru di Irak saat ini akibat perpecahan kubu Syiah, Sistani memberi arahan agar pemimpin atau perdana menteri Irak yang dianggap gagal atau korup sebelum ini tidak dipilih lagi sebagai PM. Ia berharap, PM Irak muncul dari wajah baru.
Arahan Sistani itu mengecilkan atau bahkan membuyarkan peluang pemimpin dan PM sebelum ini, seperti Nouri al-Maliki dan Haider al-Abadi, untuk dipilih lagi. Arahan itu menjadi faktor yang mendorong Ketua Al-Fatah Hadi al-Ameri, Selasa (18/9/2018), mencabut pencalonannya sebagai PM Irak guna mempercepat pembentukan pemerintahan dan PM Irak baru.
Ameri dalam temu pers menyampaikan, keputusan mundur dari bursa calon PM Irak untuk membuka peluang pada calon lain sesuai dengan arahan Rujukan Tinggi Najaf.
Mahdi menanti restu
Diberitakan, Ameri dan Ketua Al-Saairun Moqtada al-Sadr sudah sepakat menunjuk Adel Abdul Mahdi sebagai PM Irak mendatang. Mahdi disinyalir telah mendapat dukungan Amerika Serikat, Iran, dan Kurdi. Namun, keputusan final pencalonan Mahdi sebagai PM Irak mendatang masih menunggu lampu hijau dari Sistani.
Sistani menyampaikan arahan tentang profil umum PM Irak mendatang setelah meletup unjuk rasa di kota Basrah, Irak selatan. Unjuk rasa yang bermula sejak akhir Juli lalu dan memuncak pada 4-9 September itu membuyarkan peluang Abadi untuk terpilih lagi sebagai PM. Padahal, ia telah mendapat dukungan kuat
dari AS.
Opini Irak menyalahkan pemerintahan PM Abadi sebagai orang yang bertanggung jawab atas meletusnya unjuk rasa rakyat di Provinsi dan Kota Basrah. Partai-partai politik lawan Abadi, seperti faksi Negara Hukum dan Al-Fatah, memanfaatkan krisis Basrah untuk menggagalkan pencalonan Abadi.
Warga kota Basrah turun ke jalan memprotes merosotnya pelayanan kota, seperti minimnya pasokan air dan listrik, rendahnya fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta buruknya infrastruktur kota. Padahal, 90 persen atau lebih dari 4 juta barel ekspor minyak Irak per hari dari Provinsi dan Kota Basrah. Basrah dikenal kaya air karena menjadi muara pertemuan dua sungai besar, yaitu Sungai Eufrat dan Tigris. Karena itu, pertanian sangat tumbuh subur di sekitar Basrah.
Warga kota Basrah juga menyerang kantor konsulat Iran di kota itu. Mereka menganggap Iran di belakang para elite politik Syiah yang gagal membangun Irak dan Provinsi Basrah setelah ambruknya rezim Saddam Hussein tahun 2003.
Aksi unjuk rasa kota Basrah merupakan gerakan rakyat. Sebagian besar dari mereka tidak berafiliasi ke partai atau faksi politik. Gerakan mereka
terjadi spontan tanpa pemimpin. Dalam unjuk rasa itu, sedikitnya 15 warga Basrah tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Aparat keamanan Irak telah menangkap sedikitnya 30 aktivis Basrah.
PM Abadi mengunjungi Basrah guna menenangkan warga kota itu dan berjanji segera memenuhi tuntutan mereka. Ia mengakui, Provinsi Basrah kurang mendapat perhatian pemerintah lokal ataupun pusat.
Abadi menyebut buruknya kinerja pemerintah lokal kota Basrah, korupsi merajalela, dan pertarungan di antara partai politik sebagai penyebab terpuruknya semua sektor layanan kehidupan di kota Basrah.
Kunjungan Abadi ke Basrah itu merupakan bagian dari upaya terakhir dia untuk mempertahankan jabatan PM dengan cara mencari simpati warga Basrah dan Sistani.