LONDON, SABTU -Pemerintah Inggris meminta Uni Eropa segera bersikap atas proposal Brexit. Jika tidak, Inggris siap meninggalkan blok itu tanpa kesepakatan apa pun.
”Jika Uni Eropa terus berkata tidak pada setiap proposal Inggris, kami akhirnya akan menyerah dan berakhir entah dengan Opsi Norwegia atau tetap di Uni Eropa. Lalu, mereka menilai orang Inggris dengan sangat salah,” tutur Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt, Sabtu (22/9/2018), di London, Inggris.
Ia menegaskan Inggris akan berusaha santun. Akan tetapi, Inggris punya batas. ”Karena itu, mereka harus serius,” ujarnya.
Opsi Norwegia yang dimaksud Hunt adalah hubungan Norwegia dengan Uni Eropa (UE). Norwegia bukan anggota dan tidak bisa ikut mengambil keputusan di UE. Akan tetapi, Norwegia bisa mendapat akses ke pasar UE dengan aneka keuntungan setara anggota UE. Sebagai imbalannya, Norwegia harus menerapkan sejumlah aturan UE di negaranya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan, perundingan Inggris dan UE buntu. ”Saya sudah memperlakukan UE dengan hormat. Inggris mengharapkan hal sama. Hubungan baik dalam proses ini bergantung pada itu (saling menghormati,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan setelah May dan pemimpin UE lain kembali gagal bersepakat soal rencana Inggris keluar dari UE. Bahkan, May siap menerima skenario Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan apa pun.
Inggris akan keluar dari UE pada Maret 2019. Langkah itu dampak dari referendum pada 2016 oleh warga Inggris yang memutuskan keluar dari UE. Setelah referendum itu, London terus berunding dengan UE soal hubungan Inggris-UE setelah Inggris bukan lagi anggota UE.
Hunt meyakini perekonomian Inggris akan bertahan jika Inggris keluar UE tanpa kesepakatan. Ia juga menyebut banyak orang Inggris kini berpikir soal skenario keluar tanpa kesepakatan.
”Jika tidak ada kesepakatan, kami akan berdagang sesuai aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Akan ada guncangan, akan sulit, tetapi kami akan menemukan penyelesaiannya dan menjadi bangsa sejahtera. Kami sudah menghadapi pengalaman lebih buruk. Akan tetapi, ini bukan hasil yang kami harapkan,” tuturnya.
Harapan
”Orang Inggris yang memutuskan keluar lewat referendum. Kami menghormati itu. Akan tetapi, pilihan itu tidak akan menggagalkan UE. Kami sudah berusaha menyampaikan pesan itu kepada mitra kami di Inggris. Mereka mengira kami akan mengiyakan saja setiap usulan proposal mereka,” kata Menteri Perancis untuk Urusan Eropa Nathalie Loiseau.
Ia menyebut proposal May yang dinyatakan sebagai usulan pendikte akan memicu persaingan tidak sehat bagi perusahaan-perusahaan Eropa. Melalui proposal itu, Inggris mengusulkan produknya tetap dapat memasuki pasar tunggal UE secara bebas.
Ia menyatakan masih yakin pada peluang menghasilkan kesepakatan bagus antara UE dan Inggris. Akan tetapi, Perancis bersiap pada kemungkinan tidak ada kesepakatan. Perancis akan mengusulkan peraturan soal itu pada November nanti.
”Kami berusaha mencapai kesepakatan. Masih mungkin. Saya yakin 27 (negara anggota UE selain Inggris) percaya itu juga. Akan tetapi, saya tidak kuasa apabila akhirnya tidak ada kesepakatan. Mari bayangkan tidak ada kesepakatan. Kita harus bersiap soal itu,” tuturnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Jerman Michael Roth mengatakan, pimpinan 27 anggota UE mencoba mencari solusi masuk akal. ”Siasat menyalahkan UE sangat tidak adil. Kami tidak bisa menyelesaikan masalah yang muncul dari pulau (Inggris) terkait Brexit,” tulisnya di media sosial.
Pemerintah Jerman menilai dampak skenario Inggris keluar tanpa kesepakatan akan kecil pada struktur pasokan tenaga kerja Jerman. Hingga Desember 2017, 41.000 orang Inggris bekerja di Jerman. Jumlah itu relatif kecil dibandingkan dengan total 44,8 juta pekerja di seluruh Jerman.
Berlin berulang kali mengingatkan London agar tidak memilah fakta yang menguntungkan saja. Sementara di sisi lain London menolak prinsip kebebasan bergerak oleh warga UE di seluruh negara anggota UE.
Ketua Asosiasi Industri Jerman Dieter Kempf menyatakan, Brexit akan menyakitkan semua. Ia mendesak agar dibuat kesepakatan perlindungan perdagangan dan investasi untuk menghadapi Brexit. (AP/REUTERS/RAZ)